Site icon KaltengPos

Gawat Kasus DBD di Kalteng Melonjak Drastis

ilustrasi DBD

PALANGKA RAYA-Kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kalimantan Tengah (Kalteng) makin marak. Wabah mematikan itu sudah merenggut tiga nyawa di Palangka Raya. Penyakit akibat gigitan nyamuk tersebut juga menunjukkan lonjakan yang cukup drastis bila dibandingkan bulan yang sama tahun lalu. Memasuki pekan ketiga Januari 2024 saja sudah menembus angka 646 kasus. Sedangkan Januari tahun lalu hanya 113 kasus per bulan.

Menurut data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalteng, hingga pekan ketiga Januari 2024, daerah dengan kasus DBD tertinggi adalah Kotawaringin Barat (Kobar) yang menyentuh angka 295 kasus, menyusul Palangka Raya 70 kasus, Barito Utara (Batara) 59 kasus, Barito Timur (Bartim) 46 kasus, dan Kapuas 35 kasus (data selengkapnya pada tabel).

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Provinsi Kalteng, Riza Syahputra mengungkapkan, sampai dengan minggu ketiga Januari 2024, tercatat ada 646 kasus DBD di Kalteng. Jika dibandingkan dengan Desember 2023, kasus pada Januari pekan ketiga memang cukup rendah, karena pada bulan Desember lalu tercatat ada 1.026 kasus DBD di Kalteng.

“Data minggu keempat bulan Januari kami belum punya, karena baru keluar minggu berikutnya. Menurut data kami, ada dua orang yang meninggal akibat DBD, dua-duanya di Barito Timur (Bartim),” beber Riza kepada awak media di ruang kerjanya, Rabu (31/2).

Ia menjelaskan, kasus DBD di Bartim memang sudah menjadi catatan pihaknya. Sebab, tahun lalu Bartim sudah menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) DBD. “Kalau yang meninggal di Palangka Raya kemarin belum masuk datanya, nanti kami cek lagi, apakah kejadiannya dalam minggu ini, artinya kalau di minggu ini akan dilaporkan ke kami minggu depan,” tuturnya.

Menyikapi maraknya kasus DBD saat ini, Riza menyebut Dinkes Kalteng bertugas menyediakan logistik dan melatih para tenaga kesehatan (nakes) yang dapat menangani DBD di tiap daerah.

“Tiap tahunnya kami sudah melatih para nakes, termasuk pemegang program dan input data, mengatasi DBD ini juga merupakan tanggung jawab dari dinkes kabupaten/kota masing-masing,” tuturnya.

Penanganan kasus penyakit DBD memerlukan tindakan komprehensif. Dikatakannya, dinkes kabupaten/kota tidak tunduk ke dinkes provinsi, tetapi tunduk ke kepala daerah masing-masing. Karena itu, dinkes provinsi dan kabupaten/kota memiliki posisi saling bermitra dan berkoordinasi.

“Dinkes Provinsi Kalteng bertugas menyediakan logistik, misalnya untuk insektisida, abate, dan lain-lain. Kemudian yang melaksanakan penyelidikan epidemiologi atau fogging itu dinkes kabupaten/kota,” tandasnya.

Sementara itu, saat ini kasus DBD di wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat masih terjadi. Bahkan beberapa pasien didominasi anak-anak. Namun kinerja para petugas kesehatan dan pemerintah dalam melakukan penanganan mampu memberikan dampak positif.

“Kasus DBD memang masih terjadi di Kobar, tetapi trennya mulai menurun jumlah pasiennya. Mereka yang dirawat saat ini berjumlah 23 pasien,” kata Kabid Pengendalian Penyakit Dinkes Kobar Jhonferi Sidabalok.

Menurutnya, pihaknya juga terus melakukan pemantauan di beberapa wilayah, khususnya wilayah yang ada banyak pasien DBD. Sehingga perlu dilakukan tindakan mulai dari pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan penyelidikan epidomologi (PE). Bahkan saat ini upaya fogging terus dilakukan sesuai indikasi dan rekomendasi.

Pada sisi lain kesadaran masyarakat mulai meningkat, sehingga sangat membantu penurunan jumlah kasus. Salah satunya dengan selalu membersihkan lingkungan, sehingga mencegah berkembangbiaknya nyamuk pembawa virus DBD.

“Alhamdulilah masyarakat mampu memberikan upaya maksimal dalam melakukan tindakan pencegahan dini. Mereka terus memantau kebersihan lingkungan sekitar agar tidak menjadi sarang nyamuk,” ungkapnya. (dan/son/ce/ala)

Exit mobile version