Site icon KaltengPos

Satu Desa Lepas dari Kalteng, Kok Bisa?

ilustrasi: net

PALANGKA RAYA-Pesta demokrasi untuk memilih gubernur dan wakil gubernur pada 2020 lalu merupakan kali terakhir bagi warga Desa Dambung, Kecamatan Dusun Tengah menggunakan hak suaranya sebagai warga Kalimantan Tengah (Tengah). Pasalnya, desa yang berada di wilayah Kabupaten Barito Timur (Bartim) itu resmi lepas dari Kalteng. Secara adminitratif, Desa Dambung masuk wilayah Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).

Sebelum dinyatakan masuk wilayah Kalsel, Desa Dambung merupakan wilayah sengketa tapal batas antara Kalteng dan Kalsel. Alhasil, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengeluarkan aturan yang tertuang dalam Permendagri Nomor 40 Tahun 2018 tentang Tata Batas Antara Bartim dan Tabalong.

Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Kalteng Akhmad Husain mengatakan, sejak ditetapkan oleh Kemendagri, maka Desa Dambung telah resmi masuk wilayah Kalsel.

“Desa ini memang sebelumnya masih sengketa, tapi dengan dikeluarkannya permendagri terkait tata batas kedua provinsi, maka desa tersebut masuk ke wilayah Kalsel,” katanya saat diwawancarai di Kantor Gubernur Kalteng, Rabu (1/3).

Dari sisi formal, sejak dikeluarkannya permendagri itu, maka untuk pelaksanaan pilkada 2024 nanti, Desa Dambung sudah dikeluarkan dari data wilayah pemilihan Kalteng. Kode desa sudah dikeluarkan oleh Kemendagri.

“Artinya secara formal dan aturan, desa itu sudah bukan di wilayah Kalteng, meski demikian Pemerintah Kabupaten Barito Timur dan Pemprov Kalteng hingga saat ini masih melakukan upaya-upaya agar desa itu tetap milik Kalteng,” tuturnya.

Dikatakan Akhmad, KPU sudah menyatakan bahwa fakta lapangan ada masyarakat di wilayah Desa Dambung. Dengan demikian, terkait pelaksanaan pemilu nanti, masyarakat yang ada di wilayah ini tetap diberikan hak pilih apabila mereka mengantongi kartu tanda penduduk Kalteng.

“Bukan membangun TPS di desa itu, nanti TPS terdekat yang dialokasikan atau dikondisikan untuk tempat mereka mencoblos,” ungkapnya.

Pria yang juga menjabat Plt Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kalteng mengatakan, kehidupan bermasyarakat di Desa Dambung tidak bermasalah. Pihaknya berharap tidak ada potensi konflik saat pemilu nanti.

“Terkait potensi konflik, memang kami tidak memikir terlalu jauh, karena kami mengharapkan tidak ada potensi konflik di sana, jika arahnya mencermati potensi konflik, seolah-olah di sana ada masalah, kami tidak ke sana, karena kehidupan masyarakat sehari-hari aman-aman saja,” tutupnya.

Sementara itu, Bupati Bartim Ampera AY Mebas sudah lama dan secara tegas menolak Desa Dambung sebagai wilayah di Tabalong, Kalsel. Bahkan Pemkab Bartim telah melayangkan surat keberatan terkait terbitnya Permendagri Nomor 40 Tahun 2018 tentang Tata Batas Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan dan Kabupaten Bartim Timur, Kalimantan Tengah.

“Desa Dambung merupakan bagian dari Kabupaten Barito Timur, di sana juga masih ada pemdes dan BPD, apalagi Perda Nomor 14 Tahun 2007 tentang Pembentukan Desa Dambung belum dicabut,” tegas bupati saat diwawancarai Kalteng Pos, Selasa (28/2).

Orang nomor satu di kabupaten berjuluk Bumi Jari Janang Kalalawah itu membeberkan terkait upaya memperjuangkan Desa Dambung. Tim yang terdiri dari pemda, pemdes, dewan, dan perwakilan masyarakat tengah berkoordinasi ke Pemprov Kalteng, lalu berlanjut ke Jakarta.

“Kami sudah utus perwakilan dari masyarakat dan pemda ke Jakarta bertemu mendagri hari ini,” beber bupati, kemarin.

Bupati menambahkan, pemerintah daerah juga telah menyiapkan anggaran sebesar Rp1,5 miliar tahun ini untuk melanjutkan pembangunan infrastruktur jalan. Tahun sebelumnya telah dibangun jaringan listrik. Hal itu juga yang akan disampaikan ke Mendagri.

“Harapan besar kami, walaupun tidak seutuhnya, jangan sampai Desa Dambung hilang dari Kabupaten Barito Timur,” ungkap Bupati seraya menambahkan bahwa daerah telah menyiapkan anggaran jika diperlukan untuk upaya hukum.

Meski secara administratif saat ini Desa Dambung masuk wilayah Kabupaten Tabalong, lanjut bupati, tidak serta merta berdampak pada hak pilih warga desa itu.

“Pemilih bukan wilayah, tetapi warga yang terdaftar sebagai warga Bartim, mereka akan tetap difasilitasi menggunakan hak pilih di TPS terdekat,” ucap bupati.

DPT Desa Dambung masih digunakan pada pilkada 2018 dan pilgub 2019. Ada sekitar 30 kepala keluarga (KK). Namun para pemilih itu tidak lagi terakomodasi untuk pemilu 2024.

Sementara itu, Ketua KPU Kabupaten Bartim Andy Amyanu Gandrung menyampaikan, dalam data sinkronisasi yang diturunkan KPU RI, tidak ditemukan penduduk beralamat Desa Dambung.

“Baru pemilu 2024 tidak masuk (DPT, red), pemilu sebelumnya masih masuk,” terang Andy.

Ia menjelaskan, potensi daftar pemilih berdasarkan data pilgub 2020 sebanyak 84 pemilih. Untuk pemilu 2024 telah ditemukan di A-DP pemilu sebanyak 43 pemilih yang saat ini tersebar di Ampah Kota, Kalamus, Muara Awang, Murutuwu, Sumber Garunggung, dan Turan Amis.

Di sisi lain, Kades Dambung, Sante mengakui bahwa status wilayah desa yang dipimpinnya masih belum jelas. Ada dua versi. Ia mengakui bahwa dirinya merupakan kades definitif hingga 16 Agustus 2023 sebagaimana SK yang dikeluarkan Bupati Bartim.

“Polemik tata batas itu setelah keluarnya Permendagri 40/2018. Sekarang saya bersama masyarakat, pemda, dan sembilan anggota dewan menindaklanjuti setelah ada surat balasan dari Mensesneg terkait keberatan daerah. Hari ini kami ke Jakarta untuk menyampaikan aspirasi sekaligus meminta petunjuk serta arahan,” ucap Sante.

Warga Desa Dambung Memilih untuk Golput

Perihal polemik status wilayah, Kepala Desa Dambung Sante menyebut bahwa masyarakat di desa ini masih berharap wilayah desanya masuk daerah otoritas Pemerintah Provinsi Kalteng.

“Warga tetap berpegang teguh pada Kalteng, dari total warga sebanyak 157 orang, ada 105 orang yang ber-KTP Kalteng,” kata Sante.

Namun Sante belum bisa memastikan luas wilayah Desa Dambung, karena sampai saat ini belum ada data yang jelas terkait tata batas.

Selanjutnya mengenai kewenangan untuk partisipasi, Sante menyebut belum ada regulasi yang jelas bagi warga Desa Dambung untuk menyalurkan pilihan. Namun apabila TPS dibangun oleh KPU Kabupaten Tabalong, Sante memastikan bahwa warga Dambung akan menolak untuk memilih alias golput.

“Sampai saat ini belum ada ketentuan memilih di mana, walaupun nanti ada dari KPU Tabalong, kami akan tolak, warga Dambung lebih memilih untuk golput,” tegas Sante.

Sante juga menjelaskan bahwa Desa Dambung paling dekat dengan RT 6, Desa Sumber Garunggung, Kecamatan Dusun Tengah, Barito Timur. Namun akses menuju desa tersebut cukup sulit. “Untuk sementara jalan menuju RT 6 Sumber Garunggung memprihatinkan,” tegas Sante.

Tidak Bisa Bikin TPS di Desa Dambung

Anggota Divisi Perencanaan, Data, dan Informasi KPU Provinsi Kalteng Wawan Wiraatmaja mengatakan, Desa Dambung tidak terdapat dalam nomenklatur wilayah desa di Kabupaten Barito Timur. Karena itu, sesuai ketentuan, tidak ada pembentukan panitia pemungutan suara (PPS) yang semestinya dibentuk di tingkat desa/kelurahan. Dengan demikian jumlah desa/kelurahan di Provinsi Kalimantan Tengah berkurang dari 1.572 menjadi 1.571 desa/kelurahan, dengan jumlah kecamatan 136.

“Terkait Desa Dambung ini, KPU Kalteng telah beberapa kali melakukan koordinasi dan mendatangi Kementerian Dalam Negeri (Direktorat Jenderal Administrasi Kewilayahan) serta meminta petunjuk dari KPU RI, berdasarkan peraturan yang ada (Kepmendagri), maka tidak bisa dibentuk PPS di desa itu,” ucap wawan.

Menurutnya perihal batas wilayah tidak menjadi masalah, karena patokan daftar pemilih ada pada NIK dan KTP elektronik.

Disinggung soal Pemkab Bartim yang tidak ingin melepas Desa Dambung, menurut Wawan hal itu merupakan kewenangan pemerintah daerah untuk bersuara.

“Terkait ada beberapa warga Barito Timur yang bertempat di Desa Dambung, KPU setempat akan membuat TPS di sana, tapi tidak di Desa Dambung melainkan di desa terdekat untuk menfasilitasi warga Desa Dambung untuk berpartisipasi dalam pemilu,” tegasnya.

Sejauh ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalteng tengah melaksanakan tahapan pencocokan dan penelitian (coklit) untuk penyusunan daftar pemilih tetap (DPT) pemilu 2024. Tahapan ini dimulai 12 Februari lalu hingga 14 Maret. Kegiatan ini dilaksanakan serentak di 38 provinsi, 514 kabupaten/kota. Coklit dilakukan terhadap data pemilih yang diturunkan oleh KPU RI, yang merupakan hasil sinkronisasi antara daftar pemilih terakhir (hasil dari pemutakhiran data pemilih berkelanjutan) dan data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) yang berasal dari Kementerian Dalam Negeri.

Pemutakhiran data pemilih berkelanjutan (PDPB) adalah proses pembaharuan data pemilih yang dimutakhirkan oleh KPU berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT) pada pemilihan terakhir. Untuk Kalteng sendiri, pemilihan terakhir adalah Pilgub 2020 dan PDPB terakhir yakni pada September 2022.

Dalam DPT pilgub 2020 yang direkap di tingkat provinsi pada 18 Oktober 2020 lalu, jumlah pemilih sebanyak 1.698.449 orang. Pada data pemilih berkelanjutan (DPB) terakhir pada September 2022, Provinsi Kalteng memiliki 1.824.567 pemilih.

Ketua KPU Kalteng Harmain menyampaikan, kegiatan PDPB dimaksud untuk melakukan pemutakhiran dan memelihara data pemilih secara berkelanjutan, dengan memperhatikan data kependudukan sesuai ketentuan perundang-undangan. KPU kabupaten/kota kemudian melakukan pemutakhiran data pemilih secara berkala, berkoordinasi dengan instansi pemerintah daerah yang menangani administrasi kependudukan, kematian/pemakaman, maupun instansi terkait lain.

“Masyarakat juga dapat memberikan masukan dengan menghubungi KPU kabupaten/kota secara langsung atau melalui saluran komunikasi yang disediakan, PDPB berakhir dengan mulai dilaksanakannya pemutakhiran data pemilih untuk pemilu 2024, dengan diserahkannya DP4 pada 14 Oktober 2022 dari Mendagri ke KPU RI,” ucapnya, Sabtu (28/2).

DP4 pemilu 2024 berasal dari data kependudukan semester I tahun 2022 yang telah diverifikasi dan divalidasi oleh Ditjen Dukcapil Kemendagri. Kriteria penduduk yang masuk dalam DP4 adalah WNI berusia 17 tahun atau sudah kawin atau sudah pernah kawin. DP4 ini kemudian disinkronisasi dengan DPB terakhir oleh KPU RI dan didapatkan data 1.947.028 pemilih yang diterima oleh KPU Provinsi Kalteng.

Pada pemilu 2019, jumlah TPS di Kalteng sebanyak 8.079 TPS, dengan pemilih sebanyak 1.753.224. Jumlah pemilih tiap TPS maksimal 300 orang. Ketentuan maksimal sebenarnya membolehkan sampai 500 pemilih per TPS. Namun karena merupakan pemilihan serentak dengan 5 surat suara, termasuk pemilihan presiden dan wakil presiden, maka dibatasi menjadi 300 pemilih. Sedangkan pada pilgub 2020, jumlah TPS di Klateng sebanyak 6.045 TPS dengan jumlah pemilih 1.698.449 orang. Jumlah pemilih tiap TPS maksimal 500 orang, menyesuaikan kondisi pandemi Covid-19 saat itu. Sebenarnya ketentuan UU membolehkan hingga 800 pemilih per TPS.

“Untuk penyusunan DPT pemilu 2024, KPU Kalteng telah melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan restrukturisasi TPS di kabupaten/kota menyesuaikan kondisi yang ada di tiap daerah. DP4 sebanyak 1.947.028 pemilih, kemudian dipetakan ke dalam rencana TPS-TPS dengan melihat kondisi TPS pada pemilu 2019 dan 2020,” tutur Harmain.

Berdasarkan hasil restrukturisasi itu, didapatkan rencana TPS pada pemilu 2024 sebanyak 7.692 TPS, dengan memaksimalkan penempatan pemilih mendekati angka 300 pemilih per TPS. Kemudian dibentuk petugas pemutakhiran data pemilih (pantarlih) sebanyak 7.692 orang yang akan bekerja hingga akhir Maret 2023.

Ketentuan penempatan pemilih di TPS adalah dengan tidak menggabungkan pemilih di desa/kelurahan yang berbeda, tidak memisahkan pemilih dengan NKK yang sama, dan mendekatkan pemilih dengan rencana TPS. (abw/log/irj/ce/ala)

Exit mobile version