PALANGKA RAYA-Kerinduan peserta didik akan bangku belajar di sekolah tak lama lagi bisa terobati. Juli mendatang semua sekolah sudah melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan (prokes) secara ketat.
Kalteng yang kini sudah memasuki zona kuning memiliki asa dan semangat yang besar menyongsong PTM. Wacana memulai kembali ke giatan belajar mengajar dalam kelas ini membuat banyak pihak merasa was-was.
Meski demikian, Plt Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalteng Syaifudi mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi Kalteng melalui dinas pendidikan (disdik) tetap optimistis bahwa pembelajaran tatap muka terbatas akan terlaksana pada Juli 2021 mendatang.
“Kami tetap mengacu pada SKB empat menteri tentang pembelajaran tatap muka terbatas masa pandemi Covid-19. Harapannya bahwa pada Juli nanti, tanpa melihat status zona, semua sekolah sudah dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka,” kata Syaifudi kepada Kalteng Pos, Sabtu (1/5).
Dengan demikian, lanjutnya, pembelajaran bisa dilaksanakan dalam jaringan (daring) maupun luar jaringan (luring). Pembelajaran tatap muka minimal 50 persen. Selebihnya secara daring dari rumah.
“Melihat persiapan yang sudah dilakukan di Kalteng baik SMA, SMK dan SLB, maka kami sudah sangat optimistis sekolah bisa melaksanakan kegiatan belajar mengajar terbatas. Saat ini sekolah-sekolah sedang mempersiapkan itu. Bahkan saat ujian sekolah beberapa waktu lalu, sudah ada sekolah yang melaksanakannya secara tatap muka langsung,” terangnya.
Untuk itu, pemenuhan infrastruktur dan peningkatan protokol kesehatan juga terus didorong.
“Yang penting sekolah terlapor di dapodik dan mendapat dukungan orang tua/ wali serta dukungan lainnya,” ucapnya.
Sementara itu, optimisme menyongsong PTM pada Juli mendatang juga mengacu pada target vaksinasi guru, yang mana diharapkan pada akhir Juni nanti semua guru sudah divaksinasi. Sejauh ini, kata Syaifudi, untuk Kota Palangka Raya persentase vaksinasi bagi guru sudah 80 persen, meski ada beberapa guru yang baru akan melakukan vaksinasi karena berhalangan pada jadwal sebelumnya.
Sementara untuk data dari kabupaten/kota lainnya, sampai saat ini belum diterima pihaknya. Diprediksi persentasenya masih rendah dan diharapkan untuk terus ditingkatkan. Jadwal untuk vaksinasi peserta didik,tuturnya, sejauh ini belum ada pemberitahuan dari dinas terkait. Meski demikian, koordinasi terus dilakukan. Oleh karena itu, penerapan protokol kesehatan seperti selalu menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan dan lainnya harus tetap menjadi perhatian bersama.
“Dengan begitu akan dapat memutuskan rantai penyebaran virus corona di Kalteng serta menyelamatkan diri sendiri, keluarga, kerabat, dan masyarakat,” harapnya.
Pelaksanaan PTM yang rencanya dimulai pada Juli mendatang mendapat perhatian dari akademisi dan pemerhati pendidikan dari Universitas Palangka Raya (UPR). Dekan FKIP UPR Dr Natalina Asie MA berpendapat, rencana pemerintah untuk memulai kegiatan pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah pada Juli nanti harus diputuskan berdasarkan pertimbangan matang.
Hal penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah adalah menyangkut terjaminnya kesehatan semua peserta didik dan guru saat pembelajaran tatap muka di sekolah mulai dilakukan.
Selain soal kesiapan sekolah menerapkan protokol kesehatan secara ketat, juga harus diperhatikan terkait pembagian jumlah jam pelajaran serta berapa banyak jumlah murid yang bisa menerima pelajaran di satu kelas dalam satu waktu.
Menurut Natalina, ia bisa memahami keinginan pemerintah untuk memulai pembelajaran secara luring di sekolah. Namun, dirinya berharap sebelum kegiatan itu direalisasi, pemerintah harus memastikan seluruh kesiapan yang diperlukan di tiap sekolah.
“Peristiwa yang terjadi di India harus menjadi pelajaran untuk kita, jangan dianggap remeh, jangan sampai rencana memulai pembelajaran tatap muka di sekolah berubah menjadi sesuatu yang tidak baik buat kita,” ujarnya saat dibincangi via telepon, Jumat (30/4).
Natalina meyakini bahwa terkait kebijakan dimulainya pembelajaran tatap muka langsung, pihak-pihak pengambil kebijakan tidak gegabah dalam mengambil keputusan.
Dia pun memahami bahwa saat ini para peserta didik sudah merasa jenuh dengan model pembelajaran daring yang dilakukan sejak terjadinya pandemi. Apalagi model pembelajaran daring tidak sefleksibel dibandingkan pembelajaran tatap muka langsung di kelas.
“Murid yang mau bertanya pun mungkin dibatasi waktu, selain itu guru juga terbatas dalam memantau pergerakan anak didiknya, dan lainnya,” kata Natalina sembari menambahkan bahwa terlalu banyak kendala untuk pelaksanaan pembelajaran daring di wilayah perdesaan atau terpencil, seperti hambatan koneksi internet serta biaya yang harus dikeluarkan dianggap cukup besar.
“Jangan dikira pembelajaran dengan teknologi ini tidak memerlukan biaya, karena kita menggunakan jaringan internet, maka butuh biaya,” ujar Natalina yang mengaku dirinya tidak mengetahui apakah dalam kegiatan pembelajaran daring selama ini, para murid sudah memanfaatkan semua fasilitas yang diberikan oleh pemerintah.
Natalina menambahkan, kemampuan tiap anak didik dalam memahami materi pelajaran tidaklah sama. Ada siswa yang bisa memahami pelajaran bila dbimbing langsung oleh guru.
Ada juga siswa yang bisa terampil dan kreatif memanfaatkan waktunya untuk belanjar dan memahami pelajaran secara mandiri. (nue/sja/ce/ala)