Site icon KaltengPos

68 Perusahaan Tunggak Bayar Pajak Air Permukaan

ilustrasi/ kaltengonline.com

PALANGKA RAYA-Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Kalteng membeberkan, bahwa ada puluhan perusahaan yang menunggak pembayaran pajak air permukaan. Dari 238 perusahaan yang tercatat, 68 perusahaan belum menjalankan kewajiban. Hal tersebut disampaikan Plt Bapenda Kalteng Anang Dirjo.

“Yang menunggak itu karena beberapa alasan. Ada yang karena masih dalam proses, izin belum keluar dan juga perusahaan yang sudah tidak berjalan,” kata Anang Dirjo kepada Kalteng Pos, Selasa (5/4).

Padahal sesuai aturan, setiap perusahaan yang beroperasi di Bumi Tambun Bungai dan menggunakan air permukaan, maka punya kewajiban untuk  membayar pajak. Artinya, harus membayar pajak melalui pemerintah daerah.

Ditambahkan Anang Dirjo, 238 perusahaan yang terdata beroperasi di Kalteng ini bergerak di sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan lainnya. Walaupun tidak semua perusahaan menggunakan air permukaan.Ada jangka waktu yang diberikan pemerintah provinsi setelah pelaksanaan inventarisasi ke lapangan. Jika perusahaan tidak berjalan atau tidak aktif lagi, maka bisa diketahui melalui inventarisasi.

Sementara untuk perusahaan yang masih aktif, akan ditagih pembayaran pajaknya. Upaya yang bisa dilakukan Bapenda berupa inventarisasi lapangan bersama UPT di 14 kabupaten/kota, sehingga bisa diketahui alasan perusahaan menunggak pembayaran pajak.Tarif pajak air permukaan yang berlaku di Kalteng memang sangat rendah dibandingkan daerah lain.

Target 1,4 miliar rupiah per tahun dari 238 perusahaan. Tarif yang dikenakan hanya Rp20 rupiah. Sementara di daerah lain dikenakan tarif Rp200-500 per kubik.Karena itu, kemarin pihak Bapenda mencoba mengubah perda terkait pungutan pajak ini. Terhitung 1 April 2022 telah diberlakukan tarif baru untuk pajak air permukaan, yakni Rp200-500. Namun penarikan tarif ini juga bergantung pada kualitas air perusahaan.

Anang mengatakan, secara umum kesadaran wajib pajak di Kalteng untuk membayar pajak sudah bagus. Namun kondisi geografis Kalteng membuat para wajib pajak kesulitan untuk membayar. Ia mencontohkan, ada warga dari daerah pedalaman yang punya niat membayar pajak senilai Rp200-300 ribu. Akan tetapi, biaya transportasi dan lainnya justru mencapai jutaan rupiah.

Inilah salah satu alasan mereka untuk malas membayar pajak. Biaya transportasi dan lainnya justru lebih besar dari nilai pajak yang akan dibayarkan. “Karena itu, ke depannya kami berencana menerapkan sistem jemput bola,” terangnya.

Sebelumnya Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran tak henti-hentinya mengimbau masyarakat Kalteng agar taat membayar pajak.  Dengan membayar pajak, maka masyarakat bisa berkontribusi dalam upaya membangun Bumi Tambun Bungai di sektor sektor, seperti infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan perekonomian. Semua itu demi mewujudkan Kalteng yang lebih BERKAH (bermartabat, elok, religius, kuat, amanah, dan har-monis).

Apabila masyarakat rutin membayar pajak, maka masyarakat sendirilah yang akan menikmati hasilnya. Karena semua pembangunan yang dilakukan pemerintah, dananya bersumber dari pajak yang dibayar masyarakat. Dengan taat membayar pajak, maka kita ikut berpartisipasi membangun Kalteng ini, agar lebih maju dan bisa bersaing dengan daerah lain. (nue/ce/ala)

Exit mobile version