MENJADI salah satu masjid tertua yang dibangun di Kabupaten Lamandau, Masjid Miftahul Jannah tentunya memiliki benda bersejarah yang menjadi saksi peradaban Islam di Kabupaten yang Bumi Bahaun Bakuba. Salah satu benda bersejarah yang masih ditemui di masjid tersebut adalah Bedug, Tiang Bendara, dan Menara Masjid yang terletak di tengah-tengah tiang penyangga masjid.
Bangunan masjid yang identik dengan bangunan pada zaman dulu, tersebut berbentuk limas segi empat dengan dihiasi corak warna putih-hiijau.
Ketua Pengurus Masjid Miftahul Jannah Ilham, didampingi Murni yang juga Keturunan dari Saudagar Ahmad pendiri masjid Miftahul Jannah, Murni, menuturkan, saat awal dibangunnya masjid, saat itu hanya berukuran 12×12 yang terdiri dari 4 tiang penyangga dan 1 tiang penyangga utama di bagian tengah yang semuanya terbuat dari balok kayu ulin berukuran 20×20 centimeter.
“Dulu masjid ini masih bangunan panggung, karena saat itu letak masjid berada tepat di pinggiran sungai, dan sering banjir, sehingga mengharuskan masjid dibangun tinggi dengan menggunakan struktur rumah panggung,” ujar Ketua Pengurus Masjid Miftahul Jannah, Ilham, saat menceritakan sejarah pembangunan masjid, kepada Kalteng Pos.
Ilham sendri mangkuk,kalau dirinya merupakan cucu dari keturunan saudagar Ahmad, Ia menceritakan masa kecilnya saat itu, diketahui bahwa kondisi masih masjid sudah mengalami perbaikan serta perluasan bangunan.
“Sepengetahuan saya ada dua perbaikan, namun itu tidak mengurangi komponen bangunan masjid, justru untuk menambah (disempurnakan/diperluas), karena saat dibangun awal belum ada dinding dan masjid tidak bisa menampung banyak jemaah” jelasnya.
Selanjutnya setelah saudagar Ahmad meninggal, pembangunan ini terus ditingkatkan bahkan diperluas, diantaranya ada bangunan menara yang terletak di tengah masjid, menariknya bagian tengah masjid terdapat anak tangga yang sengaja dibuat untuk akses naik keatas puncak masjid.
“Jadi dulu, sebelumnya adanya michrophone, adzan dikumandangkan dari atas menara, kita harus naik dulu ke manara masjid, kemudian adzan baru bisa dikumandangkan,” kata Murni menambahkan.
Seiring berjalannya waktu pembangunan masjid terus dilakukan oleh para keluarga saudagar Ahmad, ini dilakukan agar bisa menampung lebih banyak jamaah, hal ini menyusul terus meningkatnya penduduk muslim yang bermukim di wilayah pinggiran Sungai Lamandau tersebut.
“Sekitar tahun 1964 masjid mulai diperluas, dan secara bertahap dibangun pagar dan dinding beton, dan tiang-tiang masjid yang dulunya masih menggunakan kayu ulin diperkuat dengan lapisan beton,” tukasnya.
Saat ini bangunan masjid sudah dipeluas bahankan bebarapa lahan milik warga sekitar sudah dibeli untuk keperluan perluasan masjid dengan dilengkapi teras masjid, tempat parkir, tempat wudhu, bahkan masjid saat ini sudah memiliki TPA yang bangunannya berada tepat di samping kiri masjid Miftahul Jannah.
“Alhamdulillah saat ini Masjid Miftahul Jannah terus berkembang, luasan bangunan yang sebelumnya 12×12 saat ini sudah diperbesar menjadi 18×18, luasan tersebut belum termasuk teras masjid yang lebarnya 3×3 meter. Sedangkan luas lahan sekitar 60×60 m termasuk lahan parkir untuk jamaah masjid,” imbuhnya. (bersambung/ala/ko)