Site icon KaltengPos

Era Sugianto Sabran, APBD Terus Meningkat

H Sugianto Sabran

PALANGKA RAYA-H Sugianto Sabran SIP berhasil menorehkan sejarah dalam memimpin pemerintahan. Dari tahun ke tahun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kalteng mengalami lonjakan sangat signifikan. Dari angka Rp3,7 triliun pada tahun 2015 lalu, kini sudah menyentuh angka Rp8,7 triliun.

Capaian peningkatakan APBD tersebut dipaparkan Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran pada acara halalbihalal pemprov sekaligus ekspose capaian pembangunan di Aula Jayang Tingang, Kamis (2/5).  Dikatakan gubernur, pembangunan di Kalteng telah menunjukkan berbagai capaian positif. Begitu pula dengan pengoptimalan pendapatan asli daerah (PAD) hingga memberikan hasil yang cukup baik.

“Saat kami dilantik, APBD berada di angka Rp3 triliun lebih, sekarang tahun 2024 sudah menyentuh Rp8,7 triliun lebih, insyaallah bisa terus meningkat, sebetulnya bisa berada di angka hampir menyentuh Rp10 triliun, tapi ini butuh korporasi hitungan yang pas, karena penggunaan keuangan itu harus ada uangnya,” kata Sugianto Sabran.

“Jadi sebetulnya kita sudah bisa menyentuh di angka Rp10 triliun sama dengan Kalsel,” tambahnya.

Sugianto berharap perkembangan APBD tersebut dapat dimanfaatkan dengan tepat sasaran sehingga lebih efisiensi dari sisi penggunaan anggaran.

Menjelang umur Kalteng ke-67 tahun, ia berharap pembangunan di daerah ini dapat terus berkembang. “Kalteng ini masih tertinggal dari daerah-daerah lain, masih jauh dari daerah lain,” katanya.

Menurut penuturan gubernur, pencapaian secara regional Kalteng memang tertinggi di Kalimantan. Namun untuk pendapatan per kapita, Kalteng masih kalah dari Kalimantan Timur. Oleh karena itu, gubernur menegaskan kepada seluruh kepala daerah di Kalteng agar mengubah kualitas pembangunan di daerah masing-masing.

Melihat capaian itu, Ketua Komisi I DPRD Bidang Hukum, Pemerintahan dan Keuangan DPRD Kalteng, Yohannes Freddy Ering, M.Si memberi apresiasi. Menurutnya capaian positif itu menggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan pendapatan daerah terus meningkat tiap tahun.

Kenaikan jumlah APBD itu tentunya merupakan pencapaian yang luar biasa. Meski dengan kondisi tantangan pembangunan yang masih terjadi di daerah Kalteng dalam hal infrastruktur, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Kendati demikian, semua pihak tentu akan terus berusaha meningkatkan PAD untuk dapat memenuhi prioritas dan target-target pembangunan.

“Kalau untuk tahun 2024 ini, kenaikan belanja daerah cukup signifikan. Namun dalam hal pembangunan masih perlu anggaran yang cukup besar dalam rangka menuntaskan program infrastruktur di Kalteng,” ujarnya kepada Kalteng Pos, Minggu (5/5).

Menurutnya, APBD sebaiknya dimaksimalkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Termasuk di antaranya membuka keterisolasian wilayah akibat belum tersedianya akses jalan dan jembatan di sejumlah daerah. Namun ia menyadari bahwa Kalteng merupakan wilayah yang sangat luas. Tidaklah mudah untuk menggenjot peningkatan pembangunan infrastruktur.

Sementara itu, selain karena PAD dari pajak dan retribusi, Dana Bagi Hasil (DBH) juga bisa terserap masuk dalam APBD, baik dari pemerintah pusat maupun dari hasil sumber daya alam seperti perkebunan, kehutanan, dan pertambangan yang diakuinya meningkat dari tahun ke tahun. Menurutnya sejauh ini penggunaan APBD sudah berjalan baik, termasuk kualitas pelaksanaan anggaran secara fisik maupun nonfisik yang diakui makin lama makin baik.

“Saya kira pemerintah provinsi maupun kabupaten sangat terikat dengan aturan-aturan dalam rangka pengelolaan anggaran APBD. Standar akuntansi pemerintah dan standar pengelolaan anggaran daerah sudah terpola. Ada pedoman baku dari pemerintah pusat, sehingga penggunaan anggaran mengikuti pedoman dan diawasi ketat. Termasuk pengawasan dari DPRD dan pengawasan fungsional lain. Sehingga potensi-potensi penyimpangan anggaran, korupsi, dan sebagainya makin dipersempit ruangnya,” imbuh Freddy.

Dalam penggunaan APBD tahun anggaran 2024 ini, pihaknya mendesak pemerintah daerah agar pelaksanaan anggaran bisa lebih cepat, baik dalam proses administrasi maupun regulasi. Dengan begitu, penyerapan anggaran bisa sesuai dengan target waktu. Ia menegaskan, jangan sampai realisasi anggaran terlalu lama, yang pada akhirnya akan berdampak negatif pada penyerapan anggaran itu sendiri.

“Sehingga akhir tahun anggaran terjadi penumpukan SILPA dan lain-lain, itu tidak bagus dalam hal kinerja maupun tata kelola keuangan dan anggaran, termasuk pelaksanaan anggaran di provinsi agar makin baik dari tahun ke tahun,” tukasnya.

Sementara itu, peningkatan APBD ini perlu dialokasikan untuk mengembangkan sektor-sektor pembangunan penting, di samping terus memperketat pengawasan penggunaan anggaran. Direktur Eksekutif Barometer Kebijakan Publik dan Politik Daerah (Bajakah) Institute, Farid Zaky Yopiannor berpendapat, dilihat dari kacamata pembangunan, peningkatan APBD merupakan capaian positif. Meningkatnya APBD merupakan amunisi bagi pemerintahan di bawah kepemimpinan Gubernur Sugianto Sabran khususnya pada penghujung masa kepemimpinan, karena menjadi modal bagus untuk membuat legacy (warisan) di akhir periodenya.

“Saya melihat hal itu sudah dilakukan, seperti penataan Bundaran Besar, pembangunan RSUD Hanau, dan sebagainya, saya kira langkah itu sudah tepat, kebijakan itu juga strategis untuk Kalteng ke depan,” ungkap Zaky kepada Kalteng Pos, Minggu (5/5).

Pada akhir masa jabatan seorang kepala daerah, menurut Zaky ada banyak godaan yang mengikuti. Apalagi saat ini Kalteng memasuki tahun-tahun pemilihan kepala daerah (pilkada). Perlu diamati bagaimana serapan anggaran pembangunan di beberapa kabupaten/kota di tengah proses pilkada.

“Ini bisa menyedot perhatian publik kalau ada yang janggal dalam penggunaan anggaran. Apalagi kita melihat saat ini ada pejabat eselon (PNS, red) yang mendeklarasikan diri untuk maju pilkada,” sebutnya.

Menurut dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dari Universitas Muhammadiyah Palangkaraya itu, politik anggaran adalah suatu keniscayaan, mengingat sistem pemerintahan di Indonesia selalu punya celah antara dimensi etis dan pragmatis. Maka dari itu, secara struktural perlu optimalisasi perangkat pengawasan, seperti Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Inspektorat, dan unsur Kejaksaan.

Pengawasan juga sebaiknya tidak hanya tugas dari lembaga struktural, tetapi juga seluruh elemen publik, termasuk masyarakat. Salah satu sikap yang belum membudaya di Indonesia adalah kritis terhadap pemerintah, termasuk secara aktif mengawasi penggunaan anggaran.

“Keterlibatan publik dalam pengawasan penggunaan anggaran sangat penting, dengan catatan masyarakat bisa mengakses informasi publik secara bebas melalui sistem pemerintahan yang transparan,” tuturnya.

Peningkatan APBD merupakan capaian yang positif. Akan tetapi, peningkatan ini hendaknya tidak mengandalkan sektor bisnis sumber daya alam (SDA). Pemerintah harus jeli melihat berbagai potensi pendapatan daerah pada sektor-sektor bisnis yang lebih sustainable atau berkelanjutan.

“Maka dari itu creativity of leadership penting. Kreativitas kepemimpinan untuk menggali sektor-sektor sumber pendapatan dan kapasitas komunikasi lintas sektor agar dapat mengoptimalkan CSR. Saatnya Kalteng tidak dininabobokan oleh APBD yang didapat dominan dari sektor SDA, karena cenderung kurang sustainable, ongkos sosialnya juga besar seperti kerusakan lingkungan dan lain-lain,” pungkasnya.

Sejalan dengan itu, ekonom Fitria Husnatarina mengatakan, memang pendapatan daerah akan terus meningkat secara simultan tiap tahunnya. Hal itu berbanding lurus dengan belanja daerah yang meningkat dari sektor-sektor strategis. Kemampuan untuk mengoptimalisasikan PAD juga meningkat. Pemerintah perlu mendukung pengembangan sektor strategis dalam konteks jangka panjang. Salah satunya mempertimbangkan eksisnya ibu kota negara (IKN) di Kalimantan Timur.

“Kalteng ke depan mimpinya seperti apa, ada IKN. 2025-2045 Kalteng ingin menjadi bagian dari struktur dan fondasi pangan IKN, industri IKN, ini bukan hal yang bisa diwujudkan hanya dalam satu sampai dua tahun,” sebutnya, Minggu (5/5).

Menurut Fitria, pemerintah perlu memfokuskan pembangunan di wilayah tengah Kalteng. Wilayah itu memiliki potensi bisnis pada sektor-sektor yang berkelanjutan. Beberapa di antaranya seperti peningkatan sektor pendidikan, perdagangan, bagian dari rantai pasok, distribusi pangan dan barang, serta peningkatan kapasitas ekowisata. Semua itu bagian dari kluster tengah.

“Klaster ekonomi wilayah barat dan timur kan perkebunan dan tambang, perlu ditingkatkan juga sektor perikanan. Kapuas dan Pulpis ada food estate untuk peningkatan kualifikasi industri pangan. Pembangunan ini tidak lepas dari fondasi infrastruktur untuk membuka jalur distribusi,” ujarnya seraya menyebut bahwa Kalteng masih jauh dari upaya tersebut. (zia/dan/ovi/ce/ala)

Exit mobile version