Site icon KaltengPos

PPDB SMA Bermasalah

MINIM PESERTA DIDIK: Siswa kelas XI MIPA SMAN 2 Buntok saat mengikuti pembelajaran, Senin pagi (5/8/2024). Jumlah peserta didik baru di sekolah ini terus menurun tiap tahun.

Kesenjangan Mencolok, Masih Ada Stigma Sekolah Favorit 

BUNTOK-Proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) tingkat SMA tahun ajaran 2024/2025 ternyata menuai masalah. Banyak aduan kepada wakil rakyat di DPRD Kalteng terkait adanya ketimpangan jumlah peserta didik baru antarsekolah. Kesenjangan mencolok terlihat di SMAN 1 Buntok dan SMAN 2 Buntok. Jumlah peserta didik yang diterima kedua sekolah itu jauh berbeda.

Berdasarkan pantauan Kalteng Pos, Senin pagi (5/8/2024), SMAN 1 Buntok yang dianggap sebagai sekolah favorit di ibu kota Kabupaten Barito Selatan (Barsel) tersebut tampak sangat ramai. Wajar saja, karena pada tahun ajaran 2024/2025, SMAN 1 Buntok menerima 268 peserta didik baru. Pemandangan terbalik terlihat di SMAN 2 Buntok. Sekolah tersebut tahun ini hanya memiliki 26 peserta didik baru. Tidak seramai SMAN 1 Buntok. Bahkan di ruang kelas XI MIPA hanya diisi oleh 7 siswa. Padahal masih banyak ruang kelas yang tidak terpakai.

Kepala SMAN 2 Buntok Mukhlis SPd mengaku baru diangkat menjadi kepala di sekolah itu tiga bulan lalu. Adanya perbedaan yang mencolok dengan sekolah tetangga serta kurangnya minat para orang tua untuk menyekolahkan anak mereka di sekolah yang dipimpinnya itu tidak dibantah Mukhlis. Bahkan ia menyebut, sejak 2017 lalu jumlah peserta didik baru kian menurun.

“Menurunnya peminat di sekolah kami juga terlihat saat penerimaan siswa baru tahun ini, hanya ada 26 siswa dari permintaan 6 ruangan yang bisa menampung 200 lebih siswa. Kami akui kesenjangan itu ada. Namun itu adalah pilihan para orang tua siswa. Nama besar SMA 1 Buntok patut diakui juga, sehingga menjadi favorit peserta didik,” ungkap Mukhils kepada Kalteng Pos, kemarin.

Tugas berat menanti Mukhlis. Sebagai kepala SMAN 2 Buntok yang baru, ia dituntut untuk bisa mengubah dan mengangkat kembali sekolah tersebut dari keterpurukan, supaya bisa bersaing lagi dengan sekolah-sekolah lain, seperti SMAN 1 dan SMK 1 Buntok yang banyak diminati siswa. Tantangannya saat ini adalah bagaimana membuat sekolah yang dipimpinnya itu bisa diminati, sekaligus mengubah image sekolah dari dalam maupun luar.

“Ini menjadi tugas berat baik saya dan guru-guru yang punya semangat juang untuk memulihkan lagi minat siswa di tahun mendatang, agar bisa membangun kepercayaan orang tua untuk menitipkan anak mereka menempuh pendidikan di sini, bahkan kami sempat semangat karena lumayan banyak yang berminat,” tuturnya.

Meski SMAN 2 dalam kondisi terpuruk, bahkan terancam tutup, Mukhlis dan rekan-rekan guru tetap bersemangat. Walau tahun ini hanya ada 26 siswa baru, tetapi mereka tidak putus asa. Pihak sekolah berencana memulai program baru tahun depan untuk bisa menjaring minat calon siswa baru. Salah satunya dengan mengaktifkan kembali ekstrakulikuler.

“Apabila nanti semuanya memadai, bahkan semua ekskul diaktifkan, tetapi kami tetap melihat seberapa banyak peminat, karena percuma saja banyak ekskul tetapi minat tetap menurun. Kami juga sudah meminta masukan dari dinas terkait. Meskipun sulit, kami tetap percaya sekolah ini bisa bersaing, walau dikatakan jauh dari kata mungkin,” tuturnya.

Sementara itu, salah satu siswi kelas XI mengungkapkan ketertarikannya memilih SMAN 2 Buntok sebagai tempat menimba ilmu. Menurutnya, favorit atau tidak suatu sekolah tergantung pada siswa sendiri. Perasaan nyaman dan ketenangan dalam belajar juga menjadi salah satu alasan.

“Memang sekolahnya sepi, itu benar, tapi dari awal saya memilih sekolah ini bukan karena bagus tidak, ramai tidak, apalagi favorit atau tidak, percuma juga kalau ramai tetapi tidak bisa beradaptasi, dengan sedikitnya siswa setidaknya bisa fokus belajar. Saya yakin pihak sekolah pasti punya jalan keluar supaya sekolah ini jadi ramai lagi, meski ada banyak keterbatasan, tetapi saya tetap bangga dengan sekolah yang saya pilih ini,” ungkapnya.

Menanggapi ketimpangan di sektor pendidikan ini, Kepala Bidang PSMA Dinas Pendidikan (Disdik) Kalteng Safrudin menjelaskan, kesenjangan tersebut terletak pada sarana prasarana kedua sekolah yang berbeda. Sehingga selama bertahun-tahun ada perbedaan signifikan dalam jumlah siswa baru yang terima.

“Memang kita akui ada kesenjangan, baik sapras maupun tenaga pendidiknya, yang membuat SMAN 2 Buntok kurang diminati. Selama ini kami sudah berusaha membangun sapras SMA Negeri 2 Buntok, dan sejauh ini terus ada peningkatan,” tutur Safrudin kepada Kalteng Pos, Senin (5/8/2024).

Safrudin menjelaskan, selain karena dipengaruhi minat para calon siswa, faktor lain adalah kerena jarak ketiga sekolah tersebut cukup dekat. Sebagai upaya untuk menghidupkan kembali SMAN 2 Buntok, kepala sekolahnya diganti. Tindakan itu diambil, dengan harapan ada perubahan ke arah lebih baik.

Ia mengaku jumlah rombongan belajar (rombel) untuk kedua sekolah tersebut telah diatur. SMA Negeri 1 Buntok diatur untuk mampu menerima 8 rombel, dengan tiap rombel diisi 36 siswa. Sedangkan untuk SMA Negeri 2 Buntok diatur untuk menerima tidak lebih dari 6 rombel.

“Perihal rombel, sebenarnya SMA Negeri 1 Buntok belum melewati batas, karena masih ada kuotanya. Selain karena sarpras yang berbeda, stigma masyarakat juga terbangun bahwa SMA Negeri 1 Buntok lebih maju,” ucapnya.

Pada PPDB tahun berikut, pihaknya berjanji akan memperbaiki rombel yang berlaku. Pihaknya akan mengurangi jumlah rombel di SMAN 1 Buntok, agar masyarakat bisa melirik peluang di SMAN 2 Buntok.

“Kami akan kurangi kuota yang diterima SMAN 1 Buntok, supaya SMA 2 Buntok bisa lebih banyak menerima siswa, agar kedua sekolah tersebut bisa lebih hidup,” tegasnya.

Selain itu pihaknya juga akan melakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), untuk meningkatkan kualitas sekolah. Walau secara kemampuan, kualitas guru di SMAN 2 Buntok tidak kalah dari sekolah lainnya.

“Yang pasti semuanya akan kami kaji, memperbaiki sistemnya dan melakukan peningkatan kualitas khususnya untuk SMA Negeri 2 Buntok,” tegasnya.

Safrudin juga berterima kasih kepada Ketua Komisi III DPRD Kalteng yang telah mengkritisi keberlangsungan SMA yang ada di Kalteng.

Terpisah, pemerhati pendidikan Slamet Winaryo berpendapat, salah satu persoalan masih banyaknya orang tua siswa yang menyekolahkan anak mereka di sekolah-sekolah tertentu, karena sekolah itu dianggap favorit. Orang tua rela menyekolahkan anak jauh-jauh demi mengejar fasilitas pendidikan yang dianggap lebih memadai.

“Kenapa bisa terjadi kekurangan di beberapa sekolah? Menurut saya mungkin karena masyarakat tidak mau anaknya dipaksakan sekolah di sekolah-sekolah tertentu,” ungkap dosen program studi manajemen pendidikan (MP) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UPR, Senin (5/7/2024).

Penyebab utama dari itu adalah masih melekatnya stigma di masyarakat, bahwa sekolah tertentu belum favorit dan tidak punya fasilitas lengkap. Maka dari itu, pemerintah perlu membangun kepercayaan masyarakat bahwa semua sekolah sudah memiliki kualitas yang baik dan setara dengan sekolah lain yang dianggap favorit.

“Sekolah-sekolah yang sudah tercukupi atau sangat diminati tadi, perlu didorong untuk dibatasi dahulu dengan masyarakat di zona itu, karena jumlah paling tinggi 36 rombongan belajar, jangan lebih dari itu, supaya tertampung di sekolah lain,” tuturnya.

Ketua Badan Akreditasi Nasional PDM Provinsi Kalteng itu mengakui ada kendala dalam penerapan sistem PPDB zonasi. Salah satunya adalah branding sekolah favorit terhadap sekolah-sekolah tertentu. Menurutnya perlu dihapus branding sekolah favorit.

Meski demikian, ia tidak menampik terdapat indikator berupa akreditasi yang mencerminkan kualitas suatu sekolah. Maka dari itu, di samping pemerintah berperan menghapus stigma sekolah favorit, sekolah juga perlu terus meningkatkan akreditasi.

“Tidak ada lagi sekolah favorit, itu hanya sebutan dari masyarakat, makanya perlu sosialisasi kepada masyarakat. Pihak sekolah juga harus berjuang meningkatkan akreditasi sekolahnya, yang awalnya C jadi B, yang B bisa jadi A,” pungkasnya. (ena/irj/dan/zia/ce/ala)

 

Exit mobile version