Site icon KaltengPos

Di Mana Kaki Berpijak, Ethek..Ethek.. Ethek..Ethek.. Ethek!

Dua minggu terakhir anak-anak demam dengan mainan bernama lato-lato. Siapa sangka mainan dengan sepasang bandul sederhana yang sudah ada sejak dekade 90-an itu kemudian kembali digandrungi di era milenial.

BARU bangun tidur, sudah terdengar ethek.. ethek.. ethek.. ethek.. ethek!  Keluar rumah, mampir warung, ethek..ethek..ethek..ethek.. ethek. Di mana kaki kita berpijak, selalu mendengar bunyi itu. Hari-hari kita tak bisa lepas dari suara ethek..ethek..ethek..ethek.. ethek.. yang menyeruak ke telinga.

Demam lato-lato kini viral dimana-mana. Bukan tidak hanya anak-anak saja, orang dewasapun ikut memainkan permainan tersebut. Lato-lato ini merupakan permainan tradisional yang tren pada 1990-an.

Lato-lato dimainkan dengan cara menggoyang-goyangkan ke atas dan ke bawah tali yang menggantung kedua bandul. Ketika kedua bandul mulai secara sempurna bersentuhan bolak-balik, suara khas pun keluar.

Anak-anak usia sekolah sangat senang memainkannya. Sebagian dari mereka mengaku memainkan lato-lato dapat menjadi kegiatan untuk mengisi waktu senggang selain dengan bermain ponsel pintarnya. Sebagian lainnya juga mengaku menyenangi permainan lato-lato karena punya sensasi tersendiri ketika memainkannya.

Ahmad Revaldi, anak usia sembilan tahun yang sedang duduk di kelas IV SD Negeri 6 Panarung, mengaku sering memainkan lato-lato untuk mengisi waktu luang. Selain bermain gawai, lanjut Revaldi, ia juga memainkan lato-lato. Kadang sendiri, kadang bersama teman-teman.

“Kalau main lato-lato biasanya bersama teman-teman, di sekolahan ketika jam istirahat, kalau jam kosong juga saya mainkan, di rumah selain bermain ponsel saya juga bermain lato-lato, sendirian atau sama teman-teman se-kompleks,” beber Revaldi saat bercerita dengan Kalteng Pos, Sabtu (7/1/2023).

Revaldi menyebut ia mengetahui mainan lato-lato saat tidak sengaja bermain media sosial dan melihat banyak orang memainkan mainan itu. Ada banyak sekali orang yang memainkan itu dan berseliweran di internet. Karena itu, ia pun mulai penasaran dan mencari-cari toko terdekat yang menjual lato-lato, gayung bersambut, tak berapa lama ia berpikir rupanya di dekat rumahnya terdapat toko mainan yang juga menjual latto-latto, akhirnya ia pun membeli di toko itu.

“Saya tahu dari tiktok, juga ada teman saya yang main itu, saya tanya teman dia beli di mana, katanya tokonya ada di Mendawai VII, akhirnya saya ikut beli juga, lato-lato yang saya beli ini seharga 12 ribu rupiah,” ungkap Revaldi sambil sibuk memperlihatkan latto-latto berwarna hitam miliknya.

Di tempat berbeda, kedua anak bernama Pipin (12) dan Rafael (11), tengah asyik memainkan lato-lato. Keduanya sedang duduk di kelas enam SD Swasta 2 Kristen Palangka Raya. Bunyi ethek-ethek terdengar mendesing nyaring, sembari lato-lato dari masing-masing milik keduanya dimainkan, saling bersahut-sahutan, terdengar sedikit cerita tentang keseharian mereka. Cerita yang mengiringi bunyi ethek-ethek itu begitu ceplas-ceplos dan membumi. Celotehan khas anak-anak.

“Kemarin si Fahrul sudah jago loh main lato-lato, padahal baru beberapa kali ia main,” tutur Pipin.

“Iya, anak satu itu memang jago, dia kan sering main, di mana-mana dia main, pas sekolah di jam istirahat, di panti, pas mau makan, mau tidur, dia main terus, tek ketek ketek, nggak ingat waktu,” celetuk Rafael ceplas-ceplos, sembari menirukan bunyi lato-lato.

“Padahal kita juga bisa kayak Fahrul, tapi kan sebenarnya ibu panti marah kalau kita main nggak ingat waktu kayak dia, ini cuman buat ngisi waktu senggang, giliran waktunya bermain kita main di waktu senggang, giliran belajar saatnya kita tinggalkan permainan itu,” ujar Pipin mengingatkan kawan karibnya.

“Benar juga ya apa katamu, tapi ayo kita lanjut main lagi, mumpung sedang nggak sekolah dan sekarang ada waktu senggang,” balas Rafael sembari tertawa kecil sambil mengayun-ayunkan latto-latto miliknya dengan lebih keras.

Meski demikian, Pipin mengaku pernah sesekali salah memainkan lato-lato. Bandul sempat mengenai lengannya dan membuat lengannya membiru. “Pernah waktu itu saya terlalu keras mainnya, sampai-sampai bulatannya (bandul, red), kena tangan saya,” bebernya.

Sementara itu, Daniel Susanto sebagai orang tua yang anaknya juga bermain lato-lato juga berpendapat bahwa permainan viral ini memiliki dampak positif dan negatif. Positifnya, permainan ini dapat melatih fokus anak dan mengajarkan anak kesabaran serta ketekunan.

“Lato-lato ini mainan berdasarkan ilmu fisika yakni bandul berayun, yang berarti sudut datang sama dengan sudut pantul, ada aksi dan reaksi. Kalau anak sudah beranjak besar bisa dipakai sebagai alat peraga dalam mengajarkan ilmu fisika,” ucapnya.

Dampak negatifnya, anak belum bisa mengontrol emosinya, khawatirnya mainan tersebut dilempar sembarangan. “Berisiko melukai teman atau dapat merusak barang-barang di sekitarnya, selain itu juga bisa dijadikan media untuk berkelahi,” katanya saat dibincangi, Jumat (6/1/2023).

Sebagai orang tua, tentu ia juga merasa khawatir jika anak laki-lakinya yang berusia delaoan tahun ini berlebihan bermain lato-lato, karena bisa saja nantinya lupa wakt belajar, istirahat dan makan. Selain itu juga khawatir anak menjadi bahan bullying temannya, karena belum mahir memainkan permainan itu.

“Sesekali jika ada waktu kami ikut mendampingi anak bermain lato-lato ini, untuk anak kedua saya yang masih berusia tiga tahun tentu saya dampingi karena masih belum begitu paham permainan itu,” ujar pria dua anak ini.

Berbeda dengan Usis, ia melarang anaknya bermain lato-lato karena dianggap permainan ini berbahaya terlebih bagi anaknya perempuannya yang berusia delapan tahun ini, karena permainan ini terbuat dari bahan yang sangat keras. Ia khawatir permainan ini dapat melukai tubuh anaknya atau orang disekitarnya.

“Saya larang anak saya bermain ini, bisa benjol nanti. Sebeneranya dia (anaknya, red) mau mainan ini dan meminta saya membelikan, tapi saya tetap melarangnya,” ujarnya.(abw/rid/dan/ram)

Exit mobile version