PALANGKA RAYA-Permasalahan stunting di Kalteng harus menjadi perhatian serius. Perlu peran aktif semua pihak untuk mengatasi penyakit yang memperlihatkan gangguan pada perkembangan tubuh anak yang disebabkan gizi buruk, terserang infeksi yang berulang, dan stimulasi psikososial yang kurang memadai. Semua stakeholder harus bersinergi dan berkolaborasi menyelesaikan persoalan kesehatan tersebut.
Untuk menurunkan persebaran masalah kesehatan ini, maka perlu mendeteksi faktor penyebabnya. Ada banyak hal yang merupakan faktor penyebab stunting. Sejauh ini, faktor yang banyak jadi penyumbang angka prevalensi stunting di Kalteng adalah penggunaan jamban minim sanitasi dan sulitnya akses terhadap air minum yang layak.
Data yang dikeluarkan Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Kalteng berdasarkan hasil penelitian, terdapat dua faktor utama pemicu tingginya angka stunting di Kalteng, yaitu keluarga yang tidak memiliki sumber air minum yang layak dan keluarga yang tidak memiliki jamban yang layak. Terdapat 22.758 keluarga di Kalteng yang tidak punya sumber air minum layak dan 23.215 keluarga tidak memiliki jamban layak.
Kepala Perwakilan BKKBN Kalteng Dr Dadi Ahmad Roswandi SSi MSi mengatakan, berdasarkan penelitian ditemukan bahwa 70 persen masalah stunting disebabkan faktor sensitif, seperti kesehatan lingkungan, kelayakan jamban, akses air bersih, dan lainnya, yang mana tugas-tugas untuk menyediakan akses tersebut menjadi tanggung jawab banyak instansi.
“70 persen stunting itu disebabkan karena faktor sensitif, seperti kesehatan lingkungan, sanitasi, jamban, dan lain-lain. Perlu melibatkan beberapa instansi terkait untuk menyelesaikan masalah ini, seperti Disperkim, PUPR, dan instansi lainnya,” ucap Dadi kepada wartawan, Kamis (8/12/2022).
Dijelaskannya, posisi BKKBN dalam Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) adalah mengurusi kesekretariatan. “Artinya kami bersama-sama dengan Pak Sekda selaku ketua TPPS bersama semua perangkat daerah untuk berkolaborasi dalam aksi. Karena percepatan penurunan stunting menjadi tugas bersama, baik masyarakat, pemerintah, media, dan pihak-pihak lainnya, mengingat masalah ini multidimensi,” tuturnya.
Dikatakan Dadi, tugas pihaknya adalah melakukan pendataan terkait stunting di Kalteng, yang selanjutnya dapat dijadikan dasar dalam menentukan kebijakan oleh perangkat daerah terkait melalui perannya masing-masing.
“Ketika data yang komprehensif sudah didapatkan, data keluarga berisiko stunting beserta faktor-faktor yang menjadi pemicu stunting, nanti kami akan sama-sama mengeroyok stunting ini, tapi datanya harus betul dulu, dengan data keluarga berisiko stunting ini kami akan fokus terhadap lokusnya nanti, keluarga siapa yang harus dibantu,” jelasnya.
Berdasarkan data yang dihimpun pihaknya, terdapat 58 ribu keluarga berisiko stunting. “Kalau kami fokus ke 58 ribu itu, insyaallah angka yang sudah ada saat ini akan bisa turun, karena dari hulunya dicegah secara bersama-sama,” ucapnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kalteng H Nuryakin sekaligus Ketua TPPS Kalteng melalui Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan SDM Suhaemi mengakui bahwa angka stunting di Kalteng masih berada di atas nasional. Meskipun hasil survei terjadi penurunan, tapi masih di atas target yang ditetapkan WHO.
“Itu masih kita kejar terus sehingga bisa menurunkan angka stunting di Kalteng minimal, bisa di bawah rata-rata nasional,” ucapnya kepada awak media, Kamis (8/12/2022).
Suhaemi menegaskan bahwa pemerintah provinsi akan terus melakukan berbagai upaya dan mengeluarkan berbagai kebijakan yang mendukung program percepatan penurunan stunting. Upaya itu tak lepas dari komitmen segenap pihak di lingkup pemerintahan dan masyarakat. Karena itu, pihaknya mengajak segenap pihak untuk bekerja sama dalam menurunkan angka stunting di Kalteng.
“Mewakili Ketua TPPS Provinsi Kalimantan Tengah, saya mengimbau kepada seluruh instansi dan mitra terkait agar bersinergi dan bekerja sama dalam wadah yang telah dibentuk oleh Bapak Gubernur, yaitu Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Provinsi Kalimantan Tengah. Saat ini kita tidak lagi berbicara tentang target masing-masing perangkat daerah atau instansi lainnya dalam menurunkan angka stunting, tapi kita bicara tentang target pemerintah daerah, target TPPS yang merupakan representasi Pemerintah Provisi Kalimantan Tengah untuk mencapai angka 15,38 persen pada tahun 2024,” tandasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalteng DSuyuti Syamsul mengatakan, untuk menurunkan angka stunting di Kalteng, pihaknya sebatas berperan pada intervensi spesifik. Intervensi spesifik itu adalah upaya penanganan secara langsung dari segi kesehatan.
“Apa itu intervensi spesifik? Kalau mereka sakit, kami obati, kalau ada yang kurang gizi sehingga berpotensi stunting atau mengalami masalah stunting, kami berikan makanan tambahan, seperti itu” ucap Suyuti kepada Kalteng Pos, beberapa waktu lalu.
Dijelaskan Suyuti, peran pihaknya dalam menurunkan prevalensi stunting yang terbatas pada intervensi spesifik sudah menjadi domain tugas pihaknya. Terdapat dua macam bentuk intervensi pencegahan stunting, yaitu intervensi spesifik yang dilakukan oleh dinas kesehatan (seperti pengobatan kondisi sakit dan kekurangan makanan akut yang dapat diintervensi dengan makanan tambahan) dan intervensi sensitif di luar tugas dinas kesehatan, seperti pemenuhan kebutuhan air bersih, ketersediaan pangan rumah tangga, dan pola asuh anak.
“Kalau kami hanya mengobati yang sakit, tapi tidak dengan urusan ketersediaan pangan dan pola asuh. Kalau ada yang sakit, maka tugasnya kamu untuk mengobati. Namun soal bagaimana mencegah orang agar tidak sering sakit, itulah tugas banyak pihak,” pungkasnya. (dan/ce/ala)