KUALA KAPUAS-Konflik yang terjadi antara warga dan PT Kapuas Sawit Sejahtera (PT KSS) di Kecamatan Kapuas Barat, Kabupaten Kapuas belum berujung manis bagi kedua belah pihak.
Terbaru, Jumat (7/5), ada gerakan protes perwakilan pemilik tanah di lima desa yang mengaku tanahnya diserobot itu dengan melakukan pemasangan hinting pali.
Ritual adat ini dipimpin oleh Basir Riadie. Dihadiri langsung oleh pengurus Majelis Agama Hindu Kaharingan Indonesia (MAKI) Bambang dan didampingi oleh perwakilan ormas Perpedayak.
Selain itu, beberapa damang di Kabupaten Kapuas pun turut berada di lokasi. Di antaranya Damang Kapuas Barat Yansen Y Aden, Damang Bataguh Darmandi, Damang Selat Hendri S Dinan, Damang Kaltememba Basarang, dan Damang Pulau Petak M Nelson.
Langkah ini dilakukan oleh warga yang tinggal di Desa Anjir Kalampan, Penda Ketapi, Teluk Hiri, Pantai, dan Kelurahan Mandomai.
Menurut mereka, ada 700 hektare lahan warga Kapuas Barat digarap perusahaan sektor perkebunan sawit itu. Pihaknya pun tak tahu persis bagaimana bisa perusahaan mengklaim tanah itu.
“Hampir 350 warga menjadi korban sengketa tanah ini. Kami juga sudah melaporkan perusahaan ke Polres Kapuas atas dugaan penyerobotan tanah,” ucap koordinator aksi, Kalpendi dalam pernyataan yang diterima Kalteng Pos, Minggu (9/5).
Pemerintah daerah, lanjut Kalpendi, belum sepenuhnya hadir untuk membantu menyelesaikan konflik ini. Adanya konflik tersebut mengakibatkan mata pencarian warga pemilik lahan jadi hilang, karena rata-rata merupakan petani. Untuk bisa bertahan hidup, mereka terpaksa bekerja serabutan.
Pihak perusahaan dinilai telah menghilangkan mata pencarian warga dan melakukan aktivitas perusakan lingkungan dengan cara memblokade kanal-kanal sungai yang berguna sebagai drainase kebun warga.
Kalpendi menyebut, pemasangan hinting pali pada lokasi sengketa antara warga dengan PT KSS di Kelurahan Mandomai dan Desa Pantai dimaksudkan agar ada niat baik dari pihak perusahaan untuk menyelesaikan persoalan.
Selama ini dibiarkan berlarut-larut. Warga yang memiliki sertifikat tanah, justru tak bisa berbuat apa-apa melihat tanah mereka digarap oleh perusahaan.
“Kami berharap pemerintah daerah bisa menjadi penengah dalam penyelesaian sengketa lahan antara masyarakat dengan PT KSS,” tegasnya.
Langkah-langkah untuk mencari solusi bukan hanya satu atau dua kali dilakukan warga. Pertemuan yang dimediasi oleh Pemkab Kapuas juga gagal. Warga meminta lahan yang sudah diklaim oleh PT KSS dikembalikan. Sementara pihak PT KSS memilih memberi ganti rugi. Ajakan untuk mediasi selalu gagal terlaksana, karena pihak perusahaan tak pernah hadir. Perusahaan juga meminta warga yang merasa dirugikan menempuh jalur hukum. (ram/ce)