SUKAMARA-Perseteruan antara warga Desa Kenawan, Kecamatan Permata Kecubung, Kabupaten Sukamara dengan pihak PT Menthobi Makmur Lestari (MMAL) makin memanas. Anak perusahaan Grup Maktour tersebut tidak mau disalahkan atas hancurnya makam leluhur warga Dayak di atas lahan perkebunan sawit yang digarap perusahaan.
Humas PT MMAL Daniel justru menyalahkan warga, karena sejak awal tidak memberitahukan bahwa di lahan tersebut ada makam leluhur. Jika ada pemberitahuan, perusahaan tidak akan merusakkan makan tersebut saat menggarap lahan menggunakan alat berat.
“Harusnya warga kasih tahu ke kami, bahwa di situ ada makam, kalo kami tahu dari awal, tidak mungkin kami dorong (garap menggunakan alat berat) di lokasi itu,” kata Daniel, Jumat (9/6).
Menurutnya, perusahaan sangat menghargai adat istiadat masyarakat setempat dan menjunjung tinggi budaya dan kepercayaan masyarakat lokal. Hal ini dibuktikan dengan dihentikannya sementara waktu aktivitas penggarapan lahan di lokasi yang sedang bermasalah.
“Seperti contoh di tempat lain, ada lahan yang sedang dibuka, tetapi di lokasi itu terdapat kuburan, kami langsung rawat, bahkan makam tersebut kami biarkan sampai sekarang, tidak kami garap lagi lahannya, itu bukti kepedulian kami,” tuturnya.
Terkait lahan yang digarap, menurut Daniel, pihaknya membuka lahan berdasarkan ganti rugi yang telah dilakukan oleh perusahaan sejak lama.
Menanggapi itu, salah satu ahli waris, Juran meminta kepada perusahaan agar terbuka menyampaikan siapa saja yang telah menjual lahan tersebut, dan menantang perusahaan untuk menunjukkan bukti penjualan dan legalitas yang sah kepada masyarakat.
“Saharusnya pihak perusahaan menanyakan kepada yang menjual lahan, kenapa tidak memberitahukan kalau di lokasi tersebut ada makam leluhur, jangan malah bertanya balik ke kami, karena kami warga Kenawan tidak pernah menjual lahan tersebut, apalagi di situ ada makam leluhur, tidak akan ada yang berani menjualnya,” tegas Juran.
“Kalau memang ada yang menjual, tunjukkan siapa orangnya, mana bukti jual belinya, tunjukkan surat keterangan tanah, biar semuanya jadi jelas,” tegas Juran.
Hingga saat ini perusahaan tidak bisa menunjukkan legalitas yang dimiliki terkait bukti kepemilikan lahan yang sedang digarap hingga berujung pada perusakan makam leluhur masyarakat adat setempat. Terpantau dalam dua kali pertemuan terakhir dengan ahli waris, pihak perusahaan hanya berdalih bahwa penggarapan lahan didasarkan pada ganti rugi yang telah dilakukan.
Permasalahan antara masyarakat dan perusahaan ini mendapat perhatian serius dari Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng. Sanksi adat menanti Grup Maktour, apabila terbukti menghancurkan makam leluhur masyarakat Dayak. “Hal ini tidak sesuai dengan perilaku di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung, seharusnya PT MMAL harus patuh terhadap adat istiadat masyarakat yang ada di sana,” tegas pengurus DAD Kalteng Mambang I Tubil kepada wartawan, Jumat (9/6).
Menurut Mambang I Tubil, kegiatan PT MMAL mencerminkan pelanggaran atas adat istiadat setempat. Seharusnya perusahaan bersangkutan melakukan identifikasi terlebih dahulu terhadap lahan yang akan digarap.
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan, pada lahan atau area yang menyangkut sakral, situs, dan sebagainya tidak boleh dikerjakan atau digarap untuk perkebunan.
“Kenapa dia beli padahal lahan itu sudah sakral dan termasuk situs, tidak harusnya dikerjakan, padahal itu diamanatkan, mohon damang dan mantir di Sukumara menangani ini secara adat istiadat,” tegasnya.
Seperti diketahui, konflik antara masyarakat dengan perusahaan sawit PT MMAL di Kabupaten Sukamara kembali memanas. Makam leluhur suku Dayak di Desa Kenawan, Kecamatan Permata Kecubung hancur lebur dan rata dengan tanah setelah di-buldoser oleh anak perusahaan Grup Maktour tersebut. Total ada 13 makam leluhur di atas tanah seluas 2 hektare yang dirusak oleh PT MMAL. Perusakan ini menyusul pembukaan lahan yang dilakukan oleh perusahaan di wilayah Desa Kenawan menggunakan alat berat, beberapa waktu lalu.
Perusakan makam ini baru diketahui warga pada 25 Mei 2023, yang kemudian mengajukan protes terhadap PT MMAL. Salah satu ahli waris, Juran, mengatakan makam yang dirusak tersebut adalah makam leluhur dari warga Desa Kenawan, termasuk makam kakeknya yang telah ratusan tahun.
“Jelas kami tidak terima, karena makam ini adalah makam leluhur yang kami jaga sesuai dengan adat istiadat, jangankan untuk merusaknya, untuk membersihkan kuburan saja tidak sembarangan, ini merupakan pelecehan bagi kami,” kata Juran kepada Kalteng Pos, Kamis (8/6).
Menurutnya, perusakan makam leluhur yang dilakukan PT MMAL tidak hanya melukai masyarakat Desa Kenawan, tetapi juga melecehkan masyarakat adat Dayak. Karena itu pihaknya meminta pertanggungjawaban dari PT MMAL. “Berani berbuat harus berani bertanggung jawab, kami minta permasalahan ini diselesaikan secepatnya, jangan berlarut-larut,” tegas Juran. (lan/irj/ce/ala)