PALANGKA RAYA-Sejauh ini harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit belum begitu menggembirakan bagi petani di Bumi Tambun Bungai, setelah dikeluarkannya larangan ekspor bahan baku minyak goreng (migor) oleh pemerintah. Sebelum harga TBS anjlok drastis, Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran mengambil langkah antisipasi dengan mengeluarkan surat edaran (SE), agar perusahaan tidak membeli sawit dengan harga murah.
Berdasarkan hasil rapat tim penepatan harga pembelian TBS kelapa sawit produksi pekebun di Kalteng yang ditandatangani Sekretaris Disbun Kalteng pada 10 Mei 2022 lalu, perwakilan petani plasma dan perwakilan perusahaan besar swasta (PBS) telah mengadakan rapat pembahasan untuk menetapkan harga TBS. Penetapan ini berdasarkan penghitungan dengan rumus yang berlaku. Harganya sangat bervariatif menyesuaikan umur tanaman dan tahun tanam (selengkapnya lihat tabel grafis).
“Perkebunan swadaya atau belum bermitra, harganya bervariasi. Informasi dari kabupaten berkisar Rp2.300-2.600 per kilogram. Sementara penetapan harga ini berlaku untuk petani yang sudah bermitra atau ada perjanjian kerja sama dengan pabrik kelapa sawit (PKS),” kata Plt Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalteng Rizky Ramadhana Badjuri ST MT melalui Sekretaris Retno Nurhayati Utaminingsih kepada Kalteng Pos, Selasa (10/5).
Dikatakan Retno, pemerintah memang sengaja tidak membentuk satuan tugas (satgas) untuk pengawasan. Yang ada hanyalah tim penepatan harga TBS. Tim ini terdiri dari pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit, perwakilan petani, dan Disbun Kalteng. Perhitungan harga TBS kelapa sawit produksi pekebun sudah menggunakan rendemen terbaru berdasarkan SK Gubernur Nomor 188.44/215/2020 tanggal 26 Juni 2020.
“Saat ini ada 126 unit PKS di Kalteng. Kalau pekebun mitra, mereka siap menerima hasil penetapan TBS yang telah disepakati bersama,” terangnya sembari menyebut, pekebun sawit swadaya ada jalur komunikasinya, yakni melalui Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) tingkat kabupaten maupun provinsi.
Rento menambahkan, apabila PKS tetap membeli sawit dengan harga murah dan tidak sesuai dengan yang penetapan bersama, artinya melanggar Peratuan Gubernur Nomor 64 Tahun 2020. “Tentu akan ada sanksi administrasi,” tegasnya.
Jumlah perusahaan sawit di Kalteng yang memiliki pabrik pengolahan sawit atau pabrik CPO adalah PT Sinar Alam Permai, PT CBI, dan PT Suka Jadi Sawit Mekar. Total produksi CPO tahun 2021 sekitar 6 juta ton. Sedangkan untuk tahun ini, produksi CPO (Januari-Maret) lebih kurang 1,262 juta ton.
Seperti diketahui, gubernur menerbitkan SE menyangkut harga TBS setelah adanya pengumuman kebijakan pemerintah terkait larangan ekspor RBD palm olein, yang kemudian disusul terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 22 Tahun 2022 tertanggal 27 April 2022, perihal larangan sementara ekspor crude palm oil (CPO), refined bleaced deodorized (RBD) palm olein, refined bleached deodorized (RBD) palm oil, dan cooking oil.
“Setelah memperhatikan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2022 terkait larangan sementara bukan hanya pada ekspor bahan baku minyak goreng (RBD palm olein), tapi juga crude palm oil (CPO) dan produk turunannya, dikhawatirkan akan menimbulkan aksi profit taking (mengambil keuntungan) oleh perusahaan pemilik pabrik kelapa sawit (PKS) dengan menetapkan harga pembelian TBS secara sepihak,” kata Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran melalui Plt Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Kalteng H Rizky Ramadhana Badjuri ST MT kepada Kalteng Pos, Senin (9/5).
Menurut Rizky, melalui SE tersebut gubernur ingin menegaskan kembali terkait surat Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Rebublik Indonesia Nomor:165/KB.020/E/04/2022 tanggal 25 April 2022. Larangan ekspor awalnya hanya untuk RBD palm olein yang merupakan bahan baku minyak goreng. Namun dalam Permendag Nomor 22 Tahun 2022, disebutkan bahwa semua komponen CPO dan turunannya sementara waktu dilarang untuk diekspor. Larangan ini diberlakukan hingga harga minyak goreng dalam negeri stabil kembali.
Sementara itu, harga jual kelapa sawit tingkat pengepul di Kota Palangka Raya mulai dari Rp1.700-1.800. Kemudian pengepul menjualnya ke pabrik dengan harga Rp2.200. Hal itu diungkapkan Nababan, salah satu pengepul sawit di Kota Palangka Raya, Selasa (10/5).
“Harga beli sawit Rp1.800 per kilogramnya, itu adalah harga buah sawit perkebunan jenis buah super, sedangkan untuk harga buah sawit afkir dibeli dengan harga lebih rendah yakni Rp700 per kilogram,” sebut Nababan yang ditemui Kalteng Pos, kemarin.
Diakui Nababan, harga beli buah sawit mengalami penurunan sejak adanya pengumuman dari pemerintah terkait larangan ekspor produk berbahan sawit. Dikatakannya, sebelum ada larangan itu, ia membeli buah sawit dari para petani dengan harga di atas Rp2.000 per kilogram.
Di halaman rumah Nababan terlihat tumpukan buah sawit segar yang siap diangkut ke pabrik. Nababan mengaku biasa mengantar buah sawit ke perusahaan yang ada di Tumbang Talaken dan Tumbang Samba. “Biasanya satu kali angkut itu sembilan ton,” sebut pria yang mengaku memiliki kebun sawit di daerah Pulang Pisau (Pulpis).
Nababan mengatakan, meski harga sawit sedang anjlok, tapi masih banyak petani sawit yang menjual ke tempatnya. “Yah, banyak yang belum tahu kalau harga sawit sekarang turun,” ujarnya.
Sementara itu, seorang pencari buah sawit bernama Jepri membenarkan bahwa saat ini harga buah sawit turun. Warga Jalan Tingang XXIV ini menyebut harga sawit berkisar antara Rp600-Rp1.300 per kilogram.
“Yang harga Rp1.300 itu untuk buah sawit kebun yang dipupuk,” ucap pria yang mengaku setiap hari berkeliling Kota Palangka Raya untuk membeli buah sawit dari warga.
Jepri mengaku bahwa harga buah sawit saat ini anjlok dibandingkan dua pekan sebelumnya.
“Dulu itu harga sawit antara Rp1.000-1.200 hingga Rp2.500, bahkan ada yang sampai Rp3.000 per kilogram,” bebernya.
Jepri mengaku menjual buah sawit yang dikumpulnya itu ke pengepul langganannya di Jalan Yos Sudarso. “Di situ harganya sedikit lebih murah, tapi uangnya langsung diterima,” tutupnya. (nue/sja/ce/ala/ko)