PALANGKA RAYA -Tabir pembunuhan terhadap Muhammad Sarwani mulai tersingkap, meski belum gamblang. Enam orang tersangka yakni YNT alias Anto, MUR alias Mumur, ADT alias Bagong, SUT alias Lacuk, MTR alias Upik, dan MAY alias Amat Cinguy sudah dibekuk. Masih ada dua orang lagi yang masuk daftar pencarian orang (DPO), yakni Upik dan Ali.
Pada Selasa (12/4), Polresta Palangka Raya menggelar rekonstruksi pembunuhan terhadap warga Jalan dr Murjani pada 5 Maret lalu, yang mayatnya ditemukan lima hari kemudian di semak-semak daerah Jalan Bukit Pinang I, Kota Palangka Raya.
Reka adegan dihadiri langsung Hj Masliana (ibu korban), Salbiyah dan Siti Aminah (kakak perempuan korban), serta Siti Habibab (mantan istri korban). Sumpah serapah dilontarkan berulang-ulang oleh pihak keluarga kepada para tersangka. Tangis sedih sesekali menghiasi. Mereka berpelukan. Saling menguatkan.
Ada 24 reka adegan yang diperagakan oleh para tersangka di Mapolres Palangka Raya. Para keluarga pun bertanya-tanya. “Mana adegan penusukan dan leher disayat? Kok cuma penembakan saja?” celetuk anggota keluarga yang kebingungan.
Ya, sepanjang reka adegan itu tidak ada adegan penusukan. Padahal hasil visum yang sudah diekspos kepolisian sesaat setelah mayat korban divisum, ditemukan bekas pukulan benda tumpul di bagian atas tengkorak kepala, bekas sabetan senjata tajam di lengan kiri, dan bekas luka tusukan di leher.
Yang ada dalam reka adegan itu adalah saat terduga otak pembunuhan Anto mengajak rekan-rekannya mendatangi tempat usaha korban, Vape Joe Store, dengan menggunakan mobil dan dua sepeda motor.
Membekali diri dengan senapan angin jenis PCP dan parang, para pelaku mengancam Sarwani yang saat itu seorang diri. Kemudian Anto menembakkan sebutir peluru ke dada korban yang seketika langsung tak berdaya. Kemudian para pelaku membawa korban ke tempat mantri di Jalan Riau. Niatnya agar korban bisa ditangani. Namun mantri menolak.
Lalu para pelaku membawa korban ke Jalan Lamtoro Gung. Membeli karung dan tali untuk membungkus korban yang nadinya masih berdenyut. Sejurus kemudian mereka membawanya ke rumah Jalan Kranggan.
Sesuai berita acara pemeriksaan (BAP), di rumah itulah korban dianiaya lagi. Mulai dari pemukulan dengan batu pada bagian kepala hingga penganiayaan menggunakan sebilah parang.
“Kami sangat tidak puas dan tidak terima karena adegan yang digorok lehernya tidak ada saat rekonstruksi,” seru Herawati, salah satu keluarga korban yang menyaksikan proses rekonstruksi dari awal sampai akhir.
Adegan yang ia lihat hanyalah saat korban ditembak. Karena sepengetahuan keluarga korban, dalam BAP para tersangka sudah mengakui melakukan penusukan dan menggorok leher korban.
Hilangnya adegan penganiayaan dengan senjata tajam dari rangkaian adegan rekonstruksi, juga membuat penasihat hukum lima orang tersangka (terkecuali Anto), Sukah L Nyahun, sesekali melempar senyum kecut ketika mengingat lagi adegan per adegan yang dilihatnya.
Dari rekonstruksi itu juga terungkap fakta baru jika penyebab kematian korban adalah akibat ditembak, bukan karena luka pada leher akibat senjata tajam.
Pengacara berkepala plontos menyebut, ketika dirinya mendampingi para tersangka kala diperiksa penyidik, semua mengakui jika ada tindakan penusukan terhadap korban. “Apa yang diperagakan para pelaku berbeda dengan BAP. Dalam rekonstruksi itu, para pelaku tidak ada yang mengaku melakukan penusukan, sedangkan saat di- BAP mengakui melihat dan melakukan penusukan,” ucap Sukah terheran-heran.
Sukah mencurigai jika para tersangka mendapat bisikan atau masukan dari pihak yang tidak bertanggung jawab dalam perkara ini. “Jika benar (ada kebohongan, red), akan sangat merugikan para tersangka saat menjalani proses persidangan,” tuturnya pria bergelar sarjana hukum itu menyampaikan bahwa motif perkara ini adalah soal utang-piutang.
Korban memiliki utang Rp32 juta kepada Anto. Pada hari kejadian, Anto bersama para tersangka lain mendatangi korban dengan niat menagih. Terkait pasal yang dikenakan, selain pasal pembunuhan, lanjutnya, penyidik juga memasukkan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.
Sementara itu, dalam rekonstruksi yang berlangsung 3,5 jam itu, keluarga korban yang tidak terima dengan perbuatan para tersangka yang merupakan teman baik korban, tidak henti-hentinya melontarkan cacian serta sumpah serapah terhadap para tersangka.
Terutama ibu korban Hj Masliana dan kakak korban Siti Aminah. Keduanya sangat sakit hati dengan tindakan para tersangka yang tega membunuh dan membuang jasad korban. Bahkan beberapa kali petugas yang berjaga mengamankan proses rekonstruksi, harus meredakan amarah pihak keluarga korban, agar rekonstruksi berjalan lancar.
Kalteng Pos sempat mewawancarai langsung Hj Masliana. Perempuan berusia hampir 80 tahun ini mengaku sangat sakit hati dan sedih atas perbuatan para pelaku terhadap anak bungsunya itu. Hj Masliana berharap para tersangka diberi hukuman yang seberat-beratnya atas perbuatan menghilangkan nyawa anak kesayangannya itu. “Minta dibunuh pang jua, jangan diberi ampun,” ucap Hj Maslian dengan tatapan mata yang dingin.
Hj Masliana mengatakan jika dirinya tidak bisa memaafkan perbuatan para tersangka. “Aku kada terima anakku dibuang-buang, siapa yang tidak sakit hati nah, jadi aku tidak terima anakku dibunuh,” serunya. Hj Masliani mengaku terakhir kali bertemu dengan almarhum anaknya itu sekitar 2 atau 3 hari sebelum menghilang.
Dalam pertemuan terakhir itu, anaknya sempat meminta uang Rp50 ribu untuk makan di warung. Tak ada keluhan soal permasalahan hidup, terutama menyangkut utang-piutang. “Kadada inya bekesah (tidak ada ia bercerita, red) ada utang dengan si Anu (Anto, red),” ucapnya seraya menambahkan akan menjual seluruh harta benda yang dimiliki demi melunasi utang anaknya, seandainya ia tahu soal itu.
Ketika ditanya apakah ada pihak keluarga para tersangka yang datang untuk menyampaikan permintaan maaf, Hj Masliana menyebut, beberapa hari setelah kejadian, keluarga Anto sempat menyampaikan keinginan untuk bertemu dengannya. Namun keinginan orang tua Anto itu tidak kesampaian, karena ketua RT yang diminta untuk menjembatani pertemuan tersebut, mengaku tidak bisa bertindak sebagai penengah untuk pertemuan itu. (sja/ce/ram/ko)