Site icon KaltengPos

Verklaring Dipalsukan, Mafia Tanah Untung Rp2 Miliar

PERKARA MAFIA TANAH: Terdakwa Madi Goening Sius mengikuti sidang perdana di Pengadilan Negeri Palangka Raya, Rabu (12/4/2023). FOTO: ARIEF PRATHAMA/KALTENG POS

PALANGKA RAYA-Kasus mafia tanah yang menjerat Madi Goening Sius alias Madi mulai bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya, Rabu (12/4). Madi duduk di kursi pesakitan menjalani sidang perdana di ruang Sidang Cakra. Sidang dipimpin Ketua PN Palangka Raya Agung Sulistiyono SH MH, dibantu Heru Setiyadi SH MH dan Boxgie Agus Santoso SH MH sebagai hakim anggota.

Terdakwa Madi dihadirkan langsung dalam sidang perdana ini. Dengan mengenakan rompi tahanan bernomor punggung 13, pria berusia 69 tahun ini datang dengan didampingi penasihat hukumnya, Mahdianoor SH MH.

Agenda sidang adalah pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalteng. Nota dakwaan dibacakan oleh jaksa Januar Hapriansyah SH MH dan Riwun Sriwati SH.

Dalam dakwaannya, JPU mendakwa Madi dengan tuduhan dakwaan primer sengaja memakai surat tanah berupa verklaring palsu atau yang sengaja dipalsukan hingga merugikan korban.

Jaksa menyebut Madi telah menggunakan surat verklaring tanah adat nomor 23/1960 tertanggal 30 Juni 1960 yang diduga verklaring palsu, untuk menguasai sebidang tanah seluas 810 hektare di Jalan Hiu Putih, Palangka Raya.

Dikatakan Januar Hapriansyah, sekitar tahun 2011, berdasarkan surat verklaring  tanah adat nomor 23/1960 tertanggal 30 Juni 1960 tersebut serta surat wasiat yang dibuat oleh Goening Sius (orang tua terdakwa) tertanggal 14 April 1978, terdakwa Madi membuat surat permohonan ke damang atau kepala adat wilayah Jekan Raya, agar menyatakan verklaring tersebut sebagai verklaring yang sah.

“Terdakwa bermaksud agar sebidang tanah berdasarkan surat veklaring nomor 23/1960 tertanggal 30 Juni 1960 atas nama Goening Sius tersebut dapat diakui sebagai tanah adat, dan itu memperkuat penguasaan terdakwa atas sebidang tanah berdasarkan surat veklaring nomor 23/1960 tertanggal 30 Juni 1960,” kata Januar.

Pihak damang Jekan Raya pun mengabulkan permohonan Madi. Pengakuan dari damang itu dikeluarkan lewat surat keputusan nomor 29 tahun 2011 tanggal 24 Agustus 2011.

Setelah mendapatkan pengesahan dari pihak damang Jekan raya, Madi kemudian membagi-bagi tanah seluas 810 hektare (ha) menjadi beberapa kaveling dengan ukuran bervariasi. Ada yang berukuran 20×30 meter, 20×40 meter, dan 40×100 meter.

“Tanah yang sudah dikaveling itu kemudian dijual terdakwa maupun dialihkan kepada orang lain,” tambahnya.

Jaksa juga membeberkan sejumlah nama warga yang membeli kaveling dari terdakwa. Dari penjualan tanah tersebut, terdakwa memperoleh keuntungan kurang lebih Rp2 miliar. Jaksa juga menyebut bahwa petak-petak tanah yang dijual terdakwa itu, beberapa di antaranya sebenarnya sudah ada pemilik asli, bahkan sudah bersertifikat.

Belakangan barulah diketahui bahwa verklaring nomor 23 tahun 1960 yang dimiliki oleh Goening Sius diduga merupakan verklaring palsu, setelah ada penelitian dan pemeriksaan dari ahli hukum terhadap surat verklaring tersebut. Jaksa menyebut, seharusnya ejaan dalam verklaring yang diterbitkan tahun 1960 masih menggunakan ejaan Suwandi.

“Terdapat ketidaksesuaian dalam verklaring tersebut dengan sistem ejaan Suwandi Republik,” ujar Januar lagi.

Dikatakan jaksa, verklaring tersebut diduga dibuat oleh terdakwa mengguanakan EYD, bukan ejaan Suwandi. Selain terkait perbedaan ejaan, jaksa juga menyebut bahwa berdasarkan keterangan sejumlah ahli yang memeriksa verklaring milik terdakwa dan surat wasiat yang dibuat oleh Goening Sius, ada perbedaan terkait pejabat yang disebut bertanda tangan dalam verklaring dan surat wasiat dengan fakta pejabat yang menjabat kala itu.

Jaksa menambahkan, menurut keterangan ahli hukum, pemerintahan penjajah Belanda berakhir tahun 1942. Sejak Indonesia merdeka, negara tidak lagi membuat atau menerbitkan verklaring.

Atas dasar keterangan ahli itu, jaksa menyatakan bahwa verklaring milik terdakwa Madi diduga verklaring palsu. Di akhir pembacaan dakwaan, jaksa penuntut mendakwa Madi dengan dakwaan melanggar pasal 263 ayat (1) KUHP tentang tindak pidana pemalsuan surat, pasal 263 ayat (2) KUHP terkait punggunaan surat palsu, dan pasal 385 ke-1 KUHP terkait perbuatan menjual tanah milik orang lain.

Usai pembacaan dakwaan, ketua majelis hakim bertanya kepada terdakwa terkait nota dakwaan tersebut. “Apakah saudara sudah mengerti isi dakwaan tersebut,” tanya ketua majelis hakim kepada Madi.

“Ya, saya memahami sedikit,” jawab Madi.

Sementara itu, penasihat hukum terdakwa menyatakan keberatan atas dakwaan jaksa penuntut. “Kami akan ajukan eksepsi,” kata Mahdianoor.

Majelis hakim pun memberikan kesempatan kepada penasihat hukum terdakwa Madi untuk mengajukan nota eksepsi pada sidang berikut yang digelar pada 18 April mendatang. (sja/ce/ala)

Exit mobile version