PALANGKA RAYA-Empat orang warga dari Desa Saka Tamiang, Kecamatan Kapuas Barat, Kabupaten Kapuas mengajukan gugatan perdata terhadap Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Kapuas (DPMPTSP) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palangka Raya.
Indra A, Samsi, Hendru, dan Maman selaku penggugat meminta majelis hakim PTUN Palangka Raya mencabut dan membatalkan surat keputusan (SK) nomor: 503/336/DPMPTSP tahun 2019 tentang penetapan calon petani calon lahan penerima kebun plasma/program kemitraan dari PT Anugerah Sawit Inti Harapan (PT ASIH) yang bekerja sama dengan Koperasi Jasa Profesi (KJP) Cipta Prima Sejahtera di Kecamatan Kapuas Barat, yang dikeluarkan oleh Kepala DPMPTSP Kabupaten Kapuas pada 10 Oktober 2019.
Kuasa hukum dari pihak penggugat, Mahfud Rahmadani, SH, MH menerangkan bahwa sidang gugatan sudah berjalan di PTUN Palangka Raya dan kini masuk pada agenda pemeriksaan saksi dan alat bukti. “Kami mengajukan gugatan pembatalan SK terkait program kemitraan antara PT ASIH dan pihak (KJP) Cipta Prima Sejahtera yang dikeluarkan oleh kepala DPMPTSP Kabupaten Kapuas,” terang Mahfud kepada wartawan” Jumat (15/4).
Mahfud menjelaskan, gugatan diajukan karena pihaknya merasa keberatan dengan isi surat keputusan itu yang dianggap bertentangan dengan fakta lapangan serta menabrak aturan hukum. Dikatakan Mahfud, kepala DPMPTSP Kabupaten Kapuas telah mengeluarkan SK terkait kemitraan antara pihak koperasi dan PT ASIH pada lahan milik warga di empat wilayah, yakni Desa Saka Tamiang, Sei Pitung, Pantai, dan Kelurahan Mandomai.
“Padahal banyak warga pemilik asli lahan yang tidak masuk dalam SK itu, kemudian menuntut supaya SK itu dibatalkan,” terang pengacara muda berkaca mata ini.
Mahfud juga menuturkan, selama proses persidangan di PTUN Palangka Raya, terdapat sejumlah fakta yang terkuak. Ditemukan cacat substansi maupun prosedural dalam SK yang dikeluarkan DPMPTSP Kapuas itu.
“Isi SK itu menyebutkan bahwa izin lokasi kemitraan diberikan untuk PT ASIH di wilayah Kecamatan Kapuas Barat, padahal PT ASIH tidak memiliki izin pengelolaan lokasi kemitraan di wilayah tersebut,” kata Mahfud.
PT ASIH diketahui hanya memiliki izin lokasi di wilayah Kecamatan Kapuas Kuala. Sedangkan izin pada empat desa di Kecamatan Kapuas Barat, disebut Mahfud, sebenarnya milik PT Wira Usahatama Lestari.
Selain itu, lahan milik warga di empat desa yang masuk dalam program kemitraan plasma sawit itu, sebenarnya sudah ditanami sawit oleh warga dan pihak koperasi sejak 2013 lalu. Sementara program kemitraan antara PT ASIH dan KJP Cipta Prima baru dibuat tahun 2019 atau enam tahun setelahnya. PT ASIH pun baru ada tahun 2019.
“Ini fakta persidangan dan itu tidak dibantah oleh pihak koperasi dan perusahaan saat sidang,” terang Mahfud. Karena itu, menurutnya sangat keliru jika dikatakan bahwa lahan sawit di empat desa tersebut merupakan lahan milik PT ASIH.
Yang lebih fatal lagi, lanjut Mahfud, ternyata KJP Cipta Prima Sejahtera yang sejak 2013 telah melakukan penanaman sawit di lahan milik warga desa, ternyata diketahui tidak memiliki izin untuk pengelolaan lahan. Berulang kali KJP Cipta Prima mendapat teguran dari pihak Pemerintah Kabupaten Kapuas atas tindakannya tersebut.
“Sudah beberapa kali mendapat teguran dari Pemerintah Kabupaten Kapuas, baik dari bupati maupun dinas perkebunan, bahkan oleh pihak DPRD Kapuas. Akan tetapi koperasi tidak menghentikan operasional. Mereka tetap terus melakukan penanaman di lahan warga,” sebut Mahfud, didampingi Indra selaku salah satu penggugat.
Mahfud mengatakan bahwa selama ini pihak KJP Cipta Prima Sejahtera selalu berdalih melakukan pemberdayaan masyarakat dengan menawarkan program plasma kepada warga desa setempat. Pihak KJP Cipta Prima Sejahtera ternyata membuat kemitraan sendiri dengan PT ASIH, memanfaatkan klaim lahan yang sebenarnya merupakan milik warga.
“Artinya secara legalitas, koperasi ini seharusnya tidak punya kedudukan hukum untuk melakukan program kemitraan dengan perusahaan,” tegas Mahfud.
Mahfud menambahkan, berdasarkan keterangan saksi ahli hukum yang dihadirkan pihak penggugat dalam persidangan,Kristian SH, MH, terdapat cacat prosedural yang menyebabkan SK Kepala DPMPTSP Kabupaten Kapuas harus dibatalkan. Cacat hukum itu terkait redaksional yang terdapat pada judul SK.
Ahli hukum dari Universitas Palangka Raya (UPR) ini berpendapat bahwa redaksional yang tertulis pada judul SK; “Calon Petani Calon Lahan”, dianggap ahli tidak sesuai dengan fakta lapangan.
Menurut pendapat Kristian, jika pada judul SK tersebut tertulis “Calon Lahan”, maka seharusnya lahan plasma itu belumlah ada atau sama sekali belum disiapkan. Namun kenyataannya, lahan untuk program plasma sawit itu sudah ada sejak 2013.
DPMPTSP Kabupaten Kapuas juga dianggap melakukan kesalahan dalam mengeluarkan SK, karena tidak melakukan verifikasi dan penyelidikan mendalam terlebih dahulu atas kondisi lapangan. “Dan itu diakui sendiri oleh pihak mereka (DPMPTSP, red) dalam sidang, bahwa memang tidak ada cross check lapangan sebelum penerbitan SK itu,” ujarnya lagi.
Dari fakta persidangan diketahui jika DPMPTSP Kapuas juga tidak melakukan klarifikasi terhadap nama-nama petani penerima program plasma yang tertulis dalam SK tersebut. Faktanya, ada banyak nama petani yang tinggal di empat desa yang menjadi wilayah program plasma itu tidak masuk dalam SK.
Karena itu,Mahfud menduga ada dugaan tindak pidana pemalsuan data yang dilakukan oleh pihak KJP Cipta Mitra demi meloloskan SK tersebut.Fakta-fakta persidangan yang ada membuat Mahfud yakin bahwa majelis hakim PTUN Palangka Raya yang mengadili perkara ini akan mengabulkan permohonan gugatan yang diajukan pihaknya.
“Sejak keluarnya SK itu, muncul keresahan warga dari empat desa. Sudah ada lima orang warga Desa Saka Tamiang yang dipolisikan atau dilaporkan PT ASIH dan pihak koperasi karena kasus pencurian dengan dasar SK tadi,” sebut Mahfud.
Sementara itu, Indra selaku salah satu penggugat mengatakan, pihaknya meminta kepada PTUN Palangka Raya untuk membatalkan SK terkait calon petani calon lahan penerima kebun plasma/program kemitraan yang dikeluarkan DPMPTSP Kapuas tersebut.
Menurut Indra, pihak KJP Cipta Prima tidak punya izin dari pemerintah daerah untuk melakukan pengelolaan lahan plasma di desa mereka. Ditambahkannya, tidak ada satu pun warga desa tempat tinggalnya yang masuk dalam daftar nama penerima program kemitraan plasma.
“Tidak ada satu pun yang masuk namanya,” kata Indra sembari menyebut bahwa pihak desa baru mengetahui adanya program kerja sama antara KJP Cipta Prima dengan PT ASIH pada Desember 2021. (sja/ce/ram)