Site icon KaltengPos

Warga Kota Cantik Berburu Pernak-pernik Natal

SAMBUT NATAL: Seiring makin dekatnya perayaan Natal, warga mulai ramai memburu pernak-pernik Natal, seperti yang terlihat di salah satu toko, Jalan KS Tubun, Palangka Raya, Minggu (18/12). FOTO: ARIEF PRATHAMA/KALTENG POS

PALANGKA RAYA-Sepekan menjelang hari raya Natal, toko-toko aksesori ramai dikunjungi warga. Mereka berburu berbagai pernak-pernik untuk menghiasi rumah menyambut Natal tahun ini. Jali, penjaga Toko Helda mengatakan, menjelang Natal pihaknya menjual barang-barang yang biasanya banyak diburu warga, seperti aksesori berikut macam pernak-perniknya.

“Saya sudah siapkan stok aksesori Natal, mengingat jelang natal pasti banyak yang beli, saya stok sejak September, baru laku terjual di akhir tahun,” beber Jali kepada Kalteng Pos saat ditemui di toko, Jalan KS Tubun, Sabtu (17/12).

Dikatakan Jali, pembelian barang-barang aksesori Natal di tokonya memang meningkat sejak 1 Desember lalu.

“Sebelum tanggal itu, yang beli aksesori Natal paling cuman 5-10 orang, tapi sekarang meningkat 10-15 orang, kadang juga lebih,” bebernya.

Namun, Jali mengaku, pembeli aksesoris pada hari natal tahun ini tidak seantusias tahun-tahun lalu. “Kalau dulu bahkan sebelum awal bulan ramai, pas pandemi, tahun lalu, tapi saat ini tidak seramai dulu,” ujarnya.

Terpisah, Lola Monika selaku penjaga Toko Rumah Kado di Jalan Kinibalu mengaku baru mempersiapkan stok aksesori Natal saat pertengahan November lalu. Baru ramai pembeli di akhir November. Sejak awal Desember, tiap hari ada puluhan pembeli. Bahkan sudah tiga kali ia menambah stok aksesori Natal karena ludes dibeli warga.

Meski demikian, Lola mengaku jumlah pembeli tahun ini mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelum terjadinya pandemi. “Dulu sebelum pandemi, biasanya ramai sekali pembeli, sekarang ini memang lumayan ramai, tapi enggak seramai dulu sih,” ungkapnya.

Selain toko yang menjual aksesori Natal, toko dan tempat usaha yang menjual bahan-bahan pembuatan kue maupun kue siap saji juga ramai disambangi pembeli. Seorang pemilik toko kue di kompleks Pasar Besar yang tak ingin disebutkan namanya, mengaku tahun ini jumlah pembeli menurun drastis.

Menurutnya, jelang Natal seperti saat ini, selain membeli aksesori Natal, warga juga memburu bahan-bahan pembuatan kue maupun kue siap saji sebagai hidangan pada hari raya besar keagamaan tersebut. Namun saat ini di tempat usahanya tidak mengalami peningkatan pembelian yang signifikan.

“Biasanya dua bulan sebelum tahun baru itu orang sudah belanja-belanja bahan kue, tapi sekarang ini tidak ada, bahkan sampai sudah pertengahan Desember, jumlah pembeli masih sedikit saja,” ucapnya.

Menanggapi soal kondisi pasar yang demikian, Dr Fitria Husnatarina SE MSi selaku pengamat ekonomi menjelaskan, lesunya pembelian pada toko dan tempat usaha yang menjual barang-barang yang diperlukan dalam perayaan Natal tahun ini, terjadi karena masyarakat tidak sekonsumtif dahulu. Menurutnya, masyarakat saat ini lebih selektif dan berhati-hati dalam menggunakan uang untuk belanja.

Masyarakat mulai mempertimbangkan skala kebutuhan. Pembelian barang-barang kebutuhan sekunder tentunya menjadi pilihan terakhir. Karena itulah sebagian unit usaha yang hanya menjual barang-barang kebutuhan sekunder seperti toko aksesori Natal dan toko kue mengalami kelesuan.

Menurut pengamatannya, terlihat bahwa masyarakat saat ini tidak terlalu konsumtif seperti sebelum terjadinya pandemi. Bisa saja karena mengalami penurunan pendapatan. Bisa juga karena memikirkan skala prioritas. Apalagi kondisi ekonomi Kalteng saat ini belum sepenuhnya pulih pascapandemi.

“Logisnya begini, karena yang kita hadapi (sekarang ini) bukan pascapandemi, tapi proses recovery pada kondisi yang masih pandemi, tentu masih terjadi penurunan pendapatan, sekalipun ada yang punya pendapatan tetap, tapi orang akan memikirkan skala prioritas kebutuhan ketika ingin menggunakan uang,” jelas Fitria kepada Kalteng Pos, Sabtu (17/12).

Karena itulah terlihat bahwa pasar mengalami penurunan kuantitas pembeli. Masyarakat lebih berhati-hati dengan aktivitas konsumsi untuk bisa tetap bertahan dalam kondisi perekonomian yang masih serbaterbatas. Cenderung lebih berhati-hati dalam menggunakan uang.

Lantas bagaimana para pelaku usaha menyikapi kondisi ini? Menurut Fitria, kelesuan pembelian oleh konsumen ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pelaku usaha. Mereka dituntut untuk bisa terus membaca tren kebutuhan masyarakat. “Yang menjadi pekerjaan rumah para pelaku usaha adalah menerjemahkan keinginan masyarakat, sehingga yang dijual mereka adalah apa yang betul-betul dibutuhkan masyarakat,” ujar Fitria.

Para pelaku usaha tidak seharusnya gulung tikar atau alih fungsi usaha ketika menghadapi kelesuan bisnis. Menurut Fitria, para pelaku usaha mesti lebih pintar menilai situasi dan membaca kebutuhan masyarakat akan barang.

“Tidak mungkin masyarakat itu tidak benar-benar membutuhkan, hanya saja faktor-faktor yang menggambarkan kondisi masyarakat yang belum pulih itu akan berdampak pada usaha, akan berdampak pada daya beli, para pelaku usaha harus menemukan cara agar bisa menyesuaikan produk yang tepat untuk ditawarkan ke masyarakat dalam kondisi seperti saat ini,” ungkapnya.

Dosen akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Palangka Raya itu menjelaskan, masyarakat dewasa ini sudah berpikir lebih logis dengan lebih mempertimbangkan skala prioritas dalam mengeluarkan uang. Kebiasaan konsumtif untuk kegiatan yang bersifat seremonial sudah mulai ditinggalkan. Masyarakat lebih memikirkan untuk bisa bertahan hidup dalam kondisi perekonomian yang tidak bisa diprediksi ke depan.

“Pada kondisi seperti ini harus dimaklumi bahwa kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya hanya menjadi pelengkap sedikit banyak akan berkurang dengan adanya penghematan yang dilakukan oleh masyarakat sendiri,” ujarnya.

Kelesuan penjualan terjadi karena daya beli masyarakat yang menurun. Karena daya beli yang menurun, masyarakat akan cenderung untuk meminimalkan pembelian barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok.

Pada dasarnya, ujar Fitria, kondisi ini terjadi karena proses pemulihan atau recovery ekonomi yang masih berjalan. Masyarakat mulai beradaptasi dengan tatanan perekonomian baru. Penurunan daya beli terjadi karena penurunan pendapatan. Para pedagang yang notabene tidak bekerja di sektor formal harus lebih berusaha untuk dapat beradaptasi pada tatanan perekonomian yang baru ini, dengan menyediakan produk-produk yang memang dibutuhkan masyarakat.

“Penurunan pendapatan juga terjadi karena kemampuan adaptasi masyarakat dengan tatanan perekonomian yang baru, khususnya bagi masyarakat yang tidak bekerja di sektor formal, karena itu mereka harus berusaha lebih keras agar dapat bertahan hidup,” tandasnya. (dan/ce/ala)

Exit mobile version