Site icon KaltengPos

Heboh, Temuan Bukit Emas di Gumas

KAPOLSEK UNTUK KALTENG POS IMBAUAN KEAMANAN: Kapolsek Tewah Ipda Teguh Triyono mengimbau warga agar menjaga keamanan dan ketertiban di lokasi mencari emas.

PALANGKA RAYA-Sepekan terakhir, masyarakat dihebohkan dengan penemuan bukit yang mengandung emas di Kecamatan Tewah, Kabupaten Gunung Mas (Gumas). Di media sosial berseliweran foto maupun video warga yang beramai-ramai menggali tanah kuning yang berlokasi di Bukit Naga. Temuan ini juga mendapat perhatian dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalteng.

Sejauh ini Dinas ESDM Kalteng belum bisa memastikan apakah benda yang dicari masyarakat di Bukit Naga tersebut merupakan emas benaran atau bukan. Namun jika benar daerah tersebut menyimpan potensi emas, pihaknya akan menyiapkan langkah-langkah konkret untuk pengelolaan wilayah itu.

Kepala Dinas ESDM Provinsi Kalteng Vent Christway melalui Kepala Bidang (Kabid) Pengawasan Mineral dan Batubara (Minerba), Energi, dan Air Tanah Agus Chandra mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan menyiapkan tim untuk turun melakukan verifikasi terkait emas yang saat ini diburu masyarakat di Bukit Naga.

Diakuinya bahwa di tempat yang dijadikan masyarakat target mencari emas itu, terdapat beberapa lokasi yang masuk dalam wilayah izin usaha pertambangan (IUP). Ada juga beberapa lokasi yang IUP-nya sudah habis dan menyisakan sisa-sisa bekas tambang.

“Kami bentuk tim untuk verifikasi, karena memang di sekitar lokasi itu ada beberapa wilayah yang merupakan lokasi IUP emas,” beber Agus kepada Kalteng Pos saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (19/1).

Agus menyebut, ada kemungkinan yang ditemukan masyarakat itu merupakan emas sekunder sisa-sisa dari hasil endapan bekas emas primer. Emas primer merupakan jenis emas yang ditemukan di daerah induk yang memang berasal dari wilayah kaya emas. Posisi emas berada di batuan induknya.

“Mungkin saja produk emas yang dibawa masyarakat di sana bukan produk asli melainkan produk bawaan dari larutan tubuh batuan pembawa emas yang awal, bisa juga merupakan produk transportasi dari produk emas terdahulu,” jelasnya.

Karena itu pihaknya masih belum bisa memastikan bahwa yang diincar masyarakat di lokasi itu akhir-akhir ini benar-benar merupakan emas. Untuk mendapatkan kejelasan, lanjut Agus, dalam waktu dekat pihaknya akan turun ke lokasi melakukan verifikasi, memastikan apakah benar lokasi tersebut menyimpan banyak cadangan emas. Jika memang potensial, maka bisa dikelola masyarakat dengan menjadikannya wilayah pertambangan rakyat (WPR). Namun pihaknya perlu mengecek kembali apakah lokasi tersebut di luar lokasi perizinan atau berada di dalam lokasi perizinan. Jika masih berada dalam lokasi perizinan, maka pihaknya akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat setempat, meyakinkan bahwa wilayah tersebut merupakan milik perusahaan. Pihaknya akan memastikan dahulu lokasi itu masuk wilayah IUP yang sudah berakhir atau IUP yang masih aktif.

“Tapi jika lokasi itu berada di luas lokasi perizinan, maka kami dari pemerintah daerah bisa mengupayakan untuk mengajukan itu menjadi wilayah pertambangan rakyat,” bebernya.

WPR akan dikelola oleh masyarakat setempat. Masyarakat bisa mengajukan izin pertambangan rakyat (IPR), sehingga nantinya lokasi itu dapat dikelola menjadi usaha pertambangan milik bersama.

“Kami akan upayakan itu menjadi WPR jika memang tidak overlap dengan wilayah perizinan,” katanya.

Sampai saat ini pihaknya juga belum menerima laporan dari pemerintah kabupaten setempat melalui dinas lingkungan hidup yang notabene bisa memverifikasi. “Belum ada laporan ke kami terkait apakah lokasi itu betul merupakan daerah pertambangan emas atau tidak, karena mereka (Pemkab Gumas, red) juga bisa memverifikasi soal itu,” ucapnya.

Akhir-akhir ini, masyarakat berbondong-bondong mendatangi lokasi tersebut. Sampai saat ini masih gandrung. Masyarakat setempat maupun pendatang ramai-ramai mencari dan mengambil emas secara sporadis.

Agus menyoroti perilaku masyarakat yang ramai-ramai melakukan penambangan tanpa memedulikan kondisi lingkungan sekitar. Hal tersebut menurutnya cukup berbahaya jika dibiarkan. Alasan pihaknya mengarahkan agar lokasi itu dijadikan wilayah pertambangan rakyat adalah agar nantinya dari segi pengelolaan lingkungan ada pihak yang bertanggung jawab, baik untuk memberikan arahan ataupun pengawasan, sehingga kondisi lingkungan setempat tetap terjaga.

Masyarakat di sana telah melakukan penambangan secara sporadis tanpa memperhatikan kondisi geografis di sana yang adalah wilayah perbukitan. Jika dibiarkan, potensi terjadi bencana tanah longsor begitu besar. “Artinya bila terjadi longsoran, pasti akan ada korban jiwa, itu yang harus dihindari,” tuturnya.

Aktivitas penambangan oleh masyarakat pun dinilai jauh dari standar penambangan yang baik. Juga bisa dikategorikan penambangan emas tanpa izin alias ilegal. “Yang mereka lakukan itu ilegal, makanya nanti selain melakukan verifikasi, tim juga akan memberi sosialisasi, meyakinkan bahwa yang mereka lakukan itu tidak benar, ada aturan untuk masyarakat melakukan penambangan, makanya ada WPR,” katanya.

Meski penambangan yang dilakukan warga saat ini di lokasi itu merupakan kesempatan mencari rezeki, tapi Agus mengingatkan bahwa ada hal-hal yang mesti diperhatikan seperti sisi keselamatan. Masyarakat harus memastikan dahulu bahwa yang dicari merek benar-benar merupakan emas.

“Sebisa mungkin bersikap bijak, jaga keselamatan jiwa, jangan ikut-ikutan ke sana hanya karena diduga menyimpan emas, apakah itu benar emas atau tidak kan belum bisa dipastikan,” tandasnya.

Menyikapi fenomena masyarakat menambang emas di Bukit Naga tersebut, Kapolres Gumas AKBP Irwansah melalui Kapolsek Tewah Ipda Teguh Triyono SH meminta agar masyarakat tidak mudah percaya dan terpengaruh dengan informasi yang berseliweran di media sosial terkait batu emas.

“Masyarakat jangan sampai mudah terpengaruh berita yang tidak valid, contoh kabar di tiktok yang katanya hasilnya luar biasa dari nambang emas, itu sebenarnya editan saja,” ucap Teguh sembari memastikan bahwa kabar itu tidak benar.

Teguh mengatakan, ada warga dari berbagai daerah di Kalteng yang tergiur mendatangi lokasi dan melakukan penambangan, tapi akhirnya pulang dengan kecewa karena tidak mendapatkan hasil apapun.

“Kata sejumlah penambang, hasilnya setelah diolah itu hanya gram-an saja, tidak ada yang sampai ons atau kilogram seperti yang dihebohkan, sama sekali tidak ada, bahkan banyak yang mengaku sama sekali tidak mendapatkan hasil,” ujarnya.

Diterangkan kapolsek, saat ini jumlah warga yang menambang berkurang. “Awal-awal jumlah penambang sekitar 500 orang, tapi sekarang sekitar 300-an saja,” bebernya.

Kapolsek mengatakan, semenjak masyarakat ramai melakukan penambangan, Polsek Tewah bersama unsur Tripika terus melakukan pemantauan dan memberikan imbauan agar tidak menambang menggunakan mesin sedot, demi menghindari terjadinya longsor di kawasan tersebut.

“Karena kami khawatir saat mereka menembak di atas, akan terjadi (tanah) longsor, mereka (penambang) yang di bawah yang lagi mencari batu bisa saja tertimbun,” ucapnya.

Para penambang tradisional yang datang di kawasan tersebut juga dilarang mengonsumsi minuman keras atau narkoba, demi keamanan dan ketertiban masyarakat.

“Kalau sudah minum minuman keras, bisa tidak terkontrol dan terjadi keributan nanti, makanya harus dilarang,” tegasnya.

Imbauan lain yang diberikan pihak kepolisian adalah terkait parkir kendaraan milik penambang, karena jalan yang menuju kawasan tersebut merupakan jalan umum, akses penghubung Kurun-Rungan dan sebaliknya.

“Kami selalu ingatkan agar kendaraan sepeda motor mereka dirapikan supaya tidak menggangu pengguna jalan lainnya,” ujarnya lagi.

Teguh mengatakan, sampai sekarang ini kepolisian belum melakukan penindakan terhadap warga yang datang menambang. Hanya sebatas memberikan imbauan untuk menghentikan penambangan di kawasan tersebut.

Polsek Tewah akan siap mem-back up penutupan kawasan tersebut, apabila sudah ada proses hukum terkait klaim kepemilikan atas tanah di lokasi tersebut.

Dikatakan kapolsek, sudah ada warga yang mengajukan klaim kepemilikan atas tanah di kawasan penambangan emas itu dan sedang mempersiapkan bukti hukum kepemilikan atas tanah tersebut.

“Kalau proses hukumnya sudah jalan, kami akan koordinasi dengan pihak terkait, kalau sudah ada pemberitahuan ditutup, kami akan mem-back up,” ujar kapolsek sambil menambahkan bahwa pihaknya masih menunggu instruksi dari pimpinan.

Teguh juga menyebut bahwa luas kawasan tambang yang menghebohkan dan menjadi rebutan para penambang tradisional ini diperkirakan sekitar satu hektare (ha).

Kapolsek mengingatkan kepada masyarakat untuk tidak mudah percaya terhadap berita atau informasi terkait keberadaan emas di Bukit Tewah itu. “Jangan mudah tergiur dengan berita-berita itu, karena banyak warga yang datang malah mengaku rugi di ongkos, karena kenyataannya mereka tidak dapat apa-apa,” pungkasnya. (dan/sja/ce/ala)

Exit mobile version