Site icon KaltengPos

Tuntaskan Penyelesaian Perkara Koneksitas

KENANG-KENANGAN: Kajati Kalteng Iman Wijaya SH MHum (kanan) dan Kajati Kalsel Dr Mukri SH MH (kiri) pada seminar di Swiss-Belhotel Danum, Palangka Raya, Rabu (20/7).

Kejati Kalteng dan Kalsel Gelar Seminar

PALANGKA RAYA-Guna memberikan pemahaman kepada segenap jajaran kejaksaan di wilayah Kalimantan Tengah (Kalteng) terkait penanganan dan penyelesaian perkara koneksitas dan perkara pidana militer, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalteng dan Kalimantan Selatan (Kalsel) menggelar seminar terkait tugas dan fungsi bidang pidana militer Kejaksaan Republik Indonesia dan proyeksi penyelesaian perkara koneksitas melalui restorative justice (RJ). Kegiatan tersebut dilaksanakan di Swiss-Belhotel Danum, Palangka Raya, Rabu (20/7).

Seminar ini terlaksana berkat kerja sama Kejati Kalteng dan Kejati Kalsel, dalam hal ini Asisten Tindak Pidana Militer. Kajati Kalteng Iman Wijaya SH MHum membuka langsung seminar tersebut. Turut hadir Kajati Kalsel Dr Mukri SH MH yang menjadi pembicara kunci seminar. Hadir pula Direktur Penindakan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer Brigjen TNI Edi Imran SH MH MSi sekaligus pemberi materi dalam seminar ini. Sedangkan peserta seminar adalah seluruh kejaksaan se-Kalteng, dekan dari Fakultas Hukum UPR, serta pejabat Korem dan jajaran.

Kajati Kalteng Iman Wijaya mengatakan bahwa restorative justice atau keadilan restoratif punya arti penting dalam menciptakan keadilan untuk memulihkan keadaan atas suatu peristiwa pidana yang sudah terjadi.

“Penyelesaian perkara melalui restorative justice lebih menekankan partisipasi langsung dari pelaku, korban, dan masyarakat atau pemangku kepentingan lain dalam mencari dan mencapai solusi penyelesaian masalah atas suatu persoalan atau peristiwa pidana,” ucapnya.

Dikatakan Iman, pihak Kejagung RI dan Kejati Kalteng saat ini, dalam penyelesaian beberapa perkara pidana tertentu, gencar melakukan penyelesaian melalui restorative justice.

“Tuntutan perampasan kemerdekaan terhadap pelaku tindak pidana tertentu hanya dilakukan sebagai instrumen akhir dan tidak lagi menjadi instrumen utama dalam penegakan hukum oleh jaksa,” ujarnya.

Namun, lanjutnya, pendekatan penyelesaian perkara pidana melalui restorative justice masih terasa asing jika diterapkan dalam sistem hukum peradilan militer atau dalam kerangka penyelesaian perkara koneksitas. Sebab, sistem peradilan militer memiliki karakteristik dan mekanisme yang berbeda dari sistem peradilan umum.

“Kompetensi absolut yang utama pada peradilan militer adalah memeriksa dan memutus perkara pidana yang dilakukan oleh anggota TNI,” ujarnya sembari menambahkan bahwa apabila kasus pidana melibatkan anggota militer dan warga sipil, maka kasus perkara pidana tersebut menjadi perkara pidana koneksitas.

Iman berharap ada diskusi menarik dalam seminar ini untuk mengetahui bilamana dalam penyelesaian perkara koneksitas terdapat korban warga sipil yang meminta penyelesaian perkara tersebut dilakukan secara keadilan restoratif.

“Apakah dimungkinkan secara tersendiri atau bersama-sama dengan anggota militer aktif, diberikan kesempatan untuk menyelesaikan permasalahan perkara  melalui pendekatan restoratif,” sebutnya.

Sementara itu, Kajati Kalsel Dr Mukri SH MH mengapresiasi tingginya semangat peserta seminar. Menurut mantan Kajati Kalteng ini, seminar tersebut sangat penting, karena bisa menjadi wadah untuk lebih memahami tugas dan fungsi dari Asisten Pidana Militer sebagai unit baru di lingkungan kejaksaan, maupun tugas dan fungsi sejumlah mitra kerja terkait, baik di lingkungan kejaksaan maupun instansi lain.

“Di samping itu, seminar ini menjadi wadah membangun koordinasi dalam upaya membangun kesamaan pikiran dan pandangan serta kesamaan pemahaman terkait tugas dan fungsi bidang pidana militer,” ucapnya.

Mukri berharap agar seminar yang digelar itu bisa menjadi pemicu bagi kejaksaan tinggi di sejumlah daerah dalam mencari solusi dan membahas penyelesaian perkara koneksitas melalui pendekatan keadilan restoratif secara lebih komprehensif di tingkat nasional ataupun yang lebih tinggi.

Dr Mukri menambahkan, kegiatan seminar yang digelar ini juga dalam rangka rangkaian peringatan ke-62 Hari Bhakti Adyaksa.

“Kami sengaja mengadakannya di Kalteng karena wilayah Kalteng oditur militernya ikut wilayah Kalsel,” kata Mukri.

Mukri menyebut bahwa seminar ini untuk memproyeksikan dan mewacanakan terkait penyelesaian restorative justice yang selama ini belum diterapkan dalam pidana militer.

“Bagaimana kita mewacanakan seandainya dalam suatu pidana melibatkan pelaku warga sipil dan militer (perkara koneksitas), kalau di sipil bisa diterapkan restorative justice (RJ), tapi bagaimana dengan (pelaku) di militer,” katanya.

Kajati Kalsel ini mengingatkan bahwa sesuai prinsip hukum, setiap orang punya kedudukan dan hak yang sama di hadapan hukum (equality before the law). Karena itu permasalahan ini harus segera dipikirkan secara bersama dan cermat. 

Mukri berharap melalui seminar ini bisa ditemukan solusi terkait penanganan kasus perkara koneksitas dalam sistem peradilan di Indonesia.

“Kami harapkan ini bisa menjadi trigger atau masukan kepada pimpinan, terutama yang berkaitan dengan masalah militer, bagaimana agar regulasi ini bisa disesuaikan dan diciptakan dalam rangka penegakan hukum di Indonesia,” tuturnya.

Seminar kali ini menghadrikan tiga orang pemateri. Mereka adalah Direktur Penindakan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (Jampidmil) Kejagung RI Brigjen TNI Edi Imran SH MH, Kepala Oditorat Militer III-15 Banjarmasin Letnan Kolonel Laut (KH) Jerry E A Papendang SH, dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin Dr Mispansyah SH MH.

Dalam kesempatan itu, Brigjen TNI Edi Imran SH menerangkan bahwa kewenangan dan aturan hukum terkait peradilan militer diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan RI. Di antaranya Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer dan UU Nomor 48 tentang Kekuasaan Kehakiman.

“Dalam pasal 9 UU Nomor 31 Tahun 1997 diterangkan bahwa pengadilan dalam lingkungan peradilan militer berwenang untuk mengadili antara lain prajurit TNI yang berdasarkan Undang-Undang disamakan dengan anggota suatu golongan atau jawatan atau badan yang dipersamakan sebagai prajurit berdasarkan UU, atau seseorang yang berdasarkan keputusan panglima TNI dengan persetujuan menteri kehakiman harus diadili di pengadilan militer,” terangnya.

Edi juga menyinggung sejumlah kasus besar yang saat ini tengah ditangani Jampidmil Tindak Pidana Militer Kejagung RI. “Saat ini kami menangani kasus perkara korupsi penyelewengan dana di Asabri dan pidana korupsi pengadaan satelit, semua perkara ini nilainya ratusan miliar rupiah,” sebut Edy.

“Nanti Jampidmil akan muncul lagi mengumumkan sebuah perkara yang nilai kurang lebih 800 miliar rupiah,” tembahnya. (sja/*adf/ce/ala/ko)

Exit mobile version