PALANGKA RAYA-Malamang merupakan tradisi masyarakat Kalimantan Tengah (Kalteng) sebagai ungkapan syukur atas rezeki yang didapakan. Tradisi ini masih terus dilestarikan hingga sekarang, meski cara masaknya banyak berubah. Namun rasa gurih yang menjadi ciri khasnya tidak pernah pudar. Pemerintah daerah terus berupaya menjaga tradisi malamang agar tak hilang. Salah satunya melalui Festival Budaya Isen Mulang (FBIM).
Dewan juri lomba malamang, Hj Mulia Dina Ma Lewis mengatakan, memasak lamang bukanlah hal yang mudah. Ada teknik khusus untuk pembakaran. Dijelaskannya, teknik malamang yang benar adalah bambu yang dibakar tidak boleh sampai hangus. Untuk itu, bara api yang digunakan haruslah sedang.
“Jadi kunci memasak lamang itu, selain pada rasa, tekniknya juga harus benar, ukuran bambu tidak boleh terlalu tebal, kalau terlalu tebal maka lamang tidak akan matang sempurna,” jelasnya.
Untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman, panitia membolehkan peserta lomba membuat variasi atau menambah menu pendamping, tetapi menjaga kekhasan rasa lamang. Jangan sampai rasa gurih khas lamang hilang. Para peserta pun harus cermat dalam mencari lauk pendamping. Menurut Hj Mulia Dina Ma Lewis, lamang paling pas disandingkan dengan ikan kering atau opor khas Dayak, bukan opor dengan resep khas Jawa.
Peserta lomba dari Barito Timur, Misnawati mengatakan, pihaknya menyandingkan inti kelapa, ikan kering, dan buah-buahan pendukung sebagai menu pendamping lamang. Baginya, menjaga ciri khas lamang lebih penting ketimbang harus menyandingkan dengan lauk yang dapat merusak citra khas lamang.
“Kami cukup pakai inti kelapa dan ikan kering aja, yang penting kan rasa khas lamang tetap ada, kalau ditambah yang lain, itu kan sudah modern dan bisa merusak kekhasan lamang,” tuturnya. (mut/ce/ala)