Jumat, Januari 31, 2025
23.6 C
Palangkaraya

Bupati Barito Selatan Terpilih Jadi Saksi Sidang Dugaan Korupsi Pengadaan Alkes

PALANGKA RAYA–Mantan Bupati Barito Selatan (Barsel) Eddy Raya Samsuri memberikan kesaksian dalam persidangan kasus korupsi proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) sistem sarana kamar operasi terintegrasi (SIRO) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jaraga Sasameh Buntok tahun anggaran 2018.

Kasus yang menjerat terdakwa mantan Direktur RSUD dr Leonardus Panangian Lubis ini, kini memasuki tahap pembuktian.

Sidang yang digelar pada Senin (21/1/2025) itu beragenda mendengar keterangan saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Barito Selatan (Barsel).

Jaksa Agus Hariyanto SH menghadirkan sejumlah saksi dalam persidangan ini. Salah satunya yakni mantan Bupati Barsel, Eddy Raya Samsuri.

Eddy memberikan keterangan dalam persidangan ini bersama saksi lain, yaitu mantan Direktur RSUD Jaraga Sasameh Buntok dr Yardi Nazar.

Di hadapan majelis hakim yang dipimpin hakim M Ramdes SH, Eddy Raya menyebut dana anggaran untuk proyek alkes pengadaan sarana kamar operasi yang terintegrasi di RSUD tahun anggaran 2018 itu berasal dari dana alokasi khusus (DAK) reguler bidang kesehatan yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

“Dana itu ada tiap tahun,” terang Eddy kepada hakim M Ramdes.

Eddy mengatakan, setelah mengetahui adanya anggaran itu, ia kemudian meminta direktur RSUD untuk berupaya agar RSUD bisa menerima anggaran tersebut.

“Saya minta kepada Pak Direktur agar dana dari pusat ini bisa diterima daerah juga, Yang Mulia,” kata Eddy.

Ia juga mengaku mendapat laporan perihal anggaran dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) itu dari terdakwa dr Leonardus Panangian Lubis yang saat itu masih menjabat sebagai direktur RSUD.

Lebih lanjut Eddy menjelaskan, pada awalnya pihaknya mengusulkan ke pemerintah pusat agar RSUD Jaraga Sasameh bisa mendapatkan DAK sebesar Rp28 milliar. Belakangan anggaran yang disetujui dan diberikan pusat untuk RSUD itu kurang lebih Rp10 milliar.

Diterangkannya, nama anggaran DAK itu kemudian berubah menjadi anggaran jaminan kesehatan nasional (JKN). Hakim M Romdes kemudian bertanya kepada Eddy terkait pengggunaan dana tersebut.

Baca Juga :  Satu Orang Pj Bupati Siap Mundur, Berniat Fokus Pilkada

Menanggapi pertanyaan ketua majelis hakim, Eddy mengatakan berdasarkan informasi yang diterima dari direktur RSUD, anggaran itu digunakan untuk penyediaan kelengkapan alat-alat di ruang operasi rumah sakit.

“Terakhir saya dapat laporan dari dr Leo, itu digunakan untuk ruang operasi dan pengadaan alat-alat kesehatan, Yang Mulia,” kata Eddy kepada majelis hakim.

Dijelaskannya, sebagai Bupati Barsel saat itu, dirinya memang memberikan persetujuan terkait usulan penggunaan anggaran itu untuk pengadaan alat-alat kelengkapan di ruang operasi RSUD, dengan harapan status tipe RSUD Buntok bisa segera naik menjadi rumah sakit rujukan.

“Jadi, dengan itu bisa menaikkan status rumah sakit, Yang Mulia,” tuturnya.

Ketika ditanya ketua majelis hakim, apakah dirinya sebagai bupati pernah menanyakan kepada direktur RSUD terkait alasan perubahan anggaran, yang awalnya anggaran DAK menjadi anggaran JKN, Eddy mengaku tidak pernah menanyakan hal itu.

Ia menambahkan, terkait teknis penggunaan anggaran itu, termasuk mengenai pihak-pihak yang melaksanakan proyek pengadaan alkes untuk RSUD, Eddy mengaku tidak tahu karena sudah diserahkan sepenuhnya kepada direktur RSUD.

“Saya hanya berpesan agar dilaksanakan dengan baik, seperti itu, Yang Mulia,” terang Eddy Raya saat dirinya majelis hakim terkait penggunaan dana.

“Pernah tanya siapa pemenangan lelangnya?” tanya hakim kepada saksi.

“Saya serahkan semua urusan kepada Pak Direktur, Yang Mulia,” jawab Eddy, lalu mengaku sama sekali tidak mengetahui pihak yang menjadi pemenang lelang proyek.

Meski sudah mengaku dirinya tidak mengetahui siapa pemenang lelang proyek pengadaan alkes tersebut, Eddy sempat menyebut jika dirinya turut mengawasi pelaksanaan proyek di RSUD itu.

Saksi menerangkan, proyek pengadaan alkes ruang operasi terintegrasi di rumah sakit itu diketahuinya selesai pada tahun yang sama.

“Proyeknya memang dilaksanakan dengan baik,” kata Eddy yang juga mengaku dirinya sebagai bupati turut meresmikan penggunaan ruang operasi terintegrasi itu.

“Yang meresmikannya saya sendiri, Yang Mulia,” kata Eddy.

Baca Juga :  KPK RI dan Pemda Se-Kalteng Berkomitmen Ciptakan Birokrasi Antikorupsi

Eddy Raya juga menerangkan, pelaksanaan proyek pengadaan alkes ruang operasi terintegrasi di RSUD Jaraga Sasameh Buntok diawasi banyak pihak, dia antaranya IDI dan Kemenkes.

Dalam sidang itu, saksi Eddy sempat ditanya ketua majelis hakim terkait hubungannya dengan sosok yang bernama Debi Bahtiar.

Hakim bertanya apakah dirinya pernah memperkenalkan orang itu kepada dr Leo selaku direktur RSUD. Eddy mengaku mengenal Debi Bahtiar sebagai seorang agen distributor penyedia peralatan alkes rumah sakit.

“Dia sebagai agen distributor saja, Yang Mulia,” tutur Eddy.

Yang membingungkan dari keterangan saksi Eddy, pada awalnya ia mengaku tidak pernah menperkenalkan Debi Bahtiar kepada dr Leo. Namun, kemudian ia justru mengaku pernah mempertemukan Debi Bahtiar dengan dr Leo.

“Terus apa maksud tujuan saudara memperkenalkan Debi kepada terdakwa ini, apa mau intervensi atau apa?” tanya hakim.

“Untuk referensi saja, Yang Mulia,” kata Eddy Raya, sembari mengaku menyerahkan sepenuhnya keputusan terkait pemenang lelang proyek kepada dr Leo.

Eddy mengaku memang mengetahui siapa yang akhirnya memenangi lelang tersebut. “Saya cuman berpesan agar proyek dilaksanakan dengan baik sesuai aturan, begitu saja, Yang Mulia,” kata Eddy Raya.

Sementara, Kepala RSUD Jaraga Sasameh Buntok dr Yardi Nazar yang juga hadir memberi kesaksian bersama Eddy Raya, mengatakan usulan awal terkait DAK reguler bidang kesehatan tahun anggaran 2018 dari Pemkab Barsel kepada kementerian lebih kurang senilai Rp33 milliar, dan diusulkan saat dirinya menjabat Plt Direktur RSUD.

Yardi mengatakan, dalam proposal usulan itu, pihaknya mengusulkan tujuh item rencana keperluan penggunaan dana DAK itu.

Namun Yardi mengaku tidak mengetahui kelanjutan usulan dana DAK itu, karena jabatannya sudah beralih ke terdakwa. “Di zaman saya, tidak ada (usulan) itu,” terang dr Yardi.

Hampir satu setengah jam lebih Eddy Raya dan dr Yardi Nizar memberikan kesaksian dalam sidang hari itu. (sja/ce/ala)

PALANGKA RAYA–Mantan Bupati Barito Selatan (Barsel) Eddy Raya Samsuri memberikan kesaksian dalam persidangan kasus korupsi proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) sistem sarana kamar operasi terintegrasi (SIRO) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jaraga Sasameh Buntok tahun anggaran 2018.

Kasus yang menjerat terdakwa mantan Direktur RSUD dr Leonardus Panangian Lubis ini, kini memasuki tahap pembuktian.

Sidang yang digelar pada Senin (21/1/2025) itu beragenda mendengar keterangan saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Barito Selatan (Barsel).

Jaksa Agus Hariyanto SH menghadirkan sejumlah saksi dalam persidangan ini. Salah satunya yakni mantan Bupati Barsel, Eddy Raya Samsuri.

Eddy memberikan keterangan dalam persidangan ini bersama saksi lain, yaitu mantan Direktur RSUD Jaraga Sasameh Buntok dr Yardi Nazar.

Di hadapan majelis hakim yang dipimpin hakim M Ramdes SH, Eddy Raya menyebut dana anggaran untuk proyek alkes pengadaan sarana kamar operasi yang terintegrasi di RSUD tahun anggaran 2018 itu berasal dari dana alokasi khusus (DAK) reguler bidang kesehatan yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

“Dana itu ada tiap tahun,” terang Eddy kepada hakim M Ramdes.

Eddy mengatakan, setelah mengetahui adanya anggaran itu, ia kemudian meminta direktur RSUD untuk berupaya agar RSUD bisa menerima anggaran tersebut.

“Saya minta kepada Pak Direktur agar dana dari pusat ini bisa diterima daerah juga, Yang Mulia,” kata Eddy.

Ia juga mengaku mendapat laporan perihal anggaran dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) itu dari terdakwa dr Leonardus Panangian Lubis yang saat itu masih menjabat sebagai direktur RSUD.

Lebih lanjut Eddy menjelaskan, pada awalnya pihaknya mengusulkan ke pemerintah pusat agar RSUD Jaraga Sasameh bisa mendapatkan DAK sebesar Rp28 milliar. Belakangan anggaran yang disetujui dan diberikan pusat untuk RSUD itu kurang lebih Rp10 milliar.

Diterangkannya, nama anggaran DAK itu kemudian berubah menjadi anggaran jaminan kesehatan nasional (JKN). Hakim M Romdes kemudian bertanya kepada Eddy terkait pengggunaan dana tersebut.

Baca Juga :  Satu Orang Pj Bupati Siap Mundur, Berniat Fokus Pilkada

Menanggapi pertanyaan ketua majelis hakim, Eddy mengatakan berdasarkan informasi yang diterima dari direktur RSUD, anggaran itu digunakan untuk penyediaan kelengkapan alat-alat di ruang operasi rumah sakit.

“Terakhir saya dapat laporan dari dr Leo, itu digunakan untuk ruang operasi dan pengadaan alat-alat kesehatan, Yang Mulia,” kata Eddy kepada majelis hakim.

Dijelaskannya, sebagai Bupati Barsel saat itu, dirinya memang memberikan persetujuan terkait usulan penggunaan anggaran itu untuk pengadaan alat-alat kelengkapan di ruang operasi RSUD, dengan harapan status tipe RSUD Buntok bisa segera naik menjadi rumah sakit rujukan.

“Jadi, dengan itu bisa menaikkan status rumah sakit, Yang Mulia,” tuturnya.

Ketika ditanya ketua majelis hakim, apakah dirinya sebagai bupati pernah menanyakan kepada direktur RSUD terkait alasan perubahan anggaran, yang awalnya anggaran DAK menjadi anggaran JKN, Eddy mengaku tidak pernah menanyakan hal itu.

Ia menambahkan, terkait teknis penggunaan anggaran itu, termasuk mengenai pihak-pihak yang melaksanakan proyek pengadaan alkes untuk RSUD, Eddy mengaku tidak tahu karena sudah diserahkan sepenuhnya kepada direktur RSUD.

“Saya hanya berpesan agar dilaksanakan dengan baik, seperti itu, Yang Mulia,” terang Eddy Raya saat dirinya majelis hakim terkait penggunaan dana.

“Pernah tanya siapa pemenangan lelangnya?” tanya hakim kepada saksi.

“Saya serahkan semua urusan kepada Pak Direktur, Yang Mulia,” jawab Eddy, lalu mengaku sama sekali tidak mengetahui pihak yang menjadi pemenang lelang proyek.

Meski sudah mengaku dirinya tidak mengetahui siapa pemenang lelang proyek pengadaan alkes tersebut, Eddy sempat menyebut jika dirinya turut mengawasi pelaksanaan proyek di RSUD itu.

Saksi menerangkan, proyek pengadaan alkes ruang operasi terintegrasi di rumah sakit itu diketahuinya selesai pada tahun yang sama.

“Proyeknya memang dilaksanakan dengan baik,” kata Eddy yang juga mengaku dirinya sebagai bupati turut meresmikan penggunaan ruang operasi terintegrasi itu.

“Yang meresmikannya saya sendiri, Yang Mulia,” kata Eddy.

Baca Juga :  KPK RI dan Pemda Se-Kalteng Berkomitmen Ciptakan Birokrasi Antikorupsi

Eddy Raya juga menerangkan, pelaksanaan proyek pengadaan alkes ruang operasi terintegrasi di RSUD Jaraga Sasameh Buntok diawasi banyak pihak, dia antaranya IDI dan Kemenkes.

Dalam sidang itu, saksi Eddy sempat ditanya ketua majelis hakim terkait hubungannya dengan sosok yang bernama Debi Bahtiar.

Hakim bertanya apakah dirinya pernah memperkenalkan orang itu kepada dr Leo selaku direktur RSUD. Eddy mengaku mengenal Debi Bahtiar sebagai seorang agen distributor penyedia peralatan alkes rumah sakit.

“Dia sebagai agen distributor saja, Yang Mulia,” tutur Eddy.

Yang membingungkan dari keterangan saksi Eddy, pada awalnya ia mengaku tidak pernah menperkenalkan Debi Bahtiar kepada dr Leo. Namun, kemudian ia justru mengaku pernah mempertemukan Debi Bahtiar dengan dr Leo.

“Terus apa maksud tujuan saudara memperkenalkan Debi kepada terdakwa ini, apa mau intervensi atau apa?” tanya hakim.

“Untuk referensi saja, Yang Mulia,” kata Eddy Raya, sembari mengaku menyerahkan sepenuhnya keputusan terkait pemenang lelang proyek kepada dr Leo.

Eddy mengaku memang mengetahui siapa yang akhirnya memenangi lelang tersebut. “Saya cuman berpesan agar proyek dilaksanakan dengan baik sesuai aturan, begitu saja, Yang Mulia,” kata Eddy Raya.

Sementara, Kepala RSUD Jaraga Sasameh Buntok dr Yardi Nazar yang juga hadir memberi kesaksian bersama Eddy Raya, mengatakan usulan awal terkait DAK reguler bidang kesehatan tahun anggaran 2018 dari Pemkab Barsel kepada kementerian lebih kurang senilai Rp33 milliar, dan diusulkan saat dirinya menjabat Plt Direktur RSUD.

Yardi mengatakan, dalam proposal usulan itu, pihaknya mengusulkan tujuh item rencana keperluan penggunaan dana DAK itu.

Namun Yardi mengaku tidak mengetahui kelanjutan usulan dana DAK itu, karena jabatannya sudah beralih ke terdakwa. “Di zaman saya, tidak ada (usulan) itu,” terang dr Yardi.

Hampir satu setengah jam lebih Eddy Raya dan dr Yardi Nizar memberikan kesaksian dalam sidang hari itu. (sja/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/