PALANGKA RAYA-Maraknya kasus sengketa tanah di Kota Palangka Raya tak hanya mengganggu iklim investasi, tapi juga ikut mengancam kemajuan sektor pendidikan. Setiap satuan pendidikan diingatkan untuk menjaga aset sekolah, terutama legalitas tanah yang harus disertifikasi. Jika tidak waspada, maka lahan berpotensi atau rawan diklaim para mafia tanah.
Kasus klaim lahan sekolah sudah terjadi di Kota Palangka Raya. Bangunan sekolah yang menjadi pilar pertama dan utama mencetak insan-insan manusia terdidik, tak lepas dari masalah sengketa kepemilikan tanah. Sengketa tanah pada lahan lokasi berdirinya sekolah dapat menghambat pembangunan dan pembenahan sekolah. Sebab, dibutuhkan legalitas aset (dalam hal ini tanah milik sekolah) yang memang valid untuk mengucurkan dana pembangunan dan pembenahan sekolah oleh pemerintah.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Palangka Raya Jayani menyebut ada sekolah di Kota Palangka Raya yang tersangkut masalah tanah. Dua sekolah yang diketahuinya bersinggungan dengan masyarakat berkenaan status kepemilikan lahan.
“Sekolah dasar (SD) yang tersangkut masalah tanah yakni SDN 1 Petuk Katimpun, ada lagi sekolah menengah pertama (SMP), tapi saya lupa di mana, itu saja sih setahu saya,” ucap Jayani kepada Kalteng Pos, Kamis (23/2).
Upaya pembenahan terhadap sekolah yang tersangkut sengketa tanah tak ayal mengalami hambatan. Jayani menyebut, beberapa waktu lalu urusan pengucuran dana untuk pembenahan SDN 1 Petuk Katimpun sempat terkendala karena adanya sengketa kepemilikan tanah antara pihak sekolah dan masyarakat yang merasa memiliki tanah pada objek tanah berdirinya bangunan sekolah.
“Kemarin, waktu kami mau rehab, salah satu persyaratan pengucuran dana kan harus valid mengenai segala macam administrasi kepemilikan tanah sekolah itu, salah satu syarat untuk merehab sekolah itu tanahnya harus punya sertifikat, kebetulan yang di Katimpun itu selalu saja terbentur dengan masalah itu,” ungkap Jayani.
Lokasi bangunan sekolah didirikan belum memiliki sertifikat hak milik (SHM). Ada gugatan dari pihak perorangan. Legalitas tanah yang dikantongi pihak sekolah masih berstatus surat pernyataan pemilik tanah (SPPT). Untungnya, lanjut Jayani, pihak Kelurahan Petuk Katimpun telah memfasilitasi mediasi antar pihak sekolah yang memiliki aset dan warga yang mengklaim kepemilikan tanah tersebut.
“Kemarin mediasi difasilitasi oleh pihak kelurahan, mereka (pengklaim, red) sudah bersedia menghibahkan tanah itu ke pihak sekolah. Sekarang kami sedang berupaya meningkatkan surat tanah itu menjadi sertifikat,” tuturnya.
Masalah sengketa tanah di bawah bangunan sekolah juga terjadi pada salah satu SMP di Kota Palangka Raya. Disebutkan Jayani, pada SMP yang tanahnya bermasalah tersebut, pihak sekolah diketahui telah memiliki sertifikat tanah. Tanah di atas bangunan sekolah yang tersengketa tersebut bermasalah dari segi ukuran tanah yang masuk dalam wilayah kepemilikan tanah pihak lain.
“Jadi mereka yang mengklaim kepemilikan tanah di sekolah itu komplain kalau bangunan sekolah masuk ke tanah mereka, ada bagian-bagian sekolah yang masuk tanah mereka, tapi kami sudah jelaskan dari sisi hukum karena memang punya sertifikat,” ucapnya.
Jayani menyebut, sejauh yang diketahuinya, hanya dua sekolah tersebut yang masih bermasalah dengan kepemilikan tanah. Tak ayal menghambat upaya pembenahan sekolah. “Kalau yang SMP sih tidak masalah karena sudah bersertifikat, tapi yang SD itulah yang bermasalah,” tuturnya.
Demi mengantisipasi pihak-pihak yang mengklaim kepemilikan tanah pada lokasi bangunan sekolah, Jayani meminta pihak sekolah agar disiplin dalam menata aset sekolah, termasuk tanah.
“Misalnya ada tanah sekolah yang belum digunakan, pihak sekolah harus rajin merawat dan membersihkan, jangan sampai rumput dibiarkan tinggi, karena kalau rimbun dan terlihat tidak terurus, bisa saja ada pihak yang mengklaim,” ujarnya.
“Aset pendidikan kita kan ada juga yang kadang-kadang enggak terurus, akhirnya diklaim orang lain, makanya saya selalu wanti-wanti kepala sekolah agar memastikan batas-batas tanah sekolah dan sebagainya,” tandasnya.
Terpisah, Kepala SDN 1 Petuk Katimpun Lendang mengatakan, sengketa tanah di sekolah yang dipimpinnya itu sudah dibereskan, sehingga tidak ada lagi persoalan dengan legalitas kepemilikan tanah.
“Kami juga sudah ada SPPT, jadi sudah beres, ditangani langsung oleh pihak kelurahan, mudah-mudahan secepatnya kami bisa dapat bantuan perehaban ruang kelas,” beber Lendang kepada Kalteng Pos, kemarin.
Ditanya apakah sengketa tanah sempat mengganggu kegiatan belajar mengajar di sekolah, Lendang memastikan proses belajar mengajar tetap berjalan normal dan tidak terganggu. Namun karena berstatus tergugat dan tanah belum bersertifikat mengakibatkan upaya perehaban sekolah terhambat. Sampai saat ini bangunan sekolah belum dilakukan rehab.
“Beberapa tahun lalu ketika tanah lokasi sekolah masih belum ada surat resmi dihibahkan, kami tidak bisa menerima bantuan dari pusat untuk perehaban bangunan sekolah,” tandasnya. (dan/ce/ala)