Site icon KaltengPos

Dicap “Menyimpang”, Jamaah Penyejuk Qolbu Menentang

Sepak Terjangnya Sudah Dalam Penyelidikan Bapakem Kota

PALANGKA RAYA-Media sosial di Indonesia akhir-akhir ini diramaikan dengan perseteruan Gus Samsudin dan pesulap merah. Cara pengobatan supranatural yang dipraktikkan oleh pemilik Padepokan Nur Dzat Sejati itu dibongkar oleh pesulap merah.

Ternyata ada juga praktik pengobatan supranatural di Palangka Raya. Beredar video yang disebarkan oleh pemilik akun Instagram @pesulapmerahpky dan akun Facebook Rahmat Abidin di grup INFO Palangkaraya Online. Pemilik akun menuliskan narasi jika praktik itu dilakukan oleh organisasi Jamaah Penyejuk Qalbu (JPQ) Palangka Raya.

Dalam beberapa video tersebut menampakkan sosok laki-laki sedang berusaha menyembuhkan pasien. Orang tersebut tiba-tiba mengeluarkan paku dari mulutnya. Ada juga video-video yang menunjukkan sekelompok orang yang sedang mengambil benda-benda yang katanya benda pusaka.

Berawal dari video itu, tim Kalteng Pos berusaha mencari informasi terkait eksistensi JPQ Palangka Raya. Ada dua orang mantan pengikut JPQ yang berhasil ditemui. Mereka bersedia memberi informasi, dengan syarat identitas dan hal-hal yang bisa diketahui oleh pihak JPQ Palangka Raya disamarkan.

Menurut penuturan mereka, JPQ didirikan sejak 2012. Untuk wilayah Kalteng, terpusat di Palangka Raya. Bermarkas di Jalan Temanggung Tilung I. Dipimpin oleh Syekh Akhmad Wahyudi. Gelar Syekh, menurut mereka menempel sejak 2019. Diberikan oleh seorang ulama yang dianggap kelompok mereka sebagai panutan. “Sebelumnya kami memanggilnya suhu atau guru,” ucap sang sumber seraya menyebut bahwa dahulunya Ahmad Wahyudi merupakan seorang perawat yang pernah bertugas di rumah sakit.

Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat adalah rukiah. Sering melakukan rukiah massal. Entah ada izin atau tidak. Namun menurut sumber itu, ada hal yang mengganjal dan tidak bisa diterima logika. Tiap selesai rukiah massal, ada peserta yang menjadi sasaran untuk dilakukan rukiah secara pribadi. Mereka pengikut mengirim pesan melalui ponsel, memberitahukan jika ada gangguan jin atau ada gangguan gaib. “Saat dirukiah, ruangan dalam kondisi gelap, katanya sih biar lebih konsentrasi,” ujarnya.

Menurut pengakuan sumber, ia pernah disuruh untuk memegang kain putih, lalu diberikan kepada suhu sebelum lampu dimatikan. Ia juga tak mendengar jelas doa apa yang dibacakan. Kemudian saat lampu dihidupkan kembali, terlihat ada noda merah di kain putih itu. Ada tiga titik.

“Suhu (Wahyudi, red) bilang jika itu besaran dosa riba yang dihitung sejak akil baligh sampai tua ini,” ucapnya.

Besarnya berapa? “Besarannya berupa rupiah. Saat itu saya keluar nominal di atas Rp30 juta. Dan apabila mau menghapusnya bisa diserahkan melalui dia (Wahyudi, red) dan disalurkan kepada orang yang kurang mampu,” bebernya. “Ada juta teman-teman saya yang sampai ratusan juta. Dulu orangnya kaya, sekarang hidupnya jauh dari kata kaya. Habis hartanya,” tuturnya.

Sejak itu ia tak mengiyakan lagi. Berkonsultasi dengan keluarga. Juga melihat video-video di kanal YouTube yang membahas soal perhitungan dosa riba. Tak ada yang menyebut dosa riba bisa ditebus dengan uang. “Dari situ saya mundur pelan-pelan, sampai akhirnya keluar seutuhnya setelah lebih dua tahun bergabung dengan JPQ,” ucapnya.

Sumber Kalteng Pos juga menyebut bahwa orang yang dipanggil suhu atau guru itu bisa melihat hari nahas seseorang. Jika ingin nahas itu hilang, bisa dibantu melalui doa, dengan syarat menyerahkan sejumlah uang.

Untuk praktik-praktik rukiah, sumber menyebut, tak jauh berbeda dengan praktik Gus Samsudin yang dibongkar oleh pesulap merah. Mencari benda pusaka. Lalu ada tim yang menaruh terlebih dahulu di suatu tempat. Benda-benda itu pun bukanlah benda pusaka, melainkan barang-barang antik yang didapatkan di pasar. “Persis praktiknya kayak yang dibongkar pesulap merah,” celetuknya.

Apakah ada pengajian atau salat berjemaah ketika ngumpul di markas? Sumber Kalteng Pos menyebut, selama menjadi pengikut, belum pernah merasakan salat berjemaah di sana. Memang ada orang yang mengaji, tapi tidak semua ikut. Apalagi suhu atau guru itu tidak pernah terlihat mengaji atau memimpin salat berjemaah di musala. “Katanya sih ilmunya sudah makrifat,” katanya.

Musala Dialihfungsikan Jadi Aula Rukiah

“Ohh iya, dahulu di markas itu berdiri musala, tapi dialihfungsikan menjadi aula rukiah, jadi sudah tidak ada lagi musala di sana,” bebernya. 

Selang tiga hari, wartawan Kalteng Pos pun mendatangi markas JPQ Palangka Raya. Diterima oleh Humas JPQ Palangka Raya, Wawan. Ia mempersilakan untuk duduk di lantai teras aula rukiah, yang dahulu merupakan musala. Sambil duduk bersila, wartawan menyampaikan maksud dan tujuan. Sekitar lima menit kemudian, datanglah Sekretaris Umum JPQ Palangka Raya Rudi Ahmadi dengan mengendarai sepeda motor. Kemejanya sedikit basah karena kehujanan.

Rudi dan Wawan menyambut dengan ramah. Mereka tampak senang mendengar maksud kedatangan Kalteng Pos ke markas mereka. Bagi mereka, kedatangan wartawan untuk klarifikasi diharapkan bisa menjawab isu aliran “menyimpang” yang selama ini dicap oleh orang-orang yang menurut mereka sebagai “barisan sakit hati”.

Rudi menjawab satu per satu pertanyaan secara detail. Pertama, terkait perhitungan dosa riba bisa ditebus dengan uang. Rudi dengan lantang menentang. Rudi juga membantah adanya praktik memperdaya pasien dengan prediksi nahas dan menghapus nahas dengan sejumlah uang. “Tidak benar itu mas,” ucapnya.

Proses penyembuhan di JPQ melalui metode rukiah tanpa dipungut biaya. JPQ Palangka Raya tidak berorientasi pada uang. Membantu orang dengan menggunakan uang yang terkumpul dari anggota. JPQ berhaluan ahlussunnah wal jamaah. “Kalau pasien kita merasa tertipu, mereka enggak akan kembali untuk minta dirukiah lagi,” tambahnya.

Terkait gelar syekh yang melekat di guru besar Ahmad Wahyudi, merupakan pemberian langsung ulama yang menjadi panutan dan sandaran JPQ, yakni KH Ahmad Sanusi Ibrahim atau Guru Jaro pada 2019 lalu. “Gelar syekh diberikan karena guru (Wahyudi, red) sarat keilmuan, tarikat, qadariat, waknah sabadiah,” ungkapnya.

Terkait tuduhan Syekh Ahmad Wahyudi tidak menjalankan salat dan mewajibkan salat, juga dibantah oleh Rudi dan Wawan.”Oh, itu tidak benar. Kami mewajibkan anggota kami untuk menjalani salat lima waktu,” kata Rudi. “Bahkan kami diimbau menjalankan salat dhuha dan tahajut,” timpal Wawan.

Soal alih fungsi musala menjadi aula rukiah, Wawan tidak memberikan alasan yang rinci. Ia hanya menyebut bahwa ke depannya aula tersebut tidak akan digunakan lagi oleh pihaknya.

 “Kami akan pindah (markas untuk rukiah, red) nanti, oleh di sini (bangunan, red) masuk jalur hijau,” ucapnya.

Meski diterpa isu yang tak sedap, JPQ Palangka Raya tak goyah. Isu liar itu sudah berembus lama. Pihak JPQ Palangka Raya bisa saja melapor ke kepolisian. Namun hal itu tidak dilakukan. JPQ Palangka Raya memilih bersabar. 

Informasi yang diterima dari sumber Kalteng Pos, sepak terjang JPQ Palangka Raya sudah sampai ke Badan Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Aliran Keagamaan Dalam Masyarakat (Bapakem) Kota Palangka Raya. Tim yang dinakhodai Kejaksaan Negeri Palangka Raya itu dalam empat bulan terakhir sedang melakukan penyelidikan terkait sepak terjang JPQ Palangka Raya. Di dalam ti mini juga terdapat orang-orang Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kementerian Agama (Kemenag), pemerintah daerah, dan kepolisian yang membantu memberikan pertimbangan teknis. Namun sampai saat ini hasil penyelidikan belum keluar atau belum diumumkan. (irj/ce/ram/ko)

Exit mobile version