Site icon KaltengPos

Pilgub Kalteng, Pemilih Gen Z Lebih Kritis, Siapa yang Berhasil Menggaet?

ilustrasi pilkada (ROY/KALTENG POS)

 

PALANGKA RAYA-Lebih dari satu juta pemilih pada pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di Kalimantan Tengah (Kalteng) ini merupakan generasi Z (Gen Z) dan millennial

Empat pasang calon gubernur dan wakil gubernur harus bersaing ketat menggaet suara dari pemilih muda, jika ingin memenangi kontestasi.

Berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalteng, pemilih Generasi Y atau milenial merupakan paling tinggi, yakni 714.351 atau 36 persen.

Pemilih muda kedua terbanyak dari generasi Z, yakni 474.322 atau 24 persen. Generasi millennial sendiri merupakan pemilih berusia 27 tahun hingga 42 tahun, sedangkan Generasi Z adalah pemilih berusia 27 tahun ke bawah.

Melihat sebaran pemilih muda ini, terbanyak berada di Kabupaten Kotawaringin Timur, diikuti Kapuas, Palangka Raya, dan Kotawaringin Barat.

Empat pasang kandidat, yakni Willy M Yoseph-Habib Ismail, Nadalsyah Koyem-Supian Hadi, Agustiar Sabran-Edy Pratowo, dan Abdul Razak-Sri Suwanto akan bersaing sengit merebut hati para pemilih muda. Pasalnya melihah porposi jumlah pemilih, para pemilih muda ini bakal sangat menentukan hasil pemilu nanti.

Posisi strategis pemilih muda mendorong para kontestan untuk melakukan berbagai cara demi menggaet suara mereka.

Menurut Ricky Zulfauzan, pengamat politik dari Universitas Palangka Raya (UPR), generasi Z adalah pemilih yang tidak tertarik dengan model kampanye konservatif, seperti menggunakan panggung yang besar, membagi-bagikan kaus, atau kampanye terbuka lain yang memakan biaya mahal.

“Gen Z cenderung menentukan pilihannya dengan kritis, mengecek rekam jejak calon, membaca visi dan misinya, dan memastikan bahwa calon pemimpin yang akan dipilih punya perhatian lebih untuk anak muda,” ungkap Ricky kepada Kalteng Pos, Kamis (26/9).

Menurutnya, anak muda saat ini lebih tertarik terhadap kampanye yang lugas, membangun tren, fashion yang update, dan memaksimalkan media sosial.

Karena anak muda adalah mereka yang sangat update terhadap tren media sosial. Meski demikian, model kampanye konservatif masih berlaku untuk ceruk pemilih jadul.

“Kalau ingin menyasar suara pemilih muda atau Gen Z, ya tentu pendekatannya berbeda. Berkaca dari model kampanye Pak Prabowo dan Mas Gibran beberapa waktu lalu, bagaimana mereka membangun tren joged, hip hop oke gass, pilihan baju yang dikenakan, dan lainnya,” tutur Ricky.

Sehingga untuk menargetkan kemenangan, para calon harus menguasai sepenuhnya suara Gen Z, tidak setengah-setengah, mengingat besarnya potensi suara dan rasionalnya mereka.

“Untuk mendapatkan suara pemilih Gen Z tidak mudah kalau dengan pendekatan jadul. Namun relatif lebih mudah jika kita masuk dan menyelami dunia anak muda. Jangan berpandangan bahwa mereka bisa kita atur dan kendalikan sesuka kita,” tegasnya.

Menurutnya, peluang empat paslon sama-sama kuat untuk menggaet suara pemilih muda. Hanya perlu merekrut anak-anak muda kreatif, memberikan ruang bagi mereka untuk membangun tren baru, yang bisa membuat generasi muda tertarik. (irj/ce/ala)

 

Exit mobile version