Site icon KaltengPos

Para Penghuni Panti Diajak Berkebun hingga Bermain Musik

BIMBINGAN: Dokter Theodorus Sapta Atmadja (kanan) ketika memberikan bimbingan kepada salah satu penghuni Panti JAM di Jalan Tjilik Riwut Km 18,5 Palangka Raya, belum lama ini. (PANTI JAM UNTUK KALTENG POS)

Mengurus para penghuni panti rehabilitasi gangguan jiwa memang bukanlah pekerjaan mudah. Butuh kesabaran dan ketabahan. Tidak sedikit juga pejabat publik yang meluangkan waktu untuk turun langsung merawat para penghuni panti. Seperti yang dilakukan oleh Dokter Theodorus Sapta Atmadja.

EMANUEL LIU, Palangka Raya

MERUPAKAN pengalaman yang sangat berharga bagi dr Theodorus Sapta Atmadja dan rekan pengelola lainnya ketika dapat menjalankan misi kemanusiaan dengan melayani para penghuni Panti Joint Adulam Ministry (JAM ) di Jalan Tjilik Riwut Km 18,5, Palangka Raya.

Sebagai salah satu pengelola panti tersebut, dr Theo selalu berkoordinasi dengan tiga pembina lainnya terkait mekanisme aktivitas harian panti. Salah satu di antara pembina itu adalah Uskup Palangka Raya Mgr Aloysius Sutrisna Atmaka MSF.

Dokter Theo sedikit menceritakan awal mula Panti JAM dikelola oleh Yayasan Panengan Asih. Saat itu ia mengikuti rapat bersama manajemen RSJ Kalawa Atei. Saat itu ada lima pasien yang sudah diperkenankan untuk pulang. Akan tetapi pihak keluarga belum siap menerima. Sebab selama ini dititipkan di Panti JAM. Namun informasinya panti itu sudah tutup.

“Saya kemudian bertemu dengan kepala panti, Ibu Marta yang kemudian ingin menyerahkan panti itu kepada saya secara pribadi. Dengan berbagai pertimbangan, kami pun terima, tapi pengelolaan dilakukan bersama-sama dengan beberapa pengurus tanpa digaji,” katanya kepada Kalteng Pos, Kamis (27/6).

Karena memiliki misi besar yaitu melayani orang dengan gangguan jiwa yang telantar dan terlupakan, dr Theo pun segera mengurus izin ke Kementerian Hukum dan HAM, serta izin operasional dari dinas sosial.

Sekitar tanggal 25 Juli 2020, pengelola yayasan tersebut dialihkan dari Yayasan JAM kepada Yayasan Panengan Asih. Saat ini ada 25 penghuni panti yang berasal dari berbagai suku dan agama.

“Ada 4 orang beragama Katolik, 4 beragama Islam, dan sisanya beragama Kristen Protestan yang berasal dari Sabang sampai Merauke,” beber pria yang juga menjabat Direktur RSJ Kalawa Atei tersebut.

Ada beberapa biarawati yang memberi pelayanan di panti tersebut. Suster-suster MCFSM dipercayakan Uskup Palangka Raya Mgr Aloysius Sutrisna Atmaka MSF untuk berkarya di Panti JAM.

Setiap hari bersama penghuni panti melakukan kegiatan rehabilitasi, baik secara rohani maupun fisik. Ada bantuan dari Bank Kalteng untuk pembuatan kebun sayur, kebun buah, kolam ikan, serta ternak ayam dan bebek. Ada juga bantuan dari Kementerian Sosial RI melalui UPT Budi Luhur Banjar Baru.

Selain membantu mereka yang telantar dan terlupakan oleh keluarga, juga mempersiapkan para penghuni panti agar dapat diterima kembali oleh keluarga dan masyarakat.

Tak jarang beberapa di antara penghuni panti yang sudah dikembalikan ke keluarga, justru memilih ingin tetap berada di panti tersebut. Hal itu karena adanya stigma masyarakat terhadap mereka sebagai orang yang tidak produktif dan orang terbuang.

Ketika waktu luang, para penghuni panti sering diajak untuk mengunjungi rumah ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing. Kendati sebelumnya mereka berkeliaran hidup dan dianggap menganggu aktivitas masyarakat, tapi selama di panti tersebut mereka mengalami kehidupan layaknya manusia normal. Makan 3 kali sehari, tidur di tempat yang layak, dan serta mendapat pelayanan lainnya. Bahkan saat mengalami sakit, dirawat dengan penuh kasih sayang.

Meski pihak keluarga penghuni panti umumnya belum bisa menerima keadaan anggota keluarganya, tapi dr Theo berharap ada kunjungan yang dilakukan sesekali.

Dokter Theo juga berterima kasih kepada para donatur yang selama ini telah membantu dengan cara masing-masing, sehingga dapat menghidupkan para penghuni panti yang sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang.

Para penghuni panti menjalani rutinitas mereka dari pagi hingga malam. Setelah bangun tidur, ada doa pagi bersama sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Kemudian sarapan pagi. Usai sarapan, penghuni pantai menjalani aktivitas berkebun di sekitar panti, membersihkan taman, menyapu ruangan, dan mendapatkan snack. Ada waktu untuk istirahat siang. Menjelang sore penghuni panti mengikuti terapi seperti bermain musik dan lainnya hingga menjelang waktu makan malam. Dilanjutkan dengan doa malam bersama dan rekreasi.

“Walaupun ada yang pernah kabur, tapi akhirnya nurut setelah diberi penjelasan, bahkan ada yang minta untuk selamanya tinggal di panti. Kami apresiasi itu sebagai hasil kerja semua pihak, sehingga para penghuni merasa betah dan nyaman berada di panti ini,” ungkapnya.

Meski tiap hari disibukkan dengan tugas dan tanggung jawab sebagai pejabat publik, namun dr Theo dan pembina lainnya selalu meluangkan waktu untuk memberi perhatian kepada para penghuni panti.

“Kami berharap akan ada perhatian dari sesama untuk membantu mereka yang menghuni panti ini, bisa menyalurkan donasi melalui rekening BCA atas nama Yayasan Panengan Asie Palangka Raya dengan nomor 8600689208,” tutupnya. (*/ce/ala)

Exit mobile version