PALANGKA RAYA-Aktivitas bongkar muat barang melalui Pelabuhan Bukit Pinang beberapa tahun terakhir mulai ramai. Pelabuhan yang berada di Sungai Kahayan, Kelurahan Tanjung Pinang, Palangka Raya ini menjadi tempat singgah kapal pengangkut crude palm oil (CPO), hasil pertambangan, maupun barang bangunan lainnya. Di pelabuhan ini, petugas mendeteksi puluhan kru atau anak buah kapal (ABK) yang terpapar Covid-19.
Ditemukannya belasan ABK terpapar Covid-19 tersebut berawal dari keluarnya surat edaran (SE) gubernur yang mewajiban tiap orang yang masuk ke Kalteng mengantongi surat tes PCR negatif Covid-19. Sejak itu, pengetatan pun dilakukan pada jalur darat, udara, maupun laut.
Jalur laut merupakan salah jalur yang sangat rawan penyebaran Covid-19. Seperti yang terjadi di Pelabuhan Bukit Pinang. Sejumlah ABK yang datang ke Palangka Raya tersebut diketahui positif Covid-19. ABK yang diketahui positif Covid-19 ini merupakan awak kapal pengangkut barang seperti sawit maupun batu bara yang singgah di Kota Palangka Raya. Kapal-kapal tersebut datang dari Semarang, Surabaya, dan beberapa pelabuhan lain.
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas III Palangka Raya yang memiliki tanggung jawab pengawasan membenarkan informasi adanya kru atau ABK yang terkonfirmasi positif Covid-19. “Memang benar pihak KKP menemukan hal itu (ABK positif Covid-19),” kata Koordinator Subtansi Pengendali Risiko Lingkungan dan Kesehatan Lintas Wilayah (PRL KLW) KKP Palangka Raya Radian Nur kepada Kalteng Pos, pekan lalu.
Sejak dikeluarkannya SE Gubernur Kalteng tentang Pengetatan Orang Masuk Kalteng, lanjut Radian Nur, KKP mengawasi sejumlah pelabuhan yang ada di wilayah Palangka Raya. Kemudian menemukan sejumlah ABK terdeteksi positif Covid-19 berdasarkan hasil tes PCR. Pihak KKP, kata Radian Nur, mengawasi tiap kapal yang singgah di Pelabuhan Bukit Pinang dan dua pelabuhan terminal khusus (tersus) yang dikelola perusahaan swasta.
Dikatakan Radian Nur, pertama kali KKP menemukan adanya ABK yang positif Covid-19 yakni pada 4 Juli, ketika melakukan pemeriksaan terhadap ABK Sumber Makmur di Pelabuhan Tersus Jeti-Jarwo.
“Kami temukan kru kapal tidak dibekali dokumen PCR negatif, lalu kami minta agennya untuk melakukan tes PCR di rumah sakit,” ujarnya.
Ternyata dari 13 ABK yang ada di dalam list kru Kapal Sumber Makmur, 11 orang dinyatakan positif Covid-19 tanpa gejala. Kemudian KKP meminta pihak agen kapal untuk memerintahkan semua ABK melakukan isolasi mandiri di darat.
“Tetapi waktu itu pihak agen memutuskan agar para ABK yang dinyatakan positif Covid-19 melakukan isolasi mandiri di kapal, sedangkan ABK yang negatif dipindahkan ke tongkang,” ucap Radian Nur.
Tak hanya ABK Sumber Makmur, lanjut Radian Nur, pada 8 Juli KKP menemukan lagi ABK yang terkonfirmasi positif Covid-19. “Ada dua kapal, Kapal PB Merpati 3 ada 2 orang yang positif dan Kapal PB Surya Pandu 8 ada satu orang yang positif,” katanya sembari menambahkan bahwa ketiga pasien Covid-19 tersebut langsung diperintahkan melakukan karantina mandiri di darat.
KKP juga menemukan ada beberapa kapal berikutnya yang datang ke pelabuhan di Kota Palangka Raya membawa ABK yang kemudian diketahui positif Covid-19. Di antaranya Kapal PB William yang datang pada tanggal 14 Juli dengan membawa 13 kru, ditemukan 4 yang positif Covid-19, Kapal Bhakti 8 juga datang pada tanggal 14 Juli, diketahui membawa 13 kru dan 4 di antaranya positif Covid-19.
Khusus untuk Kapal PB Bhakti 8, dikatakan Radian Nur, pihak owner kapal tak mau ABK yang dinyatakan positif Covid-19 melakukan isolasi di tempat terpisah. Mereka memilih melakukan isolasi di dalam kapal. “Alasan pihak owner kapal, karena mereka tidak bergejala,” terangnya.
Alasan yang disampaikan oleh pihak owner kapal ini sebenar sangat disesalkan oleh pihak KKP Palangka Raya. Karena menurut Radian Nur, ABK yang telah dinyatakan terpapar Covid-19 semestinya sama sekali tidak boleh bergabung dengan ABK yang dinyatakan sehat.
“Alasan owner kapal itu yang sangat kami sesalkan, karena mereka menginterpretasikan sendiri bahwa bila tidak bergeja berarti tidak berbahaya, padahal itu hal yang keliru, karena bila isolasi di dalam kapal, kita tidak bisa menjamin ABK positif Covid-19 itu tidak berhubungan atau berkontak dengan ABK lainnya,” ujarnya.
Sedangkan untuk kapal yang berlabuh di Bukit Pinang, KKP melakukan pemeriksaan terhadap satu kapal yakni Kapal Rona 8 pada 12 Juli. Dari 12 kru list kapal tersebut yang melakukan tes cepat di RS Siloam, ditemukan ada 4 orang yang dinyatakan positif Covid-19.
Kemudian pihak agen yang mengatur perjalanan Kapal Rona 8 ke Palangka Raya melakukan konfirmasi ulang di RSD Muhamadiyah. Hasilnya 2 orang ABK dinyatakan positif Covid-19. Keduanya menjalani isolasi mandiri di darat.
Radian Nur menerangkan, untuk tempat karantina mandiri para ABK kapal yang dinyatakan positif, KKP bersama tim Satgas Covid-19 Provinsi Kalteng sudah menyiapkan tempat karantina, yakni di sebuah hotel di Kota Palangka Raya.
“Biaya penginapan ABK yang menjalani karantina di hotel itu menjadi tanggung jawab pihak agen kapal dan pemilik kapal,” tegasnya.
Radian Nur menjelaskan bahwa pihak KKP sudah menyampaikan ke agen maupun pemilik kapal, terutama yang melakukan perjalanan ke Kalteng, agar wajib membawa surat keterangan sehat hasil tes laboratorium PCR.
Radian Nur memperkirakan bahwa penularan terjadi saat perjalanan. Apalagi waktu berlayar kapal cukup lama. “Kebanyakan kapal yang berlayar ke sini itu perlu waktu 4 sampai 7 hari bahkan lebih, apalagi saat mereka berangkat dalam posisi belum tes PCR,” katanya.
Terkait perlakuan untuk setiap kapal yang masuk wilayah Kota Palangka Raya dan yang diketahui memiliki ABK yang positif Covid-19, KKP memberikan perlakuan khusus dengan mengambil langkah mitigasi, yakni melakukan karantina untuk kapal bersangkutan serta melakukan penyelidikan. “Itu kewenangan dari SPKSE (Seksi Pengendalian Karantina dan Surveilans Epidemiologi),” bebernya.
Sementara itu, berdasarkan keterangan dari Kepala Seksi SPKSE Kantor KKP Palangka Raya Elvan Virgo Hosea, jumlah kapal yang saat ini diawasi pihak SPKSE sebanyak 6 kapal.
Untuk mengawasi keenam kapal tersebut, KKP bekerja sama dengan KSOP Bukit Pinang. “Oleh pihak Syahbandar, kapalnya disuruh tetap berada di tengah sungai, enggak boleh merapat, dan orang lain juga tidak bisa masuk,” kata Elvan seraya menambahkan bahwa kapal yang berada di tengah sungai wajib menaikkan bendera kuning sebagai tanda kapal tersebut sedang menjalani karantina.
Segala kebutuhan ABK yang menjalani karantina di kapal diantar oleh petugas khusus. “Yang ngantar dengan yang ngambil makanan enggak ketemuan,” ujarnya.
Ia juga menambahkan, terkait ABK yang harus menjalani isolasi mandiri, ada pemilik kapal yang tidak mau ABK-nya menjalani karantina mandiri di tempat yang sudah ditetapkan pemerintah daerah dan memilih melakukan karantina di atas kapal.
“Isolasi itu ditentukan oleh pemilik kapal sendiri, tapi mereka tetap harus diisolasi,” kata Elvan.
Untuk tempat isolasi ABK ini sendiri, Elvan mengatakan bahwa berdasarkan rekomendasi dari tim satgas sudah ditetapkan Hotel Global di Jalan Tjilik Riwut sebagai tempat isolasi mandiri para ABK ini. “Rata-rata memang ditempatkan di situ kalau ada yang isolasi mandiri dari perusahaan-perusahaan, karena mereka langsung kerja sama dengan pihak rumah sakit,” ujarnya.
Elvan juga membenarkan bahwa kapal-kapal tersebut banyak yang berasal dari sejumlah pelabuhan di Pulau Jawa dan datang untuk mengangkut CPO dari Kalteng. KKP berharap ada kerja sama dari para pemilik kapal dan pihak agen untuk menegakkan aturan terkait wajib PCR bagi para ABK kapal.
“Sekarang ini peningkatan kasusnya begitu tinggi, maka penting untuk mengikuti regulasi yang diberlakukan di wilayah ini yang mensyaratkan wajib PCR untuk tiap orang yang masuk Kalteng,” pungkasnya.
Terpisah, Kepala Wilayah Kerja Pelabuhan Bukit Pinang Palangka Raya UPT Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan ( KSOP) IV Pulang Pisau Wiwin Iriani Hasanudin mengatakan, di Pelabuhan Bukit Pinang ada kapal yang sedang diawasi oleh pihak KSOP terkait ABK yang positif Covid-19.
“Kami langsung hubungi pemilik kapalnya dan kami sampaikan bahwa ada ABK yang sakit dan perlu perawatan, dan pihak pemilik menyerahkan ke kami untuk bantu mengurusi hal tersebut,” terang Wiwin yang sudah sekitar satu tahun menjabat sebagai Kepala Pelabuhan Bukit Pinang.
Dikatakannya, para ABK tersebut bukan warga Kalteng. Mereka diisolasi di sebuah hotel yang memang disiapkan khusus untuk isolasi pasien Covid-19, dengan biaya ditanggung pihak pemilik kapal.
“Karena para ABK ini bukan warga Kalimantan, jadi mereka tidak bisa diisolasi di tempat yang ada, dan di Palangka Raya sendiri seluruh tempat isolasi sudah full bahkan over,” terang perempuan yang sudah 19 tahun menjadi pegawai di Kementerian Perhubungan Direktorat Perhubungan Laut itu.
Wiwin juga menyampaikan, seluruh prosedur evakuasi ABK yang positif Covid-19 tersebut dilakukan sesuai standar protokol kesehatan. Petugas KSOP dan KKP yang melakukan proses evakuasi menggunakan APD lengkap. Selain itu seluruh bagian kapal juga dilakukan penyemprotan diinfektan untuk sterilisasi.
Wiwin juga mengatakan, sejak terbitnya SE Gubernur Kalteng, seluruh kapal yang berlayar di Sungai Kahayan dan masuk wilayah Kota Palangka Raya, oleh pihak KSOP Bukit Pinang tidak diperbolehkan tambat di Pelabuhan Bukit Pinang sebelum petugas KKP melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen kesehatan seluruh awak kapal.
Wiwin menambahkan, jika ada pemilik kapal yang tidak mau bekerja sama menerapkan aturan tersebut, pihaknya tak segan-segan mengusir kapal tersebut ke luar dari wilayah Palangka Raya.
Selain itu, pihaknya akan melaporkan kapal tersebut ke pihak kepolisian dengan tuduhan mengangkut orang-orang yang terjangkit Covid-19 .
“Kami tiap hari naik patroli sampai ke wilayah Beringin sana, jadi kami pasti tahu bila ada kapal yang masuk wilayah Palangka Raya,” ujarnya lagi.
Apabila terdapat ABK yang dinyatakan positif Covid-19, pihak KSOP juga melakukan pembatasan gerak bagi ABK lain yang dinyatakan negatif atau sehat. Para ABK yang sehat diminta untuk tetap berada di kapal dan tidak turun ke darat.
Selama diberlakukan SE Gubernur, Wiwin mengaku tidak pernah takut atau gentar dengan para pengusaha maupun pemilik kapal. “Selama mereka masuk ke wilayah kita, kami menerapkan SE Gubernur Kalteng, jadi kami tidak pernah takut bertindak selama itu sesuai dengan aturan,” pungkasnya.
85 Persen Penularan karena Transmisi Lokal
Seperti diketahui, Kamis (29/7) angka terkonfirmasi Covid-19 tembus 527 orang dalam sehari. Angka ini memecahkan rekor lagi setelah beberapa kali angkanya terus naik. Dua hari kemudian, Sabtu (31/7) tak disangka angka kematian dalam sehari mencapai 32 pasien. Angka ini pun sudah beberapa kali dalam waktu terakhir pecahkan rekor di atas angka 20 hingga tembus di atas 30.
Beberapa waktu terakhir pertambahan kasus maupun angka kematian bergantian memecahkan rekor. Kemarin, Minggu (1/8) meski sudah turun dari angka tertinggi, tetap saja angka itu masih dalam hitungan tinggi dibandingkan dengan sebelumnya.
Rilis harian Satgas Covid-19 Kalteng memperlihatkan data pertambahan kasus terkonfirmasi positif berada di angka 309 dan kematian berada di angka 23. Ketua Persatuan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Kalteng Rini Fortina menyebut, angka kenaikan kasus pekan ini lebih tinggi dari puncak kasus yang pernah terjadi selama ini.
“Puncak kasus yang pernah terjadi di Kalteng yakni 1.800 kasus dalam satu pekan, pekan ini melebihi angka puncak itu,” katanya saat dikonfirmasi, kemarin (1/8).
Diungkapkannya, pihaknya memang belum memiliki data rincinya karena hanya dikeluarkan seminggu sekali. Namun berdasarkan data per Sabtu sore, penambahan kasus konfirmasi mencapai angka dua ribuan.
“Data mingguan belum masuk semuanya, baru nanti malam (tadi malam, red) semua data masuk, hanya saja per Sabtu sore ada 2.000-an kasus baru pertumbuhannya,” ungkapnya kepada Kalteng Pos.
Dijelaskan Rini, saat ini klaster-klaster penyebaran Covid-19 di Kalteng hampir tak ada lagi. 85 persen penularan saat ini terjadi karena transmisi lokal.
“Artinya penyebarannya sudah merata di Kalteng ini,” jelasnya.
Dengan demikian akan sulit bagi pihaknya mengetahui detail penyebaran virus, dari mana dan ke mana saja. Namun ia menegaskan bahwa satu-satunya cara untuk mengetahui yakni dengan screening secara massal maupun per kelompok.
“Karena saat ini transmisi lokal meningkat, maka bisa dilakukan screening di kelompok masyarakat hingga keluarga,” tegasnya. (sja/abw/ce/ala)