SAMPIT – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengapresiasi terobosan yang dilakukan Pemerintah Daerah Kotawaringin Timur (Kotim) dalam pelepasan kawasan hutan melalui pengukuhan kawasan.
Apa yang dilakukan Pemkab Kotim dalam melakukan trobosan pelepasan kawasan hutan melalui pengukuhan kawasan bisa jadi percontohan bagi daerah, khususnya di Kalteng dan daerah lain di Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan Wakil Menteri ATR/BPN, Surya Tjandra saat melakukan kunjungan ke Kampung Reforma Agraria di Desa Hanaut, Kecamatan Pulau Hanaut, Selasa (5/10).
Dia mengapresiasi, apa yang dilakukan pemerintah Kotim. Hal ini dikarenakan sebuah trobosan kerja dari bawah, bukan dari atas ke bawah. Dalam artian akan mempercepat pelepasan kawasan hutan di setiap daerah.
“Mereka mengeluarkan anggaran daerah untuk mempercepat pelepasan kawasan. Terobosan ini hendaknya dilakukan daerah lain,” tandasnya.
Surya mengungkapkan, selama ini pengusulan pelepasan kawasan hutan, memerlukan proses panjang, karena bergantung pada inisiatif pemerintah pusat melalui usulan daerah, namun apa yang dilakukan Pemkab Kotim bisa menjadi contoh daerah lain.
“Selama ini pelepasan kawasan dilakukan melalui pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dalam artian pemerintah daerah mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan, lalu berproses di KLHK bersama BPN. Itu prosesnya lama,” tandasnya.
Sementara itu, Bupati Kotim, Halikinnor mengatakan, langkah memperjuangkan pengukuhan kawasan hutan ditempuh pemerintah daerah karena banyak lahan pertanian masyarakat, bahkan desa yang masih berstatus kawasan hutan, padahal sudah bertahun-tahun digarap.
Hal ini menjadi kendala karena masyarakat tidak memiliki legalitas atas lahan yang mereka garap selama ini. Pemerintah juga terkendala dalam melaksanakan pembangunan fisik karena wilayah tersebut masih berstatus kawasan hutan.
“Kami bersyukur upaya itu membuahkan hasil. Kini masyarakat bisa tenang dalam bertani karena status lahan mereka sudah jelas. Kami berterima kasih atas dukungan pemerintah pusat,” ucap Halikinnor.
Diketahui, luas lahan hutan produksi yang dilepas mencapai 34.607,90 hektare, dengan panjang 155,74 kilo meter. Lahan tersebut berada di 4 kecamatan, yakni Seranau, Mentaya Hilir Selatan, Pulau Hanaut, dan Kecamatan Teluk Sampit.
Pemasangan patok batas definitif areal HP dan APL pun dilaksanakan pada 22 November 2017 sebagai penegasan batas yang telah dikukuhkan.
Jumlah tapal batas yang dipasang keseluruhannya sebanyak 866 patok, yang terpasang di 33 desa dan tiga kelurahan. Pemasangannya dilakukan bersama tim dari Badan Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) XXI Palangka Raya, sehingga kawasan yang sudah menjadi APL tersebut sudah sah bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti pertanian, permukiman, pembangunan infrastruktur dan lainnya. (sli/ans)