ANISA B WAHDAH, Palangka Raya
TIDAK semua orang memiliki jiwa seni. Namun ada banyak anak penyandang disabilitas yang difasilitasi penuh oleh para guru untuk mengembangkan bakat di bidang seni. Pendampingan itu jadi pelecut semangat mereka untuk tidak minder. Bakat yang mereka miliki tak kalah dari orang-orang normal.Salah satunya siswa SLBN 2 Pangkalan Bun bernama Anugerah Faturrohman. Meski memiliki keterbatasan fisik, khususnya dalam hal pendengaran (tunarungu), tapi otak dan tangannya memiliki kelebihan.
Faturrohman memang terkenal dengan kemampuannya di bidang seni kriya, termasuk membuat lukisan seni string art.Jika sebagian besar orang melukis bermediakan kanvas, kuas, dan cat, tapi seni string art yang dibuat Faturrohman yakni seni yang mirip lukisan namun dengan teknik yang jauh berbeda dengan melukis. String Art merupakan kesenian unik yang terbuat dari paku-paku dan benang yang dibentuk sesuai pola dengan media papan kayu.
Tak sulit bagi Faturrohman meminkan tangannya menyilangkan benang-benang itu pada susunan paku sesuai polanya. Guru pembimbingnya, Waldianto mengatakan, untuk membuat pajangan dinding string art ini, terlebih dahulu harus menyiapkan pola.“Selama ini kami masih menggunakan pola-pola yang mudah, karena masih baru dilakukan oleh anak-anak, pola yang kami gunakan masih berupa hewan atau tumbuhan,” katanya saat dibincangi di Aquarius Hotel Palangka Raya, belum lama ini.
.Setelahh pola digambar, kemudian dipotong dan tempelkan di atas papan kayu yang bahannya tidak keras. Papan kayu yang dipilih harus mudah untuk dipaku dan tidak rusak saat paku tertancap. Pengerjaannya pun harus hati-hati. Jika salah memaku, maka papan akan rusak.“Setelah pola ditempel di atas papan, kemudian memalu paku pada papan sesuai dengan pola, setelah semua paku tertancap pada papan, perlahan gampar pola yang ditempel dilepas secara hat-hati. Langkah selanjutnya, mulai merajut benang pada paku-paku yang sudah dipasang merata sesuai pola,” kata Waldianto kepada Kalteng Pos.
Di SLBN 2 Pangkalan Bun, saat ini hanya ada satu peserta didik yang bisa mengerjakan kesenian ini, yakni Anugerah Faturrohman. Berawal dari Waldianto sebagai guru pembimbing yang mencoba membuat kesenian ini, kemudian diajarkan kepada salah satu peserta didiknya.“Saat ini pengerjaan kesenian ini murni dari peserta didik, kami hanya bantu membuat pola saja,” ucapnya. Untuk mempermudah peserta didik mengerjakan, pola yang dibuat tidak rumit. Ke depan ia berencana mengembangkan pola-pola etnik Kalteng.
“Saat ini karya dari peserta didik ini sudah banyak terjual di luar sekolah, kurang lebih 25 karya, jika ditotal dengan semua karya yang telah dibuat sejak Juli 2021, ada sekitar 30 karya lebih,” bebernya.Pemasaran produk ini dilakukan melalui media sosial Instagram maupun WhatsApp. Ternyata antusiasme masyarakat cukup tinggi. Banyak yang tertarik dengan hasil karya seni ini. Bahkan pemesan ada yang berasal dari Kalimantan Selatan (Kalsel).“Kalau di kalangan SLB, sepertinya tidak banyak yang membuat karya dengan teknik ini,” tuturnya.
Mengenai harga jual, saat ini semua karya dibanderol dengan harga yang sama, yakni Rp95 ribu. Jika ke depannya karya ini sudah mulai dikembangkan, maka harga jual akan disesuaikan dengan tingkat kerumitan karya yang dibuat. Saat ini, karya yang dibuat dengan pola hewan dan tumbuhan memerlukan waktu satu hingga dua jam saja.
Sementara itu, Anugerah Faturrohaman saat dibincangi bersama temannya M Dayandra Fauzan mengatakan, tidak ada kesulitan yang dialaminya selama membuat karya seni ini. Ia mengaku masih perlu belajar lebih banyak lagi untuk membuat ragam pola. “Tidak ada kesulitan, cuman perlu banyak belajar membuat pola,” ujarnya. (*/ce/ala)