Site icon KaltengPos

Cegah Stunting dan Edukasi Masyarakat Terkait Bahaya Covid-19

TURUN LAPANGAN: Ketua TP PKK Kalteng Yulistra Ivo Azhari Sugianto Sabran blusukan ke permukiman warga Kota Palangka Raya, belum lama ini. FOTO: IG YULISTRA IVO

Sebagai mitra kerja pemerintah daerah, Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kalteng memiliki tanggung jawab cukup besar. Mulai dari upaya menekan angka stunting hingga terlibat aktif dalam penanganan pandemi. 

ANISA B WAHDAH, Palangka Raya

SEBAGAI wujud tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, TP PKK melaksanakan sejumlah kegiatan. Bahkan bertemu langsung dengan masyarakat untuk memberi sosialisasi dan penyadaran akan pentingnya mengatasi dan mencegah stunting. Termasuk memberi bimbingan teknis (bimtek) guna memberikan pemahaman serta peningkatan kapasitas dan pelatihan keterampilan kepada kader dan mitra kerja PKK di 14 kabupaten/kota.

Ketua TP-PKK Kalteng Yulistra Ivo Azhari Sugianto Sabran mengatakan, melalui bimtek yang dilaksanakan itu, para kader diharapkan mampu menjadi ujung tombak dan menjadi agen pemerintah di tengah masyarakat. Para kader ini dapat menyosialisasikan dan memberi pemahaman kepada masyarakat terhadap bahaya stunting.

“Selain itu para kader nantinya dapat mengedukasi masyarakat tentang cara-cara pencegahan stunting,” katanya.

Peran TP-PKK dalam penurunan stunting tentu tidak lepas dari pelaksanaan program prioritas TP-PKK. “Para kader PKK juga diharapkan mampu menularkan ilmu dan keterampilan yang didapat kepada masyarakat sekitar,” ucapnya.

Ivo menyebut, bimtek PKK digelar sesuai kelompok kerja (pokja) masing-masing. Pada pokja I dilaksanakan sosialisasi tentang upaya pencegahan perkawinan dini dan pola asuh anak dan remaja yang baik dan tepat. “Dikemas dalam bentuk permainan dan simulasi yang mudah dimengerti dan dipahami oleh peserta,” tegasnya.

“Kegiatan pokja II yakni bimbingan teknis pelatihan membuat motif pada kain dengan metode ecoprint, dengan tujuan agar para peserta mampu membuat produk ecoprint tersebut dalam rangka peningkatan perekonomian keluarga,” katanya.

Kepada peserta pokja III diberi bimbingan teknis memanfaatkan pekarangan melalui program AKU HATINYA PKK, dengan tunjuan untuk meningkatkan ketahanan pangan. Sedangkan pada pokja IV diberi sosialisasi tentang upaya penanganan dan pencegahan stunting di posyandu serta demo masak makanan pendamping ASI.

“Sekaligus sosialisasi pencegahan Covid-19 dengan protokol kesehatan,” tegasnya.

Pihaknya menyebut, sasaran bimtek ini adalah para kader PKK, karang taruna, kader posyandu, kader dasawisma, KPM, pelaku UMKM, ibu hamil, serta para ibu yang memiliki bayi dan balita.

Belum lama ini, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalteng Suyuti Syamsul menyebut, prevalensi stunting di Kalteng pada 2021 sudah mengalami penurunan. Berdasarkan data survei status gizi balita Indonesia, prevalensi stunting di Kalteng telah menurun dari 32,3  persen pada 2019 menjadi 27,4 persen pada 2021.

“Kalteng sudah tidak lagi masuk kelompok lima besar provinsi dengan angka stunting tertinggi. Sekarang Kalteng sudah berada di urutan 20 terendah sekaligus keluar dari label merah provinsi dengan angka stunting tertinggi,” ucapnya.

Suyuti menyebut, untuk regional Kalimantan, prevalensi stunting di Kalteng hanya satu tingkat di bawah Kalimantan Timur.

Ia menambahkan, stunting rentan muncul akibat pernikahan dini. Mengingat berdasarkan laporan, angka pernikahan usia anak di Kalteng masih sangat tinggi. Bahkan menempati urutan kedua se-Indonesia, satu tingkat di bawah Kalimantan Selatan.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kalteng Linae Victoria Aden mengatakan, upaya pengendalian pernikahan anak tidak hanya menjadi tugas DP3APPKB, tapi membutuhkan keterlibatan dan kerja sama sejumlah unsur terkait.

“Pernikahan anak ini memang harus ditekan, untuk itu perlu ada kerja sama dari berbagai unsur terkait, sebab akan ada banyak dampak negatif apabila pernikahan anak terus dibiarkan,” ucapnya saat diwawancarai, belum lama ini.

Perempuan yang biasa disapa dr Ina ini menyebut, secara fisik pernikahan anak akan berdampak pada ibu yang mengandung dan melahirkan hingga berdampak pula pada sang bayi saat dilahirkan. Pasalnya, anak-anak yang dilahirkan dari pernikahan dengan usia ibu belum matang, akan rawan mengalami stunting.

“Stunting itu tidak hanya persoalan tinggi anak yang tidak sesuai dengan usianya (pendek, red), tapi juga berdampak pada tumbuh kembang otak anak tersebut,” sebutnya. (*/ce/ala)

Exit mobile version