Site icon KaltengPos

Sidang Tipikor “Gaji Buta” Oknum Guru, Empat Tahun Tak Mengajar, Divonis 15 Bulan

ilustrasi

PALANGKA RAYA-Sidang tindak pidana korupsi (tipikor) yang menjerat terdakwa Bijuri memasuki babak akhir. Oknum guru SDN-1 Desa Sampirang 1, Kecamtan Teweh Timur, Kabupaten Barito Utara (Batara) tersebut dinyatakan bersalah karena selama empat tahun menerima “gaji buta” tanpa menjalankan tugas sebagai abdi negara. Majelis hakim memvonis terdakwa dengan hukuman penjara 15 bulan.

Vonis tersebut dibacakan Ketua Majelis Hakim Erhammudin, S.H., M.H. dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Senin (10/1). Terdakwa Bijuri divonis penjara selama 15 bulan dan membayar denda Rp50 juta, subsider kurungan selama satu bulan.

Bijuri dianggap secara sah terbukti bersalah melakukan tipikor yang menimbulkan kerugian negara secara berkelanjutan. Perbuatannya dianggap majelis hakim melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sebagaimana dakwaan subsider dari jaksa penuntut umum (JPU).

“Mengadili, menyatakan terdakwa Bijuri terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjutan. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Bijuri selama satu tahun tiga bulan serta pidana denda sebesar Rp50 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan,” ucap ketua majelis hakim membacakan putusan, didampingi Kusmat Tirta Sasmita, S.H. dan Kartika Rahayu, S.H., M.Fil. selaku hakim anggota dan Berly, S.H. sebagai panitera pengganti.

Selain menjatuhkan hukuman penjara dan denda, dalam putusan itu majelis hakim juga memberikan hukuman tambahan kepada terdakwa Bijuri, yakni membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp189.131.575,- dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar terdakwa dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka negara dapat menyita seluruh harta benda milik terdakwa untuk dilelang demi menutup kerugian negara. Dan apabila harta benda yang disita tidak mencukupi, maka terdakwa Bijuri harus menjalani hukuman kurungan tambahan selama delapan bulan.

Dalam pertimbangan amar putusan, majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa bijuri selaku ASN di Batara yang berprofesi sebagai guru di SDN-1 Sampirang 1 tidak pernah menjalankan tugas mengajar di sekolah itu.

Berdasarkan fakta persidangan terungkap bahwa Bijuri tidak aktif mengajar di SDN 1 Sampirang 1 sejak Juli 2016 sampai dengan November 2020 tanpa alasan jelas. Hal itu diketahui dari daftar absensi sebagaimana yang dikeluarkan pihak Dinas Pendidikan (Disdik) Batara.

Dikatakan ketua majelis hakim, meski tidak menjalankan tugas pokoknya, terdakwa Bijuri tetap menerima gaji dan sejumlah tunjangan dari Pemkab Batara.

“Perbuatan terdakwa ini merugikan negara sebesar Rp295.258.770, sesuai laporan hasil pemeriksaan Inspektorat Batara Nomor: 713.1.5/28/LHP-RIKSUS/2021 tertanggal 25 Juni 2021,” ujar hakim Erhammudin.

Lebih lanjut dikatakannya, perbuatan terdakwa yang tidak menjalankan tugas mengajar di SDN-1 Sampirang I selama bertahun-tahun telah memenuhi unsur perbuatan tindak pidana korupsi yang berlanjut.

Ketua majelis hakim juga membacakan pertimbangan majelis hakim yang memberatkan maupun meringankan terdakwa sebelum menjatuhkan hukuman. Hal yang memberatkan terdakwa bahwa dengan profesinya sebagai seorang guru, seharusnya Bijuri memberi contoh yang baik untuk masyarakat. Sebaliknya Bijuri justru melakukan perbuatan yang merugikan negara. Sedangkan pertimbangan yang meringankan, karena terdakwa Bijuri merupakan seorang kepala keluarga dan tulang punggung keluarga.

Putusan hukuman yang dijatuhkan majelis hakim kepada Bijuri lebih ringan dari isi tuntutan JPU dari Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Batara yang diwakili Aditya Pratama Putra, S.H.

Dalam tuntutan, Aditya meminta agar majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara selama satu tahun sembilan bulan penjara. Atas putusan hakim tersebut, baik pihak terdakwa Bijuri yang didampingi penasihat hukumnya Roby Cahyadi, S.H. maupun JPU menyatakan pikir-pikir.

“Kami minta waktu untuk pikir-pikir yang mulia,” kata Roby Cahydi dan Aditya yang mengikuti sidang putusan akhir secara virtual dari Muara Teweh.
Menyikapi putusan majelis hakim, Kasi Intel Kejari Batara Arifudin, S.H. mengatakan bahwa jaksa akan memanfaatkan waktu yang diberikan majelis hakim untuk menyusun tanggapan terhadap isi putusan.

“Tanggapan kami selaku JPU masih pikir-pikir atas putusan itu, karena hukumannya di bawah tuntutan kami,” kata Arifudin kepada Kalteng Pos via telepon, kemarin (10/1).
Dikatakan Arifudin, pihaknya akan memanfaatkan waktu tujuh hari untuk melaporkan hasil putusan sidang kasus Bijuri tersebut kepada pimpinan kejaksaan. Pihaknya berharap kasus ini menjadi pembelajaran bagi para ASN, terutama yang berprofesi sebagai guru, agar tidak menyepelekan absensi harian.

“Dengan adanya kasus ini, kami harap seluruh ASN tidak lagi menyepelekan absensi, buktinya hakim telah memvonis terdakwa Bijuri yang absen mengajar bertahun tahun,” ucap Arifudin.

Arifudin menegaskan, Kejari Batara selalu siap menangani kasus serupa jika terjadi lagi ke depannya. “Kalau ada fakta dan alat bukti yang kuat dan unsurnya memenuhi, insyaallah pasti kami ambil tindakan hukum,” tutup Arifudin.

Sementara itu, Roby Cahyadi, S.H. selaku penasihat hukum terdakwa Bijuri mengatakan, meski ada rasa kecewa atas putusan majelis hakim, tapi pihaknya masih bisa memaklumi.
“Klien kami (Bijuri, red) kecewa dengan kepala sekolah dan pengawas. Selebihnya kami bisa memaklumi,” ujar Roby Cahyadi.

Roby menambahkan, kliennya merasa kecewa atas keterangan yang disampaikan kepala sekolah SDN-1 Sampirang 1 dan pengawasan sekolah yang terkesan menyudutkan. Yang menjadi keberatan, antara lain bahwa terdakwa Bijuri sudah diberhentikan sesuai keputusan Bupati Barito Utara tentang penjatuhan hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pegawai negeri sipil kepada Bijuri tanggal 30 April 2021, sehingga hak-hak terdakwa menerima gaji pokok juga dihentikan.

“Terdakwa Bijuri sudah mendapat hukuman disiplin berat berupa pemberhentikan sebagai PNS karena tidak mengajar, sehingga tidak perlu lagi dihukum,” terang Roby Cahyadi.
Selain itu, berdasarkan temuan auditor Inspektorat Batara, seharusnya terdakwa Bijuri diberhentikan pada 2016. Namun justru baru diberhentikan pada 2021. Alasan Bijuri tidak mengajar lantaran SDN-1 Sampirang 1 tidak beroperasional secara layak sejak 2016 hingga 2019, karena tak ada lagi warga yang tinggal di Desa Sampirang I.

Roby menyebut bahwa pihaknya akan memanfaatkan kesempatan yang diberikan majelis hakim selama tujuh hari untuk membuat pertimbangan, sebelum memutuskan menerima atau mengajukan banding atas vonis majelis hakim terhadap kliennya.

“Putusan majelis hakim sudah lebih ringan dari tuntutan JPU, sehingga kami akan pikir-pikir selama tujuh hari, apakah menerima atau melakukan upaya hukum banding,” pungkasnya. (sja/ce/ala)

Exit mobile version