Ketika Banjir Musiman Lumpuhkan Lalu Lintas di Bukit Rawi
Husrin A. Latif
Banjir musiman hampir dua pekan melumpuhkan lalu lintas di Bukit Rawi yang merupakan jalur penghubung ibu kota provinsi dengan wilayah Kahayan dan Barito. Pengendara roda dua yang ingin melintasi area banjir terpaksa harus menggunakan jasa penyeberangan kelotok.
DENAR, Pulang Pisau
ARUS lalu lintas di Bukit Rawi menjadi jalur sentral penghubung beberapa wilayah di Kahayan dan Barito dengan Kota Palangka Raya. Jalur ini sejatinya tidak begitu padat. Pada kondsi normal, kendaraan roda dua maupun roda empat dan enam cukup nyaman melintas.
Namun kondisi berbeda saat musim hujan tiba. Kondisi jalan yang berlubang ditambah jalan yang tergenang air membuat jalur tersebut lumpuh total. Kemacetan tak terhindarkan. Pengendara harus antre atau bergiliran untuk melintas.Kemacetan di jalur ini menjadi berkah tersendiri bagi warga di beberapa Desa Pulang Pisau. Banjir musiman ini menjadi kesempatan meraup rupiah. Mereka yang rata-rata berprofesi sebagai nelayan meliburkan sementara aktivitas mencari ikan.
Mereka lebih memilih menyewakan jasa kelotok untuk penyeberangan kendaraan roda dua dari arah Palangka Raya maupun sebaliknya. Banjir yang melanda jalur strategis itu dimanfaatkan warga Desa Sigi, Tumbang Rungan, dan desa sekitarnya untuk menawarkan jasa kelotok untuk mengantarkan pengendara melewati area banjir. Selama sepekan terakhir, rupiah terus mengalir dari jasa penyeberangan itu. Nando (25), warga Desa Sigi, Kabupaten Pulang Pisau merupakan salah satu yang meyewakan jasa penyeberangan kelotok. Selama empat hari terakhir ini mencari rezeki dengan menawarkan jasa antar kepada pengendara roda dua, baik yang ingin ke Palangka Raya ataupun sebaliknya.
Tingginya air sungai juga memengaruhi penghasilannya sebagai nelayan. Karena pada musim banjir, ikan yang didapat tidak sama kala air surut.”Kalau mencari ikan, ya susah kalau sedang banjir, makanya saya bersama keluarga yang lain nyari rezeki ngantar pengendara yang mau hilir mudik menggunakan kelotok,” ungkap Nando kepada Kalteng Pos, Kamis (9/9).
Ramainya pengendara roda dua yang menyewa jasa penyeberangan membuatnya harus menyewa lagi perahu milik tetangga, sehingga dua kelotok bisa digunakan. “Ini saya sewa kelotok dari warga di desa, nanti hasilnya ya untuk si punya kelotok, dibagi juga kepada keluarga yang ikut sebagai pencari penumpang,” lanjut Nando.Menyangkut tarif, kata Nando, saat awal terjadinya banjir memang bervariasi. Mulai dari Rp 30 ribu hingga Rp50 ribu rupiah. Mengingat jarak yang ditempuh juga cukup jauh ke lokasi jalan yang tidak banjir. Dalam sehari Nando bersama keluarganya bisa mendapat Rp200-400 ribu.”Saat awal-awal banjir, ya lumayan, kami ikut tarif yang dipatok oleh motoris lain supaya pelanggan tidak protes. Satu hari bisa sampai Rp500 ribu lebih, asalkan ga malas menawarkan jasa kepada pengendara, kadang sepi, karena kami juga bersaing dengan motoris lain,” beber Nando.
Makin meningginya debit air pada Kamis ini, memaksa ia dan motoris lain menaikkan tarif pengantaran pengendara sepeda motor. Yang awalnya Rp50 rupiah, kini jadi Rp70 ribu. Alasan dinaikkan tarif penyewaan karena jarak yang dilalui makin jauh, sekitar 3 kilometer lebih.”Sekarang terpaksa kami naikkan karena jarak tempuhnya jauh, otomatis konsumsi bahan bakar mesin juga bertambah, biasanya 1 tangki itu isinya 3 liter, bisa bawa penumpang 7 kali pergi-pulang, kalau sekarang 1 tank saja bisa lebih, bahkan dalam sehari bisa Rp100 ribu lebih untuk beli BBM, kalau sebelumnya enggak sampai segitu,” lanjut Nando.
Meski dinaikkan tarif sewa, tapi hingga saat ini tak ada pengendara yang merasa keberatan, karena dianggap wajar. Apalagi dari pagi hari Nando hanya mendapat 7 penumpang. Jika ditotal, hanya terima Rp490 ribu saja. Belum dipotong untuk jasa rekannya yang ikut mengangkat kendaraan dan jasa pencari penumpang, beli BBM, serta setoran untuk pemilik kelotok.”Meskipun hasil besar, dalam sehari bisa dapat Rp2 juta lebih, tapi tidak setiap hari banyak penumpang, ada kalanya sepi, bisa-bisa hanya dapat 3 penumpang, ya itu pun bisa minus pendapatan kami, karena bukan hanya kami saja yang menawarkan jasa, tapi puluhan kelotok yang ada di sini,” lanjutnya.Yang memiliki kelotok berukuran besar bisa membawa hingga 5 sepeda motor sekali angkut.
Namun Nando biasanya membawa 1 kendaraan dan 2 penumpang, karena alasan keselamatan jadi prioritasnya.”Bagi yang kelotoknya besar, ya besar juga pendapatannya, kalau seperti saya cuma pakai kelotok ukuran sedang, hanya bisa bawa 1 kendaraan, saya tidak berani kalau lebih, faktor keselamatan dan kenyamanan penumpang juga jadi prioritas, jangan sampai hanya mau uangnya, tapi malah membahayakan penumpang,” ujarnya.Dikatakan Nando, selam masih terjadi banjir ia akan tetap melayani jasa penyeberangan kelotok. Sebagian hasil yang didapatkan ditabungnya dan belanja keperluan sehari-hari.”Ya sampai mana banjir ini reda saja, kalau masih seperti ini, ya kerja ini aja dulu, karena mencari ikan dan lainya juga enggak bisa jika masih banjir,” tutupnya. (ena/ce/ala)