PALANGKA RAYA-Sebelum libur panjang akhir tahun yang bertepatan dengan perayaan Natal dan tahun baru, pemerintah daerah sudah mengingatkan dan mengantisipasi terjadinya kenaikan angka penularan kasus Covid-19. Hal itu cukup beralasan, karena berkaca dari pengalaman tahun sebelumnya. Upaya preventif itu terbukti manjur. Walau ada peningkatan kasus Covid-19, tapi tidak terlalu tinggi seperti yang terjadi sebelumnya.
“Memang agak membingungkan, antara dampak Nataru atau dampak Omicron. Jadi kami agak sulit mengambil kesimpulan,” kata Ketua Persatuan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Kalteng Rini Fortina, Selasa (11/1).
Pihaknya mengatakan, apabila memang tak ada dampak penyebaran Omicron, maka selama periode Nataru kali ini ada peningkatan kasus meski tidak signifikan. “Omicron kan kecepatan penularan lebih tinggi dibandingkan dengan varian Delta, jadi jika boleh kami simpulkan itu, berarti ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan mingguan kasus baru Covid-19,” katanya.
Pada minggu ini ada peningkatan kasus sekitar 18,2 persen. Sementara minggu sebelumnya naik 44 persen. Dalam dua minggu berturut-turut ada kenaikan kasus dan kematian. Namun kenaikan kasus ini dalam skala rendah. Bisa dikatakan tidak ada lonjakan kasus yang luar biasa.
“Memang kenaikan kasus Covid-19 lebih tinggi setelah periode Nataru, tapi itu fluktuatuf, karena sempat tiga minggu tidak ada kematian, kemudian sekarang ini ada lagi kasus kematian,” tegasnya.
Lantas apakan kenaikan kasus ini karena dampak Nataru atau adanya penularan varian Omicron? Pihak PAEI menyebut, karena di wilayah Jakarta sudah terjadi transmisi lokal, otomatis ada kemungkinan penyebarannya sangat cepat sampai ke Kalteng. Hanya saja untuk mendeteksi itu harus melalui uji laboratorium.
“Ini kan kami hanya melihat dari kenaikan kasus, kemudian mencurigai adanya penyebaran Omicron, tapi belum ada diagnosis pasti berdasarkan uji laboratorium,” tegasnya.
Namun melihat tren dan indikatornya, maka ada kecurigaan terjadi penyebaran varian Omicron, karena pergerakan penularannya tidak seperti biasa. Lebih fluktuatif dan sangat cepat.
“Berdasarkan penelitian dan laporan WHO di beberapa negara, orang yang sudah divaksinasi memiliki risiko masuk RS dan risiko kematian lebih rendah dibandingkan yang tidak divaksin,” pungkasnya. (abw/ce/ala)