PALANGKA RAYA-Dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) proyek pembuatan jalan tembus antardesa di 11 desa DAS Sanamang, Kabupaten Katingan mulai disidangkan. Hernadie selaku mantan Camat Katingan Hulu yang didudukkan sebagai terdakwa, mengikuti sidang perdana di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis sore (11/11).
Adapun agenda sidang yang dipimpin hakim ketua Alfon, S.H., M.H. dan dibantu hakim anggota Muji Kartika Rahayu, S.H., M.Fil. dan Kusmat Tirta Sasmita, S.H. adalah mendengarkan pembacaan nota dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalteng.
Hernadie mengikuti sidang perdana perkaranya ini secara daring dari ruang sidang elektronik Rutan Palangka Raya. Dia didampingi penasihat hukumnya, Haruman Supono, S.H., M.H. Di dalam dakwaan yang dibacakan oleh jaksa Bangun Dwi Sugiartono, S.H., Hernadie didakwa dengan dakwaan berlapis. Yakni melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Mantan Camat Katingan Hulu tersebut dituduh melakukan tindakan melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain yang menyebabkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Dikatakan JPU, modus yang dilakukan oleh terdakwa Hernadie adalah dengan memanfaatkan dan menyalahgunakan kewenangan sebagai camat di Kecamatan Katingan Hulu, memaksa 11 kepala desa yang memimpin wilayah sepanjang aliran Sungai Sanamang, Kecamatan Katingan Hulu, agar mengalokasikan anggaran dalam APBD tahun anggaran 2020 masing masing sebesar Rp500 juta untuk pengerjaan jalan antardesa.
Dikatakan Bangun, rencananya jalan tembus antardesa tersebut dimulai dari Desa Tumbang Sanamang sampai Desa Kiham Batang dengan panjang sekitar 43 kilometer.
“Terdakwa Hernadie juga memaksa 11 kepala desa tersebut untuk membuat Surat Perintah Kerja ( SPK) dengan H. Asang Triasha yang ditunjuk sendiri oleh terdakwa untuk menangani proyek pembuatan jalan tersebut,” ucap Bangun Dwi Sugiartono saat membacakan nota dakwaan.
“Perbuatan terdakwa ini bertentangan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 96 Tahun 2017 tentang Tata Cara Kerja Sama Desa di Bidang Pemerintahan Desa, dan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,” ujar bangun yang saat itu hadir didampingi rekan timnya, Suhardi, S.H. dan Siska Yuanita, S.H.
Disebutkan juga, dalam dakwaan setebal 19 halaman ini, 11 kepala desa yang diminta terdakwa untuk menyiapkan dana masing masing sebesar Rp500 juta, antara lain Kades Tumbang Kabayan, Kades Sei Nanjan, Kades Rantau Bahai, Kades Rantau Puka, Kades Telok Tampang, Kades Tumbang Salaman, Kades Tumbang Kuai, Kades Kuluk Sepangi, Kades Dehes Asem, Kades Rangan Kawitdan, dan Kades Kiham Batang.
Terdakwa Hernadie juga disebut mengancam tidak akan menandatangani evaluasi RAPBD tahun anggaran 2020 yang diajukan oleh kesebelas desa tersebut jika tidak mau mengalokasikan anggaran Rp500 juta untuk pengerjaan jalan tembus antardesa itu.
Karena ancaman itu, kesebelas kades terpaksa mengikuti kemauan terdakwa untuk menyiapkan anggaran pengerjaan jalan tembus antardesa itu. Nominal anggaran akhirnya diubah menjadi Rp385 juta, karena ada pengalihan anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19.
JPU juga menyebut bahwa hasil pengerjaan proyek pembuatan jalan tembus antardesa oleh pihak kontraktor yakni H Asang Triasha, ternyata tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dikatakan juga, ketika pihak kontraktor menyatakan pengerjaan proyek telah selesai, tidak pernah ada serah terima hasil pekerjaan antara pihak kontraktor dengan para kepala desa terkait.
“Akibat perbuatan terdakwa, negara dirugikan sebesar Rp2.107.850.000,” sebut JPU membacakan nilai kerugian negara dalam perkara korupsi ini.
Kerugian negara ini merupakan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara oleh pihak Inpektorat Kabupaten Katingan berdasarkan akumulasi pembayaran yang sudah dilakukan oleh ke sebelas kepala desa ke pihak H. Asang Triasha selaku pelaksana pekerjaan.
Usai pembacaan dakwaan yang berlangsung kurang lebih 25 menit, hakim Alfon bertanya kepada penasihat hukum terdakwa, apakah akan mengajukan tanggapan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan jaksa. “Gimana pihak terdakwa, apa ada tanggapan keberatan,” tanya Alfon kepada Haruman.
Haruman menjawab bahwa pihaknya berencana mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa tersebut. Haruman pun meminta waktu untuk mempersiapkan eksepsi. “Kami akan mengajukan secara tertulis nota keberatan, yang mulia,” kata Haruman dan langsung disetujui ketua majelis hakim.
Rencananya sidang kasus tipikor ini akan dilanjutkan pada Selasa pekan depan, dengan agenda pembacaan eksepsi dari pihak terdakwa.
Ditemui usai sidang, salah satu anggota tim JPU yang menangani perkara ini, Suhadi, S.H. kepada wartawan mengatakan bahwa dalam proyek pengerjaan jalan tembus antardesa di Kecamatan Katingan Hulu tersebut, kerugian negara sebesar Rp2.107.850.000,-.
“Nilai kerugian yang besar itu karena ternyata jalan yang dibangun tidak berfungsi,” terang Suhadi.
Sementara itu, penasihat hukum terdakwa, Haruman Supono, dalam keterangannya kepada Kalteng Pos menyebut, dakwaan yang disusun oleh jaksa penuntut umum terhadap kliennya bertentangan dengan aturan yang tercantum dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Menurut saya dakwaan tadi tidak sesuai dengan Pasal 143 KUHAP, jadi jaksa menyusun dakwaan secara kurang cermat,” ujar Haruman.
Haruman mengatakan, menghadapi sidang perkara korupsi ini, pihaknya telah menyiapkan berbagai berkas serta argumen hukum untuk menangkis tuduhan jaksa demi membuktikan kliennya tidak bersalah. “Kami punya berbagai bukti yang akan ditunjukan dalam persidangan nanti,” ucapnya. (sja/ce/ala)