Site icon KaltengPos

Jerih Payah Membangun Studio Foto Sederhana

Rohwilis FOTO: DOK PRIBADI ROHWILIS

Usaha tak mengkhianati hasil. Itulah pengalaman yang dialami Rohwilis. Mengenal kamera delapan tahun silam. Kemudian memperdalam pengetahuan soal fotografi di Kelas Foto Borneo pada 2019. Dan kini hasil jepretannya bisa menghasilkan pundi-pundi uang.

ANISA B WAHDAH, Palangka Raya

BANGUNANNYA masih sederhana. Kaca bagian depan tampak lebar. Menggunakan gorden putih transparan sebagai penutupnya. Saat saya (penulis) membuka pintu, Wilis -sapaan akrabnya- sedang duduk di ruang tamu. Tempat yang biasa dipakainya untuk berdiskusi atau ngobrol-ngobrol dengan calon kliennya.

Saya begitu menikmati bagian dalam bangunan yang difungsikan untuk studio foto itu. Begitu sederhana dengan nuansa minimalis. Di tiap sudut terdapat bunga-bunga kertas, pernak-pernik, dan perlengkapan pendukung untuk sesi pemotretan.

Studio foto nan sederhana itu diberi nama Ambrose. Hasil jerih payahnya menggeluti profesi sebagai fotografer panggilan selama tiga tahun terakhir. Wilis menjadikan fotografi sebagai bagian hidupnya. Karena dari fotografi inilah, hobi hingga peluang rezeki diperolehnya. Menjadikan kesenangan sebagai mata pencaharian.

“Patut saya syukuri, dari hasil menabung sedikit demi sedikit, akhirnya saya bisa punya studio, walaupun masih ngontrak,” ucap Wilis saat ditemui di studionya, Jalan Arjuna Nomor 49, Palangka Raya.

Wilis menceritakan perjalanan singkat kecintaannya terhadap dunia fotografi. Kala masih duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA), ia suka sekali difoto, meski sekadar narsis-narsisan. Suka mengumpulkan foto kenangan dari SD, SMP, hingga SMA.

Pada 2013, ia membeli satu unit kamera Nikon D3100. Jepret sana-sini hanya untuk memuaskan hati. “Belum punya ilmu memotret,” ucapnya sambil tersipu malu.

Dua tahun berikutnya ia memutuskan bergabung di berbagai komunitas. Terutama komunitas Hitam Putih Borneo yang sebagian besar anggotanya merupakan pencinta foto. Sedikit demi sedikit menggali ilmu. Perempuan kelahiran Tanjung, Kalimantan Selatan (Kalsel) 15 Juni 1991 ini pun juga aktif dalam berbagai kegiatan fotografi.

Tahun 2019 dibuka Kelas Foto Borneo yang merupakan kegiatan atau program yang diinisiasi oleh Hitam Putih Borneo. Para mentor mengajari teori-teori dasar fotografi hingga praktik di lapangan. Ia termasuk dalam angkatan pertama.

Enam bulan lamanya mengikuti Kelas Foto Borneo. Tidak dipungut biaya. Hanya diminta belajar sungguh-sungguh, mengisi penuh absensi, dan mengerjakan tugas. Setelah itu mendapatkan sertifikat.

Untuk diketahui, Kelas Foto Borneo sudah sampai angkatan IV. Banyak menelurkan fotografer-fotografer muda potensial. Peserta Kelas Foto Borneo datang dari berbagai backround pekerjaan. Ada perawat, mahasiswa, pekerja kantoran, hingga wartawan.

Hasil belajar di Kelas Foto Borneo begitu wah. Ilmu dan etika yang benar soal fotografi didapatkan. Wilis pun membulatkan tekad untuk mencari pundi-pundi uang dengan mengandalkan kameranya.

“Awalnya terjun memilih ikut teman memotret acara pernikahan. Terkadang saya dapat job sendiri. Memang tidak seberapa penghasilannya, tetapi karena saya sudah investasi waktu, tenaga, dan alat, maka saya nekat terjun ke dunia fotografi dan menjadikannya sebagai pekerjaan saya,” ujar Wilis.

“Saya melihat peluang saya lebih besar di fotografi, maka saya tekuni fotografi,” tambah perempuan lulusan FKIP Jurusan Biologi Unversitas Palangka Raya (UPR) ini.

Dua tahun terakhir ini ia betul-betul fokus untuk mengembangkan ide-ide yang bisa menarik calon konsumen. Sebab, fotografer memiliki peranan penting dalam membuat visual yang menarik sesuai dengan sasaran konsumen dan untuk menghasilkan foto yang “bernyawa”.

“Fotografer tak hanya dituntut untuk jago foto, tapi juga mengikuti perkembangan tren fashion dan beauty untuk beragam segmentasi,” ungkapnya.

Wilis merasa bersyukur memiliki Studio Ambrose, meski masih sederhana dan belum semua kebutuhan konsumen terpenuhi. Wilis terus berpikir untuk mengembangkannya. Saat ini ia menjalin kerja sama dengan pemilik jasa dekorasi hingga penyewaan kostum.

“Jika  kebutuhan pemotretan, terkadang saya pribadi yang mengatur untuk dekor. Untuk baju yang sesuai dengan selera atau keinginan klien, saya usahakan selalu tersedia. Bahkan saya pernah menyediakan kostum yang saya sewa dari Pulau Jawa,” bebernya.

Soal harga, tentu setiap fotografer memiliki pasar dengan banderol masing-masing. Memiliki standar pasar, iya. Namun, harga itu bukanlah patokan. Menyesuaikan lagi dengan konsep dan keribetan serta biaya produksi yang harus dikeluarkan. “Untuk omzet, per bulan tidak menentu ya, sekitar Rp5 hingga Rp20 juta untuk saat ini,” tuturnya.

Bagi pembaca yang penasaran dengan hasil jepretannya, bisa dilihat langsung melalui akun Instagram @rohwilis, @little.ambore, dan @ambrose.photo. Dalam akun itu ada banyak karya foto. Mulai dari foto fashion, potret, bayi, anak-anak, acara ulang tahun, prewedding, dan wedding. (ce/ram)

Exit mobile version