Site icon KaltengPos

Lahan Terendam, Petani Gagal Panen

GAGAL PANEN: Nonik petani jagung membersihkan tanamannya yang gagal dipanen karena terendam banjir di Jalan Manunggal Ujung RT 05 Kelurahan Kalampangan, Palangka Raya, Kalteng, Selasa (14/9/2021). FOTO: DENAR/KALTENG POS

PALANGKA RAYA-Akibat luapan air Sungai Kahayan, 50 hektare (ha) lahan pertanian dan perkebunan di Kelurahan Kalampangan, Kecamatan Sebangau terendam. Banjir yang terjadi hampir sepekan ini menyebabkan rusaknya berbagai tanaman sayur milik petani di daerah yang dikenal merupakan salah satu sentra produksi  pertanian di Kota Cantik ini. Petani pun menderita kerugian bervariasi. Mulai dari puluhan hingga ratusan juta. Sebab, tanaman yang menjadi sumber pendapatan mereka mengalami gagal panen.

Dari pantauan Kalteng Pos di lokasi banjir, kemarin (14/9), air setinggi lutut orang dewasa menggenangi tanaman jagung dan jenis sayuran, seperti terong, bayam, daun katuk, singkong, dan lainnya.

Menurut keterangan salah satu warga Kalampangan, Sutikno, banjir mulai terjadi sejak 6 September lalu. “Banjir ini terjadi karena luapan air Sungai Kahayan,” kata pria yang merupakan Ketua Kelompok Tani Harapan Tani I itu.

Sutikno menuturkan, hampir seluruh area pertanian yang berdekatan dengan Sungai Kahayan terendam air. Sutikno memperkirakan luas lahan pertanian warga Kalampangan yang terendam banjir mencapai sekitar 250 hektare.

“Pokoknya hampir seluruh area pantura (pantai utara) Kalampangan ini terendam,” sebutnya.

Meskipun daerah Kalampangan sering dilanda banjir, lanjut Sutikno, tapi biasanya terjadi setelah bulan November atau ketika puncak musim hujan. Itupun tidak terjadi setiap tahun.

“Bisa terjadi tahun tahun sekali atau lima tahun sekali, tapi anehnya sekarang ini masih tanggal muda bulan sembilan kok sudah ada (banjir),” katanya.

Pria yang juga pengurus organisasi HKTI Kalteng ini menyebut, banjir yang sulit diprediksi sekarang ini cukup menyulitkan petani di Kalampangan untuk memperkirakan waktu yang tepat untuk memulai penanaman.

“Kalau istilah zaman dulu, pranoto mongso sudah hilang, luput terus perhitungannya, karena alamnya mungkin sudah berubah atau gimana, yang jelas perhitungan-perhitungan itu lepas, enggak kaya zaman dulu,” kata Sutikno dengan raut wajah prihatin.

Diterangkan Sutikno, pranoto mongso merupakan sistem perhitungan yang digunakan petani pada zaman dahulu untuk memulai kegiatan pertanian berdasarkan tanda-tanda alam.

Sementara itu, terkait bantuan untuk warga yang terdampak banjir, Sutikno mengatakan, sebagian bantuan sudah didapatkan. Bantuan itu merupakan bantuan dari hasil solidaritas sosial dan swadaya  masyarakat di lingkungan Kalampangan, serta bantuan dari sejumlah donatur yang diserahkan kepada 70-an warga yang menjadi korban banjir.

“Kami mengambil kebijakan memprioritaskan warga yang sepuh-sepuh, karena selain kurang mampu, mereka juga punya tanaman yang terendam banjir,” ujarnya.

Adapun bantuan yang diharapkan oleh petani antara lain sembako atau kebutuhan hidup sehari-hari selama belum bisa bekerja. Juga diperlukan bantuan bibit untuk memulai kegiatan pertanian.

Pentingnya bantuan bibit dan keperluan lain dibenarkan Abdurrahman, salah satu petani yang juga menjadi korban banjir. “Iya, memang kami mengharapkan sekali ada bantuan dari pemerintah untuk korban banjir di sini,” ucapnya saat ditemui di kediamannya, Jalan Manunggal I, RT 03/RW 03, Kelurahan Kalampangan.

Abdurrahman mengaku jagung yang ditanamnya di lahan seluas seperempat hektare terendam banjir. Padahal jagung yang ditanamannya itu sudah berbunga, bahkan ada yang mulai berbuah. “Tahun ini sudah dua kali gagal panen, yang pertama penyebabnya juga karena banjir,” bebernya.

“Pokoknya hampir semua lahan sayuran milik petani di Jalan Manunggal dan Jalan Kenanga terendam banjir,” tambahnya.

Terpisah, Lurah Kalampangan Yunita Martina membenarkan perihal banjir yang terjadi di wilayahnya. Berdasarkan data pihaknya, terdapat 300 kepala keluaga (KK) di 9 RT dan 3 RW yang terdampak. “Untuk perkebunan kurang lebih 50 hektare yang terdampak,” ujarnya.

“Debit air terdalam sempat mencapai satu meter di daerah ini,” tambahnya, sembari membenarkan bahwa banjir yang terjadi di Kalampangan diakibatkan meluapnya air Sungai Kahayan serta kiriman banjir dari wilayah Bukit Rawi.

Mengenai penanganan terhadap korban banjir, Yunitha menyebut, pihak kelurahan sudah mendata jumlah korban serta kebutuhan yang diperlukan. Data tersebut telah diserahkan ke Kecamatan Sebangau dan Pemko Palangka Raya.

“Bantuan dari berbagai organisasi dan donatur pun sudah kami salurkan, seperti bantuan dari LPDI NU, kepolisian, dan dari anggota DPRD Kota Palangka Raya,” ujar Yunitha.

Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palangka Raya Emi Abriyani mengatakan, saat ini status banjir di Kota Palangka Raya tetap statis. Sebab, terdapat wilayah yang debit airnya sudah menurun. Namun, pada sebagian wilayah justru debit airnya meninggi.

“Meskipun menurun kondisi debit air, tapi Bapak Wali Kota Palangka Raya telah menetapkan status siaga darurat kondisi banjir, kami tentunya siap menindaklanjuti hal itu,” ucapnya. (sja/ahm/ce/ala)

Exit mobile version