Site icon KaltengPos

SPJ Fiktif di Pusaran Air PDAM

AGUS JAYA/KALTENG POS Suasana sidang tipikor PDAM Kapuas.

PALANGKA RAYA- Sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi  dengan terdakwa Agus Cahyono digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Palangka Raya, Kamis (14 /10).

Agenda sidang lanjutan kali ini adalah tahap pembuktian oleh jaksa penuntut umum (JPU).  Ada  lima orang saksi yang hadir di persidangan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Majelis, Alfon  dibantu dua orang hakim adhoc, Muji Kartika Rahayu, dan  Kusmat Tirta Sasmita.

Para saksi itu adalah Lambang Slamet, M. Ismail Zulkhaido, Nunik Pungkaswati, Muji Mariana, dan Kusno. Kelima orang ini diketahui adalah para pegawai yang bekerja di PDAM Kabupaten Kapuas.

Terdakwa yang merupakan mantan direktur PDAM Kabupaten Kapuas berlanjut sendiri kali ini hadir di persidangan dengan didampingi oleh penasihat hukumnya, Candra Putra dari lembaga bantuan hukum PHRI.

Kesaksian pertama disampaikan oleh Lambang Slamet. Periode tahun 2016-2018 menjabat sebagai Kasubsi Bidang Pembelian di PDAM Kapuas.

Setiap unit bagian di PDAM Kapuas yang memerlukan pembelian barang awalnya membuat usulan yang diajukan kepada Direktur PDAM Kapuas. Setelah itu keluar disposisi dari direktur yang ditujukan kepada kepala bagian (Kabag ) keuangan dan umum dan kasi umum.

“Saya mendapat instruksi melakukan pembelian dari kasi umum,”ujar Lambang di awal  kesaksiaanya ketika ditanya Alfon terkait tugas pekerjaanya.

Pria yang mengaku sejak sudah sejak tahun 1997 menjadi pegawai di kantor PDAM kapuas ini mengatakan  tugas pembelian yang biasa dilakukannya terkait pembelian berbagai kebutuhan kantor PDAM kapuas ,seperti kebutuhan alat tulis kantor (ATK), pembelian berbagai kebutuhan operasional kantor seperti pembelian bahan bakar untuk genset PDAM, dan berbagai barang suku cadang termasuk di dalamnya aksesoris kebutuhan logistik. Pembelian barang sendiri dilakukan melalui sistem pemasanan barang terlebih dahulu.

“ Barangnya sudah kita pesan duluan, pas uangnya keluar baru kita bayar,“ sebutnya.

Terkait program Sambungan Rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (SRMBR) yang dilaksanakan oleh PDAM Kapuas di tahun 2016- 2018,  Lambang dalam kesaksiannya mengaku  mengetahui ada program tersebut dan mengakui di tahun 2016 dan 2017  ia mendapat tugas untuk membeli berbagai kebutuhan logistik  untuk program SRMBR tersebut.

Namun, untuk tahun 2018 tidak lagi ditugasi oleh direktur untuk mengurusi pembelian logistik untuk program SRMBR.

“Kenapa direktur PDAM tidak menugasi kamu melakukan pembelian logistik di tahun 2018 tersebut,” tanya Alfon.

“Tahun 2016-2017 pembelian melalui bapak kan, tapi di tahun 2018 pembelian tidak melalui bapak lagi,  kenapa,“tambahnya memperjelas pertanyaan pertama.

“Saya sama sekali tidak tahu yang mulia kenapa jadi saya bertanya pun tidak,“jawab Lambang yang kemudian mengatakan kepada ketua majelis bahwa sepengetahuannya pembelian untuk logistik program SRMB di tahun 2018 itu dilakukan oleh bagian Kasubsi Perencanaan yang waktu itu dijabat oleh terdakwa Agus Cahyono.

“Yang saya tahu waktu itu, Pak Agus Cahyono yang diperintahkan oleh Pak Widodo waktu itu,“ujar saksi lagi.

Lambang juga mengaku tidak pernah mengetahui atau melihat surat pertanggung jawaban (SPJ ) pembelian barang yang dibeli di tahun 2018 tersebut.

“Saya juga tidak pernah mendapat laporannya dari kasusbsi perencanaan,“ kilah Lambang ketika ditanya salah satu JPU, I Putu Rudina Artana terkait apakah mendapat laporan terkait pembelian barang di tahun 2018 tersebut.

Kesaksian selanjutnya disampaikan oleh M.Ismail Zulkhaido, mantan petugas bendahara di PDAM Kapuas.

Dalam kesaksianya, M Ismail membenarkan perkataan dari JPU, Bangun Dwi Sugiartono yang menyebutkan pendapatan PDAM kapuas di tahun 2016 sampai 2018 berkisar sekitar Rp25 miliar.

“Pendapatannya dari rekening air, dari sambungan baru,” terang Ismail yang mengaku bertugas mengelola keuangan hasil pendapatan PDAM kapuas dari hasil pendapatan  sambungan rumah reguler tersebut.

“Kalau dari penyertaan modal ada gak?“ tanya Bangun kepada saksi Ismail.

“Penyertaan modal gak masuk pak,“ kata Ismail.

Terkait  dana peryertaan modal tersebut, menurut Ismail, di bawah pengelolaan Nunik Pungkaswati yang juga selaku Kasi bendahara modal di perusahaan tersebut.

Ismail juga mengaku pernah mengeluarkan uang untuk pembayaran kegiatan  program SRMBR yang diserahkannya kepada  Widodo, selaku Direktur PDAM Kapuas waktu itu. Padahal uang tetsebut sebenarnya diperuntukkan untuk kegiatan pekerjaan sambungan rumah reguler.

“Lalu uang itu diserahkan Pak Widodo ke terdakwa begitu?“ tanya JPU, Bangun.

“Ke pihak ketiga, Pak,“jawab Ismail.

Setelah bertanya kepada Ismail, JPU kemudian bertanya kepada saksi Muji Muriana yang pada waktu itu mennjadi Kasi Perencanaan dan merupakan atasan langsung dari terdakwa Agus Cahyono.

Muji menjelaskan bahwA di dalam program SRMBR yang dilaksanakan oleh PDAM Kapuas di tahun 2016-2018 itu, pihaknya mendapat target untuk memasang masing-masing 1.000 sambungan rumah per tahunnya.

Diterangkan saksi, dana yang  dikeluarkan untuk pemasangan sambungan rumah  program SRMBR ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebesar Rp3 juta per rumah.

“Jadi kalau seribu (Rumah, red ) sekitar Ro3 miliar,” kata Muji.

Ketika ditanyakan oleh JPU Bangun, terkait pembelian berbagai keperluan logistik untuk program SRMBR di  tahun 2018 yang dilakukan oleh terdakwa Agus Cahyono,  Muji mengaku ada mengetahui pembelian tersebut. Namun, tidak mengetahui kenapa penyebab pembelian logistik program SRMBR terdebut dilakukan langsung oleh Agus Cahyono.

“Kebetulan yang bikin daftarnya itukan saya pak, yang bikin daftar kebutuhan untuk pemasangan SRMBR itu kan kami ,ya saya tahu,“ ujar Muji ketika menjawab pertanyaaan JPU.

“Terus kenapa langsung itu ke Pak Agus, saya gak tahu,“sambung Muji dengan suara agak terdengar serak.

Nunik Pungkaswati saat menyampaikan kesaksian, menolak disebut sebagai orang yang  mengelola dana penyertaan modal dari Pemkab Kapuas untuk program SRMBR di tahun 2016- 2018 tersebut.

“Bukan mengelola pak, tapi saya disuruh mengambil dana tersebut,“ kata Nunik yang terlihat sangat tegang selama persidangan tersebut.

Perempuan berkaca mata ini mengatakan yang bertanggung jawab mengelola dana SRMBR  tersebut adalah Direktur PDAM kapuas waktu itu yakni, Widodo.

“Penunjukan itu gak ada  SK-nya pak. Ditunjuk saja tanpa tertulis,“ ujarnya.

Namun jawaban Nunik bahwa dirinya bukan pengelola dana SRMBR tersebut mendapat teguran langsung dari ketua majelis hakim Alfon.

Menurut ketua majelis, sebagai Kasi Keuangan di perusahaan PDAM Kapuas waktu itu,  dan diserahkan tanggung  jawab dan mengetahui arus keluar masuk uang dari dana SRMBR  tersebut, Nunik dikatakan ketua majelis  hakim bisa dianggap merupakan pihak pengelola dana tersebut.

“Masalah  pemgeluaran, namanya bendahara, catatan pengeluaran kalau disuruh, ibu kan gak bisa nolak, gak usah ibu berpikir terlalu ini, katakan saja penjelasannya  itu,“ kata Alfon ketika menegur Nunik yang dijawab dengan anggukan oleh saksi ini.

Setelah mendapat teguran hakim ini, Nunik terlihat lebih lepas dalam memberikan kesaksiannya. Ia  pun membenarkan seluruh pernyataan dari jaksa yang menyebutkan ada sejumlah pengeluaran dari dana SRMBR yang tidak ada pertanggung jawabannya dan juga fiktif.

 “Iya pak, ada Pak, ada,“ kata Nunik berulangkali dengan nada suara terburu-buru membenarkan ketika JPU, Bangun  menyebutkan dan membacakan satu persatu pengeluaran yang tercatat dikeluarkan dari dana SRMBR tersebut.

Nunik mengatakan seluruh pengeluaran fiktif dan tidak ada pertanggung jawabannya itu dikeluarkannya  atas perintah dari Direktur PDAM kapuas waktu itu, Widodo.

“Jadi memang benar ada yang digunakan untuk kegiatan lain?” tanya Bangun kepada saksi.

“Iya.“

“Siapa yang membuat SPJ-nya?“

“Pak Agus.“

“Uang untuk pengeluaran SPJ yang fiktif tersebut kadang diberikannya kepada terdakwa Agus Cahyono dan ada juga yang diserahkannya langsung ke Widodo,”jelas Nunik.

Nunik sendiri mengaku tidak terlalu mengingat lagi kisaran jumlah uang yang diserahkannya waktu itu.

“Ada yang Rp50 juta, ada yang  Rp100 juta,“ kata Nunik.

“Yang paling besar berapa, ada yang lebih dari Rp200 juta?“ tanya JPU Bangun.

“kayanya rasanya ada,“ jawab Nunik dengan suara perlahan dan terlihat seperti ragu.

Rencananya sidang kasus korupsi ini akan kembali dilanjutkan pada Kamis (21/10) pekan depan dengan agenda sidang masih mendengar keterangan saksi dari pihak JPU.(sja/ram)

Exit mobile version