PULANG PISAU-Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam hal ini Dirjen Perhubungan Laut tampaknya saling tarik ulur terkait hibah aset Pelabuhan Bahaur di Kecamatan Kahayan Kuala.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Pulang Pisau Dr Supriyadi tidak menampik adanya polemik tersebut. Supriyadi menyebut, pelabuhan itu dibangun oleh Dirjen Perbuhungan Darat di atas lahan Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau seluas enam hektare.
“Sekarang ini setelah kami ajukan pelimpahan untuk selain BASTO (berita acara serah terima operasional) 205 barang yang kita kelola itu, sehingga kami bisa anggarkan biaya listrik dan petugas yang mengurus di situ melalui berita acara sesuai kesepakatan yang ada,” kata Supriyadi, Senin (15/11).
Namun akhir-akhir ini karena pelabuhan itu dibangun multipos. Artinya fungsi beberapa item lagi dan sesuai peruntukkannya, maka penyerahan aset itu menjadi terbengkalai dan aset itu akan dipindahkan lagi ke Dirjen Perhubungan Laut.
“Nah Dirjen Perhubungan Laut ngotot agar pemerintah daerah segera membebaskan tanah itu,” ungkap Supriyadi.
Dia mengaku, pihaknya bekerja sesuai dengan berita acara terima barang yang dilakukan oleh Dirjen Perhubungan Laut kepada pemerintah daerah. “Ketika itu diserahkan, ada kekosongan hukum di situ. Maka kami tidak bisa lagi melakukan pungutan,” kata dia.
Untuk itu, lanjutnya, pihaknya menyurati Kemenhub memohon agar diklarifikasi dan dijelaskan serta ditindaklanjuti dalam bentuk serah terima kepada pemerintah daerah. “Karena mereka berharap lahan itu diserahkan kepada mereka. Ketika diserahkan aset itu, kita tidak dapat apa-apa lagi,” ujarnya.
Dia mengaku, pemerintah daerah bersama DPRD akan memanggil Dirjen Perhubungan Laut untuk melakukan audensi agar mereka dapat memberi penjelasan. “Kalau misalnya dihibahkan, apa sih yang kita dapatkan dari situ?” tanya dia.
Kalau pemerintah daerah menghibahkan dan hanya sebatas sebagai penonton, kenapa pemerintah daerah mati-matian menggelontorkan APBD. “Karena jalan menuju pelabuhan itu dibangun oleh APBD provinsi maupun kabupaten. Kalau kita tidak bisa memungut PAD dari situ, apa yang bisa kita harapkan dari situ,” beber dia
Untuk itu perlu duduk bersama antara KSOP, Dirjen Perhubungan Laut, dengan pemerintah daerah dan harus ada hitam di atas putih. Agar proyek multipos yang mereka laksanakan dengan DAD sebesar Rp2 miliar bisa 2022 dibangun pelabuhan di situ.
Menurut dia, banyak pengalaman yang ada yang telah menghibahkan tanahnya tidak difungsikan di situ. “Akhirnya pemerintah daerah gigit jari. Apa yang harus dilakukan? Sementara yang kita banggakan itu, namun kita tidak dapat hasil. Makanya saya berkeras dalam pertemuan dengan mereka. Namun belum ada jawaban positif,” kata dia.
Dia menegaskan, jika itu nanti tetap diambil pemerintah pusat pihaknya akan menarik seluruh petugas. “Kalau usulan kami tidak diterima, teman-teman saya minta angkat kaki. Retribusi tidak jalan. Masak kita jaga di tempat orang, lalu kita yang bayar. Tidak boleh itu. Karena dalam menempatkan petugas, kami mengeluarkan anggaran sebesar Rp300 juta per tahun,” ujarnya.
Supriyadi ingin ada kejelasan kontribusi yang diberikan Dirjen Perhubungan Laut kepada pemerintah daerah . “Harus jelas dan ada hitam di atas putih. Kalau kita serahkan hibah, kita dapat apa? Tidak bisa sembarangan,” tegasnya.
Dia mengaku, dengan menggantungnya aset itu, pihaknya tidak bisa melakukan perbaikan yang maksimal, karena aset tidak diserahkan. “Kalau aset itu diserahkan, kita bisa lakukan maksimal terhadap aset itu, termasuk penyediaan sarana air bersih,” ujarnya.
Namun, lanjut dia, mereka ngotot sekali meminta lahan itu. “Mereka hanya memikirkan membangun saja, tetapi tidak memikirkan siapa yang membangun jalan itu. Biar dibangun bagus, kalau tidak ada jalan, ya tidak bisa. Artinya harus ada sinergi antara Pemerintah Provinsi Kalteng, Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau, Balai Jalan dan Jembatan, maupun Dirjen Perhubungan Laut,” tandasnya. (art/ala)