JAKARTA-Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo telah memasuki 100 hari masa kerja. Dia mengeklaim sudah menangani 19.229 kasus narkoba. Selain itu, sebanyak 15 aplikasi telah diluncurkan untuk mempermudah pelayanan masyarakat.
Menurut Sigit, selama 2021, Polri telah mengungkap sebanyak 19.229 kasus narkoba dengan mengamankan 24.878 tersangka. Rinciannya, sabu-sabu seberat 7.696 kilogram, ganja 2.100 kilogram, heroin 7,3 kilogram, tembakau gorilla 34,3 kilogram, dan ekstasi 239.277 butir.
Mantan Kabareskrim itu menyatakan, barang bukti yang diamankan senilai Rp 11,66 triliun. “Dan telah menyelamatkan 39.24 juta jiwa dari penyalahgunaan narkoba,” terang dia saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI kemarin (16/6).
Dia menjelaskan, banyak modus yang dilakukan para tersangka dalam melakukan peredaran barang haram tersebut ke Indonesia. Misalnya, narkoba yang dibungkus dalam barang-barang impor. Kemudian juga penyelundupan lewat kapal melalui jalan-jalan tikus.
Sigit mengatakan, masuknya narkoba ke Indonesia tidak terlepas dari pengaruh sindikat narkoba internasional. Menurut dia, penegakan hukum terhadap peredaran narkoba akan terus dilakukan sebagai upaya pemberantasan dari hulu. “Ke depan Polri akan mengupayakan dengan kegiatan Kampung Tangguh,” ucapnya.
Sampai saat ini, lanjut dia, Polri telah mendirikan banyak Kampung Tangguh. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah narkoba masuk ke masyarakat. Menurutnya, dibutuhkan peran serta masyarakat dalam mencegah peredaran narkoba. Setelah masyarakat memiliki daya cegah dan daya tangkal, masyarakat akan lebih berani dalam melaporkan informasi terkait peredaran narkoba.
Selain penanganan perkara, Polri juga telah meluncurkan 15 aplikasi untuk mempermudah pelayanan masyarakat. Dengan sistem digital itu, masyarakat akan mendapatkan layanan secara cepat. Menurut Sigit, pelayanan publik dengan online system dan delivery system itu bisa lebih cepat, mudah, serta transparan dengan prosedur yang sederhana. “Agar masyarakat bisa mendapatkan pelayanan Polri semudah memesan pizza,” urainya.
15 aplikasi layanan Polri itu diantarnya, SIM Internasional online, SIM Nasional Presisi (SINAR), Ujian Teori SIM online (EAVIS), Elektronik Pemeriksaan Psikologi (E-PPSI),Elektronik Pemeriksaan Kesehatan (E-Rikkes), Binmas Online Sistem (BOS), dan Samsat Digital Nasional (SIGNAL).
Sigit menambahkan bahwa Polri juga menyediakan nomor telepon ataupun hotline 110 bagi masyarakat. “Sejak hotline nomor layanan Polisi 110 diluncurkan pada 20 Mei 2021, kurang lebih 20 hari Polri telah menerima 1.455.954 panggilan,” ungkapnya.
Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry menyampaikan apresiasi terhadap kepemimpinan awal Kapolri Jenderal Sigit. Menurut dia, digitalisasi pelayanan yang tengah digiatkan oleh Polri sebagai gebrakan spesial. Dia yakin publik juga merasakan adanya transformasi organisasi Polri ke arah yang modern. “Melalui optimalisasi pengggunaan data dan teknologi dalam menjalankan tugas dan fungsi Polri,” terangnya.
Sementara Pengamat kepolisian Bambang Rukminto menuturkan, kinerja kapolri selama ini memiliki sejumlah gerakan baru. Namun, sifatnya masih sporadis karena belum memangun sistem yang integral dan berkesinambungan. ”Gebrakan salah satunya dalam bidang pengawasan, menindak oknum nakal,” tuturnya.
Penindakan terhadap oknum nakal ini yang menonjol dalam kasus Djoko Tjandra. Dimana dua perwira tinggi yang disanksi pidana. ”Tapi, sistem pencegahannya belum terbangun dengan baik. Ini yang saa sebut sporadis,” jelasnya.
Dengan cara yang masih sporadis, maka pelanggaran anggota-anggota itu akan terulang. Dia mengatakan, untuk bidang lainnya terkait pungutan liar. Beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi menelepon Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo soal pungli di Pelabuhan Tanjung Priok. ”Pertanyaannya, bukankah sudah ada Satgas Saber Pungli yang dipimpin Irwasum,” paparnya.
Oleh karena itu, dengan kejadian itu bisa diartikan bahwa seolah-olah pemberantasan pungli itu hanya seremonial saja. ”Ramai di awal, tapi setelahnya tidak berlanjut lagi,” paparnya kepada Jawa Pos kemarin.
Dia mengatakan, pungli di Pelabuhan Tanjung Priok itu bersifat eksternal. Lalu bagaimana dengan pungli yang bersifat internal, seperti di Satlantas. ”Calo SIM masih merajalela, perizinan di Polri juga masih mahal karena pungli,” urainya.
Karena itu, yang paling penting dalam semangat presisi; prediktif, responsibilitas dan transparansi, tidak lain tidak bukan merupakan membangun sistem. ”Bukan gebrakan yang sesaat saja,” tuturnya.
Lalu, untuk layanan aduan 110 sebenarnya sangat bagus. Namun, masih ada kekurangannya, yakni pengawasan. Siapa yang melakukan pengawasan dan memastikan bahwa laporan ditindaklanjuti. ”Seberapa cepat responnya dan seberapa besar animo masyarakat. Yang paling penting amankah bila yang dilaporkan menyangkut anggota kepolisian,” tegasnya. (lum/idr/jpg/ala)