PALANGKA RAYA-Sebagai tindak lanjut atas tuntuan Aliansi Masyarakat Gunung Mas (Gumas) terkait rusaknya ruas jalan Bukit Liti-Bawan-Kuala Kurun yang dilintasi angkutan perusahaan besar swasta (PBS), Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Pemprov Kalteng) menggelar rapat bersama legislatif, Pemkab Gumas, Balai Jalan, serta pihak-pihak terkait.
Wakil Gubernur (Wagub) Kalteng H Edy Pratowo ketika memimpin rapat itu mengatakan, pada dasarnya gubernur sudah menerbitkan surat edaran (SE) dan imbauan terhadap PBS pengguna jalan umum. Dinas Perhubungan (Dishub) Kalteng dan Satpol PP juga sudah melakukan peninjauan dan memasang portal pengawasan angkutan barang pada 24 hingga 31 Juli lalu. “Namun kenyataannya portal ini masih diterobos,” kata wagub, kemarin.
Wagub menjelaskan, hasil pengawasan angkutan barang pada periode tersebut, diketahui total kendaraan yang diperiksa sebanyak 957. Kendaraan yang diketahui melakukan pelanggaran sebanyak 524 kendaraan, sedangkan yang tidak melanggar 443 kendaraan.
“Ada beberapa perusahaan jasa perkebunan pertambangan maupun kehutanan yang melintas. Hilir mudik sepanjang waktu dengan intensitas cukup tinggi. Sejauh ini kontribusi terhadap upaya membantu penanganan ruas jalan (pemeliharaan) juga masih minim,” katanya.
Padahal, lanjut Edy, PBS tersebut pada 7 Juni lalu di Kantor Bupati Gumas sudah menandatangani berita acara kesepakatan bersama untuk melaksanakan konsorsium. Telah dilaksanakan rapat penanganan ruas jalan Bukit Liti-Bawan-Kuala Kurun. Hasil rapat disepakati beberapa hal. Antara lain, semua perusahaan besar swasta yang menggunakan jalan Bukit Liti-Bawan-Kuala Kurun sepakat membentuk konsorsium untuk membantu pemeliharaan jalan.
“Selain itu, PBS bersedia membantu perbaikan dan perawatan ruas jalan tersebut sesuai dengan proporsi penggunaan jalan, hasil produksi yang dikeluarkan, dengan membentuk konsorsium. Ceritanya seperti itu, tapi realisasinya tidak ada,” beber wagub.
Ketika diwawancarai usai rapat, wagub mengatakan bahwa saat ini kondisi jalan sudah rusak parah. Diperlukan langkah cepat sesuai dengan aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat Gumas. Pihaknya akan mendiskusikan lagi dengan Gubernur Kalteng dan Bupati Gumas perihal konsorsium PBS.
“Jika mereka ingin perbaiki, silakan, itu yang kami tunggu, bukan hanya wacana saja,” tegas Edy.
Berkenaan penanganan jangka panjang, akan dirumuskan langkah-langkah melalui kebijakan yang tepat untuk mengatasi masalah ini. Namun, pada dasarnya PBS dituntut berkontribusi dengan membantu pemeliharaan jalan, karena angkutan PBS juga menggunakan infrastruktur itu.
“Untuk langkah berikutnya, mereka (PBS) harus membuat jalan koridor yang mereka sepakati, ini juga menjadi saran masyarakat, begitupun dengan pihak Balai Jalan, karena fakta di lapangan menunjukkan bahwa jalan pemerintah lebih parah, sementara jalan perusahaan masih baik,” pungkasnya.
Seperti diketahui, dalam dua tahun terakhir angkutan yang diduga milik PBS nebeng melintasi jalan penghubung Palangka Raya-Kuala Kurun. Kendaraan dengan bobot puluhan ton yang mengangkut kekayaan sumber daya alam (SDA) di Gumas bebas melintas. Akibatnya, jalan yang menjadi akses menuju ibu kota provinsi tersebut rusak parah. Hancur lebur. Nyaris setiap hari terjadi kemacetan di beberapa titik lokasi.
Kondisi jalan yang hancur lebur dan macet parah membuat masyarakat pengguna jalan kesal. Tidak terhitung berapa jumlah unggahan berupa tulisan, foto, maupun video menghiasi media sosial, mengeluhkan soal kondisi jalan Palangka Raya-Kuala Kurun. Angkutan perusahaan pertambangan, perkebunan, dan kayu bertonase besar, disebut-sebut menjadi pemicu kehancuran infrastruktur dan kemacetan di beberapa titik lokasi. Kekesalan warga pun memuncak. Kamis (16/12) masyarakat turun menyampaikan aspirasi kepada jajaran legislatif, pemerintah, maupun kepolisian.
Aliansi Masyarakat Gunung Mas (AMGM) mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalteng dan Kantor Gubernur Kalteng. Mereka melakukan demo dan menyampaikan aspirasi.
Koordinator aksi Yepta Diharja mengatakan, pihaknya datang menyampaikan aspirasi masyarakat Gunung Mas, khususnya yang berada di sekitar area yang dilalui kendaraan perusahaan. Pihaknya menuntut agar kendaraan perusahaan tidak melewati lagi jalan umum, khususnya ruas jalan Palangka Raya-Kuala Kurun.
Dikatakan Yepta, aktivitas angkutan perusahaan yang melewati jalan umum sudah berlangsung selama dua tahun. Mulai marak dan tidak terkendali dalam setahun terakhir. Padahal sudah jelas diatur bahwa aktivitas angkutan pertambangan, perkebunan, dan kehutanan tidak boleh melewati jalan umum.
“Akibatnya banyak badan jalan yang rusak, belum lagi antrean truk-truk besar pengangkut kayu logging, hasil perkebunan, dan lainnya membuat kemacetan jalan sering terjadi, belum lagi sopir ugal-ugalan dan tidak menghargai pengguna jalan lain, bahkan tempat usaha warga terpaksa harus ditutup menggunakan plastik untuk mengatasi debu yang beterbangan dari jalan saat kendaraan melintas,” ungkap Yepta Diharja. (abw/ena/ce/ala)