PALANGKA RAYA-Dinas Kehutanan (Dishut) Kalteng menyatakan PT Hutan Produksi Lestari (HPL) bersalah melakukan pelanggaran administrasi dalam kasus temuan kayu log beberapa waktu lalu. Perusahaan ini dijatuhi sanksi denda, berdasarkan hasil pemeriksaan tim gabungan Dishut dan UPT Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Sanksi terhadap PT HPL tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Kalteng Sri Suwanto, didampingi Kepala UPT KLHK Balai Pengelolaan Hutan Produksi Wilayah Kalteng Tony Riyanto, Kepala Seksi Wilayah I Kaltengsel Gakum KLHK Irmansyah, Kepala Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan Dishut Kalteng Agustan Saining, dan Kepala Bidang Perlindungan dan KSDAE Joni Harta, Senin (18/10).
“PT HPL telah melakukan pelanggaran adminstrasi pemanfaatan hutan, yaitu tidak melaksanakan penataan hasil hutan kayu dengan benar dan menebang pohon sebelum rencana kerja tahunan disahkan. Saat ini dalam proses pengenaan sanksi denda administratif,” kata Sri Suwanto kepada Kalteng Pos, kemarin.
Kayu log yang ditemukan itu semuanya berasal dari area PT HPL. Namun, kesalahan perusahaan yakni melakukan penebangan kayu sebelum disahkannya Rencanan Kerja Tahunan (RKT). Denda terhadap pelanggaran ini berupa membayar 15 kali lipat PSDH/DR dikali jumlah kubikasi kayu yang ditebang.
Sedangkan untuk pelanggaran lainnya, yakni jumlah kubikasi kayu yang tidak sesuai dokumen, perusahaan akan dikenakan denda membayar 10 kali lipat PSDH/DR dikali jumlah selisih kubikasi yang tidak sesuai. Setiap satu meter kubik kayu PSDH/DR yang harus dibayar, jika dirupiahkan sekitar Rp220 ribu.
“Pengenaan sanksi administrasi adalah bentuk pembinaan pemerintah agar pemegang perizinan berusaha lebih patuh lagi pada ketentuan peraturan perundangan-undangan yang telah ditetapkan, sehingga pengelolaan hutan lebih baik lagi ke depannya,” ujar Sri Suwanto.
Pada kesempatan itu, Sri Suwanto juga menyampaikan tentang perizinan yang dikantongi perusahaan ini. PT HPL adalah pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (sebelumnya disebut IUPHHK-HTI) yang sah dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sejak 2020, dengan jangka waktu 60 tahun. Izin Menteri LHK terbit 22 Januari 2020 dengan luas area yang diberi izin 10.500 hektare.
Dalam rangka pengaturan pemanfaatan hutan kayu, PT HPL telah menyusun dokumen rencana kerja berupa RKUPHHK-HA 10 tahunan periode 2021-2030, yang telah disetujui oleh Menteri LHK pada 2020. Untuk rencana tahunan 2020, perusahaan telah menyusun Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri dan telah mendapat persetujuan dari kepala Dinas Kehutanan Kalteng. Tahun ini juga telah menyusun dokumen Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan memperoleh persetujuan kepala Dinas Kehutanan Kalteng.
Untuk memenuhi syarat verifikasi dan legalitas kayu, tahun 2021 PT HPL telah memperoleh sertifikasi verifikasi dan legalitas kayu dari LVLK PT Borneo Wanajaya Indonesia dengan predikat memenuhi, berlaku sampai 17 September 2023.
Seperti diketahui, kasus ini berawal pada September lalu, saat Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran melaksanakan sidak pemeriksaan kayu log PT HPL di Pelabuhan Terminal Khusus Pahandut Seberang, Kota Palangka Raya. Ketika itu ada 3.000 kubik kayu milik PT HPL.
Pemprov kemudian melakukan pengecekan legalitas izin dari KLHK, termasuk mengecek betul atau tidak penebangan yang dilakukan, seperti ukuran diameter dan lainnya. Pihaknya juga ingin memastikan ada manipulasi atau tidak. “Saya meminta KLHK koordinasi dengan daerah apabila mengeluarkan izin, libatkan kami, karena kami ingin mengetahui apakah izin itu nanti menimbulkan dampak buruk atau tidak,” tegas H Sugianto Sabran saat itu. (sma/ce/ala)