Site icon KaltengPos

Lestarikan Bahasa Daerah agar Tidak Punah

TAMU REDAKSI: Putra dan Putri Kebudayaan Nusantara Kalteng Doni Miseri Cordias Domini dan Cindy Destasya Masal saat berpose di depan Kantor PT Kalteng Pos Press, kemarin (18/10). FOTO: DENAR/KALTENG POS

Budaya merupakan identitas suatu daerah. Tiap daerah memiliki budaya yang khas dan unik. Jika tidak dilestarikan, kekayaan budaya daerah terancam akan punah. Putra-Putri Kebudayaan Nusantara Kalteng 2021 punya tekad melestarikan itu. Berusaha menumbuhkembangkan cinta akan budaya Bumi Tambun Bungai.

ANISA B WAHDAH, Palangka Raya

KALTENG memiliki segudang sumber daya yang melimpah. Tidak hanya pariwisata yang menjadi perhatian publik, tapi juga bahasa dan kekayaan budaya lainnya. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2019 lalu, tercatat Kalteng menempati urutan keempat kepemilikan bahasa terbanyak se-Indonesia.

Berdasarkan data balaibahasakalteng.kemdikbud.go.id, tercatat ada 37 ragam bahasa Dayak di Provinsi Oloh Itah ini. Ragam bahasa ini belum termasuk bahasa yang dibawa oleh kaum pendatang dari luar Kalteng, seperti bahsa serapan Banjar, Jawa, Sunda, Batak, dan sebagainya.

Kemajuan tekhnologi juga menjadi bumerang jika tidak bisa dimanfaatkan dengan baik. Media sosial tanpa kontrol pribadi, bisa membuat generasi muda secara perlahan menggerus budaya daerah. Tanpa disadari, budaya asing perlahan masuk melalui media sosial (medsos).

Seperti diketahui, pengguna medsos didominasi kaum muda. Jika tidak ada penyaringan, generasi muda secara perlahan akan terpengaruh budaya-budaya daerah lain atau budaya asing, dan kemudian meninggalkan budaya sendiri.

Doni Miseri Cordias Domini dan Cindy Destasya Masal hadir sebagai perwakilan putra-putri Dayak untuk memperjuangkan pelestarian budaya Kalteng, agar tetap dicintai masyarakat Bumi Tambun Bungai, bahkan dikenal daerah lain sebagai identitas Kalteng. Salah satunya bahasa Dayak Kalteng.
Pria yang sering disapa Doni ini menyebut bahwa perlu ada gerakan untuk melestarikan bahasa daerah agar tidak mudah punah. Salah satunya melalui kurikulum pembelajaran di sekolah-sekolah.

“Jika dilihat, memang kurikulum pembelajaran bahasa Dayak di Kalteng ini hanya digunakan di tingkat sekolah dasar (SD), sedangkan SMP dan SMA sudah dikurangi, bahkan sudah tidak ada,” kata pria kelahiran Desa Gohong, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis).

Pria yang berulang tahun tiap 6 Mei itu menyebut, harus ada gebrakan inovasi dalam rangka melestarikan bahasa daerah. Selain melalui kurikulum pembelajaran bahasa daerah di sekolah-sekolah, juga diiringi dengan penerapan dalam percakapan sehari-hari.

“Masyarakat juga harus turut andil dalam melestarikan bahasa Dayak Kalteng, masyarakat harus memiliki kesadaran menggunakan bahasa daerah, karena saat ini telah terjadi peleburan budaya lokal dengan budaya-budaya lain. Selain bahasa, kita juga harus melestarikan budaya dan adat istiadat Kalteng,” beber pria 18 tahun ini.
Keberadaan komunitas-komunitas, tutur pria yang hobi bela diri ini, juga bisa menjadi wadah pelestarian budaya, khususnya bahasa daerah. Dalam komunitas tersebut terdiri dari para seniman dan budayawan Kalteng dengan visi dan misi melestarikan budaya di Kalteng.

Sementara itu, Putri Kebudayaan Nusantara Cindy Destasya Masal menambahkan, pelestarian bahasa di Kalteng bisa diupayakan juga melalui pembuatan peraturan daerah (perda). Sebagai Putra-Putri Kebudayaan, pihaknya tidak hanya mempromosikan dan melestarikan budaya, tapi juga punya andil dalam memberikan aspirasi kepada pemerintah, dengan tujuan melestarikan budaya Kalteng.

“Kami sempat audiensi dengan Wali Kota Palangka Raya Fairid Naparin beberapa waktu lalu, disampaikan bahwa kami harus bisa memberikan aspirasi bagaimana melestarikan budaya,” katanya.

Pembelajaraan bahasa daerah pun, lanjut Cindy, sebagai jembatan melestarikan bahasa daerah. Karena itu harus dibuat terobosan agar peserta didik bisa memiliki tekanan positif untuk lebih mencintai budaya Kalteng khususnya bahasa.

“Misal saja, pada pelaksanaan pembelajaran bahasa daerah, peserta didik diwajibkan menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa komunikasi, jika melanggar dapat dibebani tugas, ini akan memberikan tekanan positif untuk melestarikan bahasa daerah,” beber perempuan yang lahir di Palangka Raya pada 15 Desember 2001 lalu itu.
Doni dan Cindy akan mengikuti Pemilihan Putra Putri Kebudayaan Nusantara Tahun 2021 yang akan diselenggarakan di Yogyakarta, 3-9 November 2021. (*/ce/ala)

Exit mobile version