PALANGKA RAYA-Pada 21 Desember 2021 lalu, telah masuk laporan yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Ketua Komisi Aparatur Sipil Negeri (KASN), Ketua Pansel Sekda Kalteng, dan Gubernur perihal ASN yang pernah jadi narapidana dilarang menjadi pejabat struktural. Laporan tersebut mengatasnamakan Batuah dan lengkap melampirkan fotokopi KTP pelapor yang menyampaikan keberatan terhadap salah satu peserta yang saat ini juga menjabat sebagai Pj Sekda Kalteng, Nuryakin.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng pun melakukan penelusuran terhadap bersangkutan (pelapor, red). Diketahui bahwa pelapor tersebut merupakan salah satu pegawai negeri sipil (PNS) pada Dinas Pendidikan (Disdik) Kalteng. Namun saat dikonfirmasi terkait laporan mengatasnamakan dirinya, Batuah menyampaikan bahwa dirinya tidak pernah membuat laporan apapun. Ia kemudian membuat surat pernyataan yang ditandatangani pada 16 Januari lalu. Saat dikonfirmasi Kalteng Pos, pihaknya mengaku terkejut adanya laporan yang menggunakan data dirinya.
“Pemprov Kalteng datang ke saya dan bertanya apakah yang membuat laporan itu saya? Memang KTP yang dilampirkan dalam laporan itu milik saya dan itu data saya, tapi saya tidak pernah membuat laporan apapun,” kata Batuah saat diwawancarai di Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kalteng, Rabu (19/1).
Dalam laporan itu, Batuah menyebut bahwa selain menggunakan KTP miliknya, pelapor juga memalsukan tanda tangan. Memang tanda tangan yang dipalsukan itu sedikit mirip dengan miliknya, tapi punya perbedaan.
“Saya tidak melapor apapun, sedangkan saya masih aktif sebagai PNS di Disdik Kalteng dan akan pensiun satu tahun lagi, tidak mungkin saya melapor,” katanya.
Pria yang sudah 35 tahun mengabdi di Pemprov Kalteng ini berterus terang bahwa sebelumnya tidak mengenal Pj Sekda Kalteng Nuryakin. Dalam rangka konfirmasi pelaporan itu, pihaknya langsung menghadap ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Merasa dirugikan lantaran identitasnya digunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab, ia berencana membawa kasus ini ke ranah hukum dengan tuduhan pencemaran nama baik.
“Iya, saya akan ke sana, kami serahkan kepada yang berwenang, tunggu suasananya agak mendingan,” ucapnya.
Ia mengaku, terhadap kejadian ini memang tidak mencurigai siapapun. Bahkan ia sangat terkejut saat mengetahui informasi ini, apalagi melapor seorang pejabat tinggi di Pemprov Kalteng. Selama dua bulan terakhir ia tidak pernah memberikan informasi KTP-nya kepada siapapun.
“Memang kalau KTP ini kan banyak digunakan dalam berbagai urusan, tetapi dalam dua bulan terakhir ini saya tidak memberikan KTP saya kepada siapapun,” tegasnya.
Sementara itu, sehari sebelum laporan Batuah, yakni pada 20 Desember, juga telah masuk laporan yang juga ditujukan kepada Komisi ASN dan Menteri Dalam Negeri perihal pengangkatan pejabat tinggi pratama tanpa melalui lelang jabatan. Laporan ini atas nama Kambudi yang pekerjaan sehari-hari sebagai petani.
Kambudi, sebagai nama yang tertulis pada laporan itu, juga mengaku bahwa dirinya tidak pernah membuat laporan apapun. Namun pada laporan itu terlampir KTP atas nama Kambudi.
“Saya itu masalah seperti ini tidak mengerti, saya ini pekebun, mana saya tahu informasi-informasi begitu, kan tidak masuk akal,” katanya.
Kambudi merasa terkejut saat mengetahui namanya sebagai pelapor dan lengkap terlampir KTP miliknya. Ia baru mengetahui hal ini kemarin, Rabu (19/1) dan tidak pernah tahu terhadap laporan yang sudah satu bulan lamannya itu.
“Berhubungan dengan pejabat saja saya tidak pernah, bahkan bagaimana cara lapor saja saya tidak tahu,” tegasnya.
Saat dihubungi, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kalteng sebagai Ketua Sekretariat Pansel Lisda Arriyana mengatakan, pihaknya sudah melakukan klarifikasi sebagai permintaan dari KASN terhadap laporan atas nama Batuah.
“Artinya dengan adanya aduan ini Pemprov Kalteng melakukan klarifikasi dan sudah disampaikan ke KASN, jadi kita menungu klarifikasi dari mereka (KASN, red),” ucap Lisda.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kalteng Akhmad Husain mengatakan, pihaknya merupakan lembaga pelayanan bagi masyarakat. Dalam konsepnya ada layanan publik dan layanan sipil. Layanan sipil diberikan berkenaan hak asasi, seperti pelayanan hak-hak yang berhubungan dengan surat-surat, termasuk KTP.
“Tanpa diminta, negara harus memberikan KTP sebagai tanda warga negara,” ucapnya.
Kaitannya dengan kasus ini, KTP yang dimiliki oleh warga negara harus dilindungi hak-hak sipilnya. Salah satunya adalah hak-hak yang berkenaan dengan identitas sebagai warga negara. Identitas itu hanya ada unit kerja atau lembaga tertentu yang bisa menggunakannya. Itupun atas izin yang bersangkutan.
“Tidak ada KTP atau hal yang berhubungan dengan identitas pribadi digunakan tanpa seizin dan sepengetahuan yang bersangkutan, jadi itu murni hak yang bersangkutan memberikan izin atau tidak,” tegasnya.
Saat yang bersangkutan tidak memberikan izin, maka pada saat itulah ada keluar penggunaan kepada yang tidak berkepentingan dan berwewenang. Salah satunya yakni kasus pencatutan. “Ini ada masalah hukum, kami tidak ke sana. Ada lembaga yang menangani masalah hukum. Bahwa dukcapil sebagai kepanjangan tangan gubernur berkewajiban tanpa diminta warga negara yang namanya dicatut untuk mengetahui secara jelas dan pasti apakah prosesnya itu yang bersangkutan memberikan KTP itu atau tidak,” pungkasnya. (abw/ce/ala)