PALANGKA RAYA-Anggota Komisi III DPR RI Daerah Pemilihan Kalimantan Tengah (Dapil Kalteng) H Agustiar Sabran, S.Kom. mengatakan, kebersamaan itu indah jika di dalamnya terdapat nilia-nilai falsafah huma betang dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Cara menjaga kebersamaan di tengah keberagaman antara lain melalui sikap toleransi dan saling menghargai.
Agustiar mengatakan, Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki keberagaman ras, suku, agama, dan budaya. Perbedaan ini membuat Indonesia menjadi sangat spesial.
“Kita bisa hidup berdampingan walau berbeda. Hal itu juga telah diperkuat dengan moto atau semboyan Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu). Itu yang membuat bangsa Indonesia bisa hidup berdampingan meski berbeda ras, suku, budaya, maupun agama,” ucap pria yang juga Ketua Umum Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng tersebut kepada Kalteng Pos, Minggu (19/12).
Walaupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sering ditemui berbagai permasalahan dan perselisihan, kata H Agustiar, tapi hal itu tak boleh dibiarkan berlarut-larut agar tidak menimbulkan perpecahan.
“Negara kita memiliki beragam kelompok etnis dan suku. Sudah sepantasnya kita selalu menjaga kebersamaan di tengah keberagaman ini,” tambah politikus PDIP itu.
Ditambahkannya, filosofi huma betang mengedepankan musyawarah mufakat, kesetaraan, kejujuran, dan kesetiaan yang harus tetap dilestarikan. Hingga kini filosofi itu masih menjadi pedoman dan diteladani oleh masyarakat yang hidup di Kalteng. Dalam kondisi dan masalah apapun yang terjadi, rasa persaudaran sebangsa dan serumpun Dayak dalam bingkai NKRI harus terus dipupuk dan ditumbuhkan.
“Saya juga mengajak generasi muda, mari kita bersama melestarikan adat dan budaya peninggalan leluhur Dayak dan Indonesia. Sekalipun langit harus runtuh, adat dan budaya tetap harus dilestarikan selamanya, karena kita menganut budaya timur,” tegas H Agustiar.
Apalagi saat ini, lanjut Agustiar, adat dan budaya secara perlahan mulai tergerus dan memudar seiring perkembangan zaman. Karena itu, generasi muda hendaknya menjadi inisiator untuk melestarikan adat kekayaan budaya.
Kendati telah memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 silam, saat ini Indonesia kembali dihadapkan dengan penjajah. Kali ini lebih berbahaya, karena penjajah ini tidak terlihat dan tidak dikenal, yakni pandemi Covid-19. Termasuk hoaks dan narkoba.
Tentunya untuk melawan Covid-19 tidak bisa dilakukan sendiri. Perlu untuk bersatu, bergandengan tangan, bahu-membahu, serta gotong royong seperti yang tertuang dalam falsapah huma betang. Itulah kunci untuk mengakhiri pandemi Covid-19.
“Tentunya ada hikmah dari pandemi Covid-19, mengajarkan kita untuk saling peduli, bertoleransi, dan bertransformasi dengan teknologi. Dalam menghadapi Covid-19, masyarakat Bumi Tambun Bungai dinilai sangat luar biasa. Saling berbagi, bahu-membahu, dan toleransi, serta ikut dalam menyukseskan vaksinasi Covid-19,” ucapnya.
Sistem kerja Gubernur H Sugianto Sabran yang bersinergi dengan TNI, Polri, dan unsur forkopimda lainnya di Kalteng, kata Agustir, juga merupakan hal baik. ”Percepatan vaksinasi, pemberian bansos, hingga kebijakan isolasi terpusat telah dilakukan. Semua ini merupakan kinerja bagus yang harus dipertahankan,” katanya.
Sementara itu, menyikapi masalah hoaks dan dan narkotika, Agustiar mengajak semua pihak untuk sama-sama memerangi. “Sebab jika mudah termakan isu hoaks, maka perpecahan bisa saja terjadi. Begitu juga narkotika yang dapat mengancam generasi muda selaku penerus bangsa ini,” tegasnya. (nue/ce/ala)