Sudah sewajarnya instansi pemerintah punya banyak program pembangunan. Bekerja dalam senyap menjadi bukti kinerja yang sudah terlaksana. Tidak muluk-muluk, perlahan pesona TNS terlihat masyarakat lokal, regional, hingga nasional. Apa saja yang bakal berubah dari TNS? Berikut ulasannya!
ALBERT M SHOLEH, Palangka Raya
GERIMIS menyelimuti Palangka Raya, Selasa 13 Juli lalu, menyejukkan berbagai sudut kota. Kantor Balai Taman Nasional Sebangau (TNS) Jalan Mahir Mahar Km 1,5 pun diselimuti mendung. Semangat bincang-bincang bersama Kepala Balai TNS Andi M Khadafi menghangatkan suasana.
Pria yang mengenyam S-1 Kehutanan itu menegaskan, pihaknya terus mengembangkan diri dan mempelajari terkait konservasi. Pasalnya, tugas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK sangat kompleks. “Terutama konservasi, kami terus belajar sampai saat ini memanajemen hutan, menanam pohon, sekarang di konservasi selain tumbuhan, satwa liar juga diurus, makanya saya sendiri juga terus belajar,” tuturnya.
Menurutnya, sesuai arahan dari direktorat jenderal, pemimpin harus supel dan mampu memanusiakan manusia, bicara dengan siapa saja. Di mana pun bekerja, kebersamaan bisa muncul, terutama di sini, terlebih saat musim api.“Saat banyak karhutla, yang memadamkan Manggala Agni, PNS, bahkan honorer ikut bersama masyarakat juga, kebersamaan itu yang kita jaga,” bebernya.
Menurutnya, hal itu adalah dasar. Prinsip penting sesuai arahan Dirjen KLHK mengarahkan pihaknya berbasis aturan, evidence base. Dicontohkannya, pengalaman sekat kanal sebagai reverensi terdahulu. Prinsip lain berbasis scientific. Kegiatan teknis ada buku, video, pemodelan spasial, pendugaan populasi orang utan, dan sebagainya. Prinsip kehati-hatian, clear dari awal sejak planning bersama masyarakat sehingga aman dan tidak ada konflik.Pria kelahiran Banjarmasin, 15 Oktober 1973 itu sebelumnya pernah tugas di Kalsel, Kalteng, Papua Barat, Kalbar, dan 2019 balik lagi ke Taman Nasional Sebangau Kalteng.
Diakuinya, masalah kehutanan sangat banyak. Hutan lindung dan hutan produksi berbeda.“Kalau dalam konteks konservasi, Indonesia ada ribuan desa. Penentuan fungsi kawasan hutan kurang berbasis persebaran satwa, terutama spesies payung atau daya jelajah besar. Ketika ditentukan hutan produksi bisa dikonversi atau hutan produksi, ternyata masih banyak satwa dilindungi, ini harus diselesaikan,” bebernya.Sekitar 70 persen orang utan berada dalam hutan konservasi. Ke depan Kalteng diperbaiki agar habitat orang utan tidak terfragmentasi akibat fungsi hutan yang memerlukan jalan dan sebagainya, agar tidak memengaruhi satwa. Meski satwa penting, tapi manusia lebih penting.Sebangau, tambah Andi, dari merestorasi TNS 70 ribu hektare zona rehabilitasi, sekarang 40 ribuan hektare sudah zona rehabilitasi.
Berarti, upaya bersama mitra dan masyarakat membangun sekat kanal ada hasilnya.“Model restorasi gambut tropika dunia, itu cita-cita. Ekosistem gambut penting dunia, ya di Sebangau ini. Harapan saya semua yang kita lakukan menjadi contoh pengelolaan nerestorasi daro office, SDM, output kerjaan, sampai sarpras tak harus mewah tapi bermanfaat besar, makanya saya bikin rancangan juga di kawasan,” imbuhnya.Ia menyadari, untuk ke kancah dunia sangat kejauhan.
Target pertama adalah membuat TNS bermanfaat bagi masyarakat lokal, regional, lalu nasional.“Karakteristik wilayah memiliki keunikan masing-masing, misalnya mau kita optimalkan untuk konservasi orang utan, tapi ada potensi pariwisata dan penelitian, ya kita manfaatkan tapi kita prioritaskan yang pertama, yang terpenting kita menjaga air tinggi agar gambut tetap basah,” jelasnya.Before dan after, kata Andi, HPH dan karhutla saat ini sudah terlihat perubahannya. Pihaknya ingin TNS memberi banyak manfaat bagi Kalteng, Kalimantan, dan Indonesia. Ini tidak lepas dari masyarakat.Sejak 2004 ditunjuk sebagai kepala Balai TNS, ada keberhasilan memulihkan konservasi 30ribuan tadi. Menurutnya ini dari pimpinan terdahulu dan pusat. “Saya mendorong pemulihan ekosistem TNS, ini bisa kalau kita bisa mempertahankan air. Ini yang penting. Kalau kering, tanaman tidak bisa tumbuh dan rawan terjadi kebakaran hutan,” bebernya.
Bekerja sama mitra dan masyarakat terutamapemerintah daerah, beragam. TNS bersama mitra menjunjung prinsip filling the gab. Fungsi TNS yang belum bisa dicapai bisa dioptimalkan oleh mitra. “Kami mengarahkan TNS kemampuannya dioptimalkan bersama mitra dan cukup baik. Mitra bukan hanya yang sudah kerja sama, pemprov, pemko, dan pemkab adalah mitra. Disbudpar MoU satpras pariwisata TNS. Saya merasa pemda sangat mendukung TNS. Terima kasih buat pemerintah daerah,” imbuhnya.
Saat ini, pihaknya fokus membangun TNS menjadi kebanggaan bersama dan menyediakan air tawar Kalteng menjadi sumber ikan, surga bagi orange tan primata dan burung di lahan basah, dan manusia bisa ekowisata di TNS. Tempat pendidikan, penelitian bagi mahasiswa dan pelajar.Dipaparkannya, TNS adalah kawasan konservasi sistem pembagian zonasi, inti, limba, pemanfaatan, tradisional, dan sebagainya. Zona tradisional sudah ada kesepakatan. Misal, wilayah masyarakat cari ikan dan sebagainya.
Bersama Pemda Pulpis dan Palangka Raya, sambung Andi, sudah menyampaikan rencana pembangunan pusat informasi gambut tropika dunia disesuaikan dengan pembangunan Kota Palangka Raya. Sinkronisasi pusat, ada target kinerja yang tertuang dalam APBN seoptimal mungkin dijalankan, sesuai tupoksi, mendorong meningkatkan satwa terancam punah di TNS, tingkatkan luasan ekosistem, ditarget dorong kelompok ekonomi masyarakat sekitar TNS.“Ya kami intinya bekerja dalam senyap, insyaallah ada hasilnya, tunggu saja ya,” tutup bapak tiga anak itu. (*/ce/ala)