PALANGKA RAYA-Kegaduhan yang dipicu oleh pernyataan Edy Mulyadi cs yang menyingung masyarakat Kalimantan, menuai reaksi dari berbagai penjuru daerah. Gelombang aksi massa yang melakukan demonstrasi menuntut Edy Mulyadi cs diproses hukum tak terbendung. Kemarin (27/1), Aliansi Borneo Bersatu gabungan tokok dari Kaltim, Kalteng, Kalsel, Kalbar, dan Kaltara berangkat ke Jakarta untuk menghadiri rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR RI. Tuntutanya sama. Mendesak aparat segerak mengambil tindakan tegas dan sanksi adat.
Juru Bicara Aliansi Berneo Bersatu Rahmat N Hamka menegaskan, hukum positif silakan dijalankan, tapi sanksi adat sudah menjadi keharusan, untuk memberi pelajaran kepada Edy maupun orang lain agar tidak melakukan kesalahan serupa.
“Jadi untuk menebus kesalahan secara moral kepada para leluhur kami dan juga kepada kami yang ada anak cucunya, maka kepada Edy Mulyadi harus dilakukan (sanksi adat), agar tidak melakukan kesalahan serupa, baik itu Edy maupun orang lain,” tegas Rahmat N Hamka sembari mempersilakan kepada Ketua Koalisi Borneo Bersatu Ducun H Umar menyampaikan pernyataan sikap atas pernyataam Edy Mulyadi dan kawan-kawan menyinggung masyarakat Kalimantan.
Ketua Koalisi Borneo Bersatu Ducun H Umar menyebut beberapa sikap pihaknya terhadap persoalan ini. Pertama, mengecam pernyataan Edy Mulyadi dan kawan-kawan yang diunggah bersangkutan di media sosial pada Selasa, 18 Januari 2022, berisi konten yang mengandung penghinaan dan pelecehan terhadap Pulau Kalimantan, dengan mengatakan bahwa Kalimantan adalah tempat membuang anak jin dan hanya monyet yang mau tinggal di sana. Hal itulah yang melukai harga diri dan perasaan masyarakat Dayak secara umum dan masyarakat Dayak Kalteng khususnya.
“Kedua, mengecam penghinaan terhadap Menteri Pertahanan Indonesia yang merupakan pejabat negara yang sah, dengan mengatakan Menhan adalah harimau yang berubah jadi kucing,” katanya.
Ketiga, mendukung langkah-langkah aparat negara dalam hal ini Polri untuk mengambil langkah-langkah penegakan hukum terhadap Edy Mulyadi dan kawan-kawan. Keempat, mendesak dilaksanakannya sidang adat Dayak terhadap Edy Mulyadi dan kawan-kawan.
“Kelima, terkait implementasi terwujudnya IKN, dalam proses pelaksanaannya wajib melibatkan secara penuh kelembagaan adat Dayak maupun putra-putri asli Dayak,” ucap Ducun.
Sementara itu, perwakilan dari Kalimantan Utara Dicky Samuel menyampaikan, pada dasarnya warga Kalimantan tidak pernah meminta IKN dipindah ke Kaltim. Namun, pernyataan Edy telah menghina warga Kalimantan dan membuat kegaduhan. Karena itu Edy perlu datang ke Kalimantan untuk sidang adat.
“Kami harap yang menjadi pemikiran Edy Mulyadi ini tidak menjadi pemikiran orang pemerintah pusat, atau jangan sampai orang Jakarta juga berpikir bahwa masyarakat Kalimantan adalah monyet dan genderuwo,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III Pangeran Khairul Saleh mengatakan, kasus Edy dan kawan-kawan sudah masuk tahap penyidikan. Semua unsur sudah terpenuhi. Jumat (28/1) akan dipanggil ke Bareskrim. “Saya mendukung kasus Edy ini diselesaikan secara hukum adat dan budaya,” tegasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI yang merupakan putra Kalimantan Rudy Mas’ud mengatakan, sejak 18 Januari 2022 lalu masyarakat Kalimantan khususnya Kaltim tidak lagi disebut warga daerah, tapi sudah menjadi warga ibu kota negara.
“Saya imbau warga Kalimantan tetap menjaga situasi kondusif, kasus Edy dan kawan-kawan ini kita serahkan kepada pihak berwenang, karena negara ini negara hukum, saya sudah sampaikan ke Polri untuk menindak tegas dan menahan Edy,” tegasnya.
Anggota Komisi III Ary Eghani yang merupakan putri Dayak Kalteng menyampaikan bahwa yang disuarakan saat ini oleh masyarakat Kalimantan atas penghinaan yang dilakukan Edy merupakan perjuangan harga diri. Pihaknya sebagai representasi perwakilan masyarakat Kalteng menyampaikan bahwa orang Kalimantan adalah orang-orang cerdas. “Pimpinan dan seluruh anggota komisi III akan kawal kasus ini sampai selesai,” tegasnya.
Anggota DPR RI H Agustiar Sabran bersama anggota Komisi III DPR RI siap mengawal hukum formal atas dugaan penghinaan kepada masyarakat Kalimantan yang dilakukan Edy Mulyadi.
“Kami sudah melakukan RDPU bersama Aliansi Borneo Bersatu di Jakarta. Mereka semua berasal dari perwakilan Masyarakat Kaltim, Kalteng, Kalbar, Kalsel, dan Kaltara,” katanya kepada Kalteng Pos, Kamis (27/1).
Komisi III akan menindaklanjuti dan mengawal proses hukum terhadap Edy Mulyadi oleh pihak kepolisian hingga tuntas dan seadil-adilnya, sesuai hukum dan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Seperti yang disampaikan Wakil Ketua Komisi III Pangeran Gusti Khairul Saleh, bahwa kasus tersebut saat ini sudah masuk tahap penyelidikan. Sehingga diharapkan dapat diselesaikan secara tuntas hingga akhir. Pihaknya mengapresiasi langka cepat kepolisian yang telah melakukan upaya jemput bola menanggapi kasus ini.
“Kasus Edy Mulyadi sudah masuk tahap penyidikan. Semua unsur sudah terpenuhi. Edy juga akan segera dipanggil Jumat (28/1) di Bareskrim Polri,” terang politikus PDIP tersebut.
Sebagai Ketua Umum Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalteng, H Agustiar juga berharap agar selain diproses secara hukum formal, Edy Mulyadi juga tetap dijatuhkan hukuman adat.
“Sehingga berjalan bersama keduanya, hukum adat dan hukum negara. Karena hukum adat sudah ada sebelum hukum positif. Hal itu penting dilakukan, karena yang bersangkutan telah melecehkan orang Kalimantan, menyakiti dan melukai hati masyarakat khususnya orang Dayak. Karena ada hukum adat yang berlaku, maka perlu dihukum secara adat,” tegasnya.
Selaku anggota Komisi III DPR RI dari Kalimantan, Agustiar mengapresiasi langkah komisi III yang elegan dan humanis, menerima dan mendengarkan saran serta masukan para tokoh perwakilan dari Kalimantan.
“Diharapkan juga agar proses tersebut dilakukan hingga tuntas sesuai hukum dan aturan perundang-undangan yang berlaku, untuk memberikan efek jera kepada yang bersangkutan dan yang lain bahwa jangan mudah melecehkan orang lain,” tegasnya.
Sehubungan dengan dugaan penghinaan yang diucapkan Edy Mulyadi secara sengaja, dianggap sangat bertentangan dengan semboyan Huma Betang. Sebab, masyarakat Kalimantan telah melaksanakannya dalam keberagaman suku, agama, RAS, budaya, dan lainnya.
“Masyarakat yang ada di Kalimantan juga diharapkan tetap menjaga situasi kondusif serta menyerahkan sepenuhnya proses hukum ini kepada pihak berwenang. Hukum harus ditegakkan seadil-adilnya,” tambahnya.
Kasus ini juga diharapkan menjadi pelajaran yang baik untuk merawat kebinekaan di Tanah Air sebagai bangsa yang hidup berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika.
Sebagai salah satu wakil rakyat asal Kalimantan, H Agustiar juga berharap agar proses pelaksanaan pembangunan ibu kota negara berjalan lancer dengan tetap memperhatikan kearifan lokal. Masyarakat lokal jangan hanya menjadi penonton, tetapi ikut terlibat dalam pembangunan ibu kota negara ke depannya. (abw/nue/ce/ala)