Untuk Perkawinan Anak di Bawah Usia 19 Tahun
BUNTOK – Untuk mencegah terjadinya pernikahan dini anak di bawah usia 19 tahun, Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Barito Selatan (Barsel) siap mendampingi secara psikologis.
“Sebab pernikahan usia dini memicu tingginya angka kematian ibu dan bayi,” kata Kepala DPPKB3A Kabupaten Barsel Mario, Kamis (1/9).
Menurut dia, seletah dilakukan pendampingan, maka keluarlah surat rekomendasi yang berisikan siap atau tidaknya mental dari pasangan calon pengantin untuk melakukan pernikahan tersebut.
Perlu diketahui, bahwa sebelumnya, DPPKBP3A sudah melakukan MoU dengan pengadilan agama (PA) setempat, bahwa setiap ada pengajuan pernikahan anak di bawah usia 19 tahun, maka PA memberikan surat ke pihaknya untuk melakukan pendampingan secara psikoligi melalui asesment oleh tim psikolog yang ada di DPPKBP3A Barsel.
Menurutnya, usia ideal menikah menurut kampanye program Generasi Berencana BKKBN adalah di atas 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi pria.
Sedangkan dari sisi medis, kata dia, remaja perempuan usia 10-14 tahun berisiko meninggal saat hamil atau melahirkan lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan berusia 20-25 tahun. “Sementara risiko kematian pada anak yang menikah pada usia 15-19 tahun dua kali lebih tinggi,” ucapnya.
Ia mengungkapkan, semua ini untuk pencegahan dan penaganan kasus stunting di Kabupaten Barsel yang saat ini cukup tinggi. Sehingga, kata dia, diharapakan untuk pasangan usia di bawah 19 tahun agar bisa menunda pernikahannya. “Yang pasti semua ini dilakukan untuk menjaga kesehatan reproduksi pasangan itu sendiri,” katanya.
Dijelaskan Mario, remaja perempuan yang menikah di usia dini berisiko mengalami masalah kesehatan reproduksi, seperti kanker leher rahim, trauma fisik pada organ intim, dan kehamilan berisiko tinggi-preeklampsia dan bayi prematur serta kematian terhadap si ibu.
“Di samping itu juga menjaga kesehatan calon janin, sehingga nanti ke depannya anak yang dilahirkan akan menjadi anak yang benar-benar sehat,” ungkap Mario.
Ia menambahkan, dari sisi sosial, pernikahan dini berdampak buruk pada psikologis remaja karena emosi mereka tak stabil dan cara berpikir pun belum matang.
Sekitar 44 persen perempuan yang menikah di usia dini mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan frekuensi tinggi, sisanya mengalami KDRT frekuensi rendah.
Saat ini, pihaknya sudah beberapa kali melakukan sosialisasi terkait permasalahan tersebut. Salah satunya sosialisasi dan bekerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag) untuk mencegah dan menanggulangi pernikahan dini, demi menjaga kesehatan reproduksi pasangan calon pengantin.
Untuk ke depannya, pihaknya sudah membuat konsep, akan bekerja sama dengan para penghulu yang ada di Barsel, bahwa tidak lagi diperkenankan untuk menikahkan anak di bawah usia 19 tahun.
“Kita berharap seluruh pasangan calon pengantin di Barsel ini sudah benar-benar layak dan semua pasangan sudah memenuhi standar untuk manjadi calon pengantin agar bisa melaksanakan pernikahan yang didambakan,” ujar Mario. (ner/ens/ko)