Site icon KaltengPos

Nunu Andriani AJal Tekan Perkawinan Usia Anak

SOSIALISASI: Pj Bupati Pulang Pisau Hj Nunu Andriani saat menghadiri sosialisasi dampak pernikahan usia anak bersama DPD Pengajian Al Hidayah di Rumah PC Al Hidayah, Kecamatan Kahayan Kuala, Sabtu (3/8/2024).

PULANG PISAU – Sosialisasi dampak pernikahan usia anak bersama DPD Pengajian Al Hidayah di Rumah PC Al Hidayah, Kecamatan Kahayan Kuala, Sabtu (3/8/2024) lalu dihadiri Penjabat (Pj) Bupati Pulang Pisau Hj Nunu Andriani.
Dalam kegiatan tersebut Nunu meminta untuk menekan tingginya perkawinan anak. Dia mengaku, dalam menekan perkawinan usia anak, Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau memberikan pemahaman kepada orang tua dampak buruk dari pernikahan usia di bawah umur melalui sosialisasi dampak perkawinan usia anak.
“Banyak kasus orang tua yang menikahkan anaknya di usia yang belum siap. Sosialisasi ini kita berikan pemahaman dampak buruknya. Perkawinan anak bukan hanya berdampak pada masa depan anak. Tapi juga berkaitan dengan permasalahan yang kami tangani selama ini. Yakni pengangguran, kemiskinan dan stunting,” jelas Nunu.
Dalam menekan angka pernikahan usia dini, Nunu Andriani mengatakan perlunya sinergi ataupun Kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan termasuk pengadilan agama memberikan pengertian dan pemahaman kepada masyarakat dampak dari menikah dibawah umur.
Harapannya, kata dia, melalui sosialisasi memberikan pemahaman kepada para orang tua sehingga bisa memutus mata rantai. “Dengan digelarnya sosialisasi yang melibatkan orang tua, guru SD, SMP ini diharapkan bisa menekan angka perkawinan anak di Kabupaten Pulang Pisau,” tambahnya.
Menurut Nunu, sosialisasi tersebut sangat penting. Terlebih saat ini pihaknya tengah gencar-gencarnya melakukan penanganan stunting, kemiskinan ekstrem dan pengangguran. Karena angka pengangguran setiap tahun selalu mengalami peningkatan.
Menurut dia, permasalahan tersebut bagian dari dampak perkawinan di bawah umur. Nunu mengungkapkan, saat ini usia pernikahan itu minimal 19 tahun. Dia menjelaskan, jika anak perempuan menikah di usia 18 atau 17 tahun, kesiapan berumah tangga, pemahaman dalam membina rumah tangga belum matang dan belum mapan.
Kemudian, kata dia, alat reproduksi perempuan juga belum siap. Kesiapan hamil dan perawatan anak masih minim. “Sehingga nanti bisa menyebabkan anak yang dikandung kurang gizi dan menyebabkan anak mengalami stunting. Stunting adalah kekurangan gizi kronis,” ujarnya.
Selanjutnya, kata Nunu, terkait dengan kemiskinan. Yang namanya menikah di usia muda, kebanyakan belum punya pekerjaan. Apalagi jika orang tua taraf kehidupan rendah, tentu akan jadi beban keluarga lagi. “Ini akan memicu peningkatan angka kemiskinan ekstrem,” lanjut dia.
Terlebih, lanjut dia, dalam penyediaan lapangan pekerjaan saat ini kualifikasi pendidikan sangat diperlukan. Minimal D-III atau S1. “Kalau menikah muda, tentu belum memperoleh jenjang pendidikan di tingkat itu. Untuk itu kita harus mengurangi tingkat pernikahan anak,” tandasnya. (art)

Exit mobile version