PULANG PISAU-Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan turut mengawal dan mengawasi pelaksanaan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Hal ini diungkapkan Kepala Perwakilan BPKP Kalteng Bambang Ari Setiono saat Sosialisasi P3DN dan Bimtek penerapan penggunaan produk dalam negeri melalui pendekatan implementasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tingkat Kabupaten Pulang Pisau tahun 2023 yang digelar Disperindakop dan UMKM Pulang Pisau.
Bambang mengungkapkan, pengawasan yang dilakukan BPKP berdasar Inpres nomor 22 tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi Dalam Rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. “Di sini BPKP diikutkan dalam pengawasan terkait dengan P3DN,” ucap Bambang.
Bagaimana pengawasan BPKP? Bambang menjelaskan, dari pengawasan itu akan tergambar apa-apa yang harus diperhatikan. “Dalam pengawasan ini tentunya kita bagaimana mengutamakan produk dalam negeri dalam Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ),” jelasnya.
Dia menambahkan,pengawasan yang dilakukan BPKP kalau secara umum yakni pengawasan akuntabilitas keuangan dan efektivitas program-program pembangunan pemerintah. “Dalam hal ini, kami pengawal pengawasan, khususnya terkait dengan arahan Pak Presiden, untuk kita bangga buatan Indonesia,” tambah dia.
Bambang mengungkapkan, tujuan P3DN dengan pertumbuhan ekonomi dan pemerintah ingin meningkatkan produk dalam negeri dan menghindari ketergantungan dari luar negeri. “Kalau kita impor menggunakan produk luar negeri, devisa kita akan keluar. Untuk itu, Pak Presiden membuat pelayanan kita mencintai produk dalam negeri,” kata dia.
Untuk itu, kata dia, diharapkan belanja yang dilakukan pemerintah menggunakan produk-produk dalam negeri. “Kita kurangi produk impor. Kita gunakan produk-produk dalam negeri,” ujar Bambang.
Dia menambahkan, P3DN dalam PBJ oleh perangkat daerah ada perhitungan TKDN (tingkat komponen dalam negeri). “Yaitu besarnya komponen dalam negeri pada barang dan jasa serta gabungan barang dan jasa,” ujarnya.
Jadi, lanjut dia, bukan semata-mata kalau merk luar negeri kemudian diasumsikan itu barang luar negeri. Misalnya, kata dia, ada produk luar negeri yang pembuatan produk itu dilakukan di Indonesia. “Kalau barang itu dikerjakan di Indonesia, bisa jadi mengandung IKDN. Karena di situ ada tenaga kerja kita yang bekerja,” tandasnya. (art)