SUKAMARA-Konflik antara masyarakat dengan perusahaan sawit PT Menthobi Makmur Lestari (MMAL) kembali memanas di Kabupaten Sukamara. Makam leluhur suku Dayak di Desa Kenawan, Kecamatan Permata Kecubung hancur lebur dan rata dengan tanah setelah di-buldoser oleh anak perusahaan Grup Maktour tersebut.
Konflik Grup Maktour dengan masyarakat bukanlah kali pertama. Sebelumnya perusahaan ini pernah terlibat konflik lahan dengan warga transmigrasi di wilayah G1 Desa Palih Baru, Kecamatan Kotawaringin Lama (Kolam), Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar). Kini konflik terjadi lagi dengan warga di Kabupaten Sukamara, setelah makam leluhur masyarakat setempat diratakan alat berat perusahaan untuk lahan perkebunan kelapa sawit. Total ada 13 makam leluhur di atas tanah seluas 2 hektare yang dirusak oleh PT MMAL. Perusakan ini menyusul pembukaan lahan yang dilakukan oleh perusahaan di wilayah Desa Kenawan dengan menggunakan alat berat, beberapa waktu lalu.
Perusakan makam ini baru diketahui warga pada 25 Mei 2023, yang kemudian mengajukan protes terhadap PT MMAL. Salah satu ahli waris, Juran mengatakan, makam yang dirusak tersebut adalah makam leluhur dari warga Desa Kenawan, termasuk di antaranya adalah makam kakeknya yang telah ratusan tahun.
“Jelas kami tidak terima, karena makam ini adalah makam leluhur yang kami jaga sesuai dengan adat istiadat, jangankan untuk merusaknya, untuk membersihkan kuburan saja tidak bisa sembarangan, ini merupakan pelecehan bagi kami,” kata Juran kepada Kalteng Pos, Kamis (8/6).
Menurut Juran, perusakan makam leluhur yang dilakukan PT MMAL tidak hanya melukai masyarakat Desa Kenawan, tetapi juga melecehkan masyarakat adat Dayak. Karena itu pihaknya meminta pertanggungjawaban dari PT MMAL.
“Berani berbuat harus berani bertanggung jawab, kami minta permasalahan ini diselesaikan secepatnya, jangan berlarut-larut,” tegas Juran.
Sementara itu, pihak PT MMAL melalui bagian humas, Daniel, mengakui bahwa perusahaan telah menggarap lahan tersebut menggunakan alat berat. Penggarapan lahan itu merupakan tindak lanjut atas ganti rugi lahan yang sudah dilakukan perusahaan.
“Lahan itu kami garap karena sudah ada ganti rugi sejak lama, baru sekarang kami garap, kami pun tidak tahu kalau di area situ ada makam,” kata Daniel.
Pihaknya juga telah merespons tuntutan masyarakat dan akan membahas permasalahan ini di tingkat pimpinan perusahaan.
“Apa yang menjadi tuntutan warga akan disampaikan ke pimpinan, karena saya tidak bisa mengambil keputusan sendiri,” pungkasnya. (lan/ce/ala)