JAKARTA – Pemulihan ekonomi nasional sepanjang 2021 berada di jalur positif. Di pasar modal, kenaikan harga komoditas berimbas pada lonjakan proἀtabilitas saham-saham produsen batu bara, sawit dan gas. Kondisi itu akan berlanjut pada awal 2022.
Direktur Ekuator Swarna Investama Hans Kwee mengatakan, harga komoditas masih tinggi dalam enam bulan sampai setahun ke depan. Artinya, saham-saham industri perkebunan sawit, batu bara, baja, dan properti boleh dicermati sebagai daftar pantau untuk tahun ini. Seiring pemulihan ekonomi, pembangunan mulai kembali dilanjutkan.
Sentimen tersebut juga berimbas pada permintaan produk dari sektor industri dasar seperti semen, beton dan baja.
“Kemungkinan (harga) komodi tas masih akan positif di semeter I 2022. Kalaupun turun, mungkin tidak banyak,” ungkap Hans.
Menurut dia, pasar saham masih akan bergerak ke saham yang lebih rigid, memiliki fundamental bagus dan valuasi menarik.
Apalagi, besarnya aliran dana asing yang masuk Indonesia dipicu kenaikan harga komoditas.
Meski demikian, Hans melihat investor ritel, khususnya generasi milenial, lebih aktif bertransaksi di saham-saham berkapitalisasi kecil. Alasannya, faktor satuan harga yang dianggap murah dan volatilitas yang tinggi. Saham yang mengalami kenaikan tinggi menarik minat investor ritel untuk ikut bertransaksi.
Ditambah, kehadiran teknologi membuat informasi begitu cepat tersebar. Ketika ada yang bicara keuntungan investasi saham, banyak orang ingin ikut. “Tapi, tentu ini membawa potensi risiko di masa yang akan datang. Sebab, harga saham yang naik banyak tanpa didukung fundamental yang solid tentu berisiko turun besar,” ulasnya.
Pada perdagangan Selasa (4/1), indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup di level 6.695,37. Menguat 30,06 poin atau 0,45 persen. Seharian, indeks saham Indonesia itu bergerak di zona hijau.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan, kebijakan suku bunga acuan bank sentral tahun depan akan mengacu pada tanda-tanda kenaikan inḀasi. Setidaknya sampai kuartal III 2022. Meski demikian, BI akan terus memantau perkembangan inḀasi setiap pekan dan bulan. Pada akhir tahun ini, inḀasi di level 0,57 persen month-to-month (MtM).
Ia memastikan, kebijakan makroprudensial BI tetap berlanjut. Misalnya, pembebasan PPn sektor otomotif dan pelonggaran aturan loanto-value (LTV) ratio atau penurunan uang muka kredit perumahan. Sejalan dengan pembukaan sektor ekonomi, pemulihan korporasi dan pemberian insentif pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Pembukaan sektor prioritas itu menjadi fokus utama BI. “Kalau ada yang bisa saya longgarkan, saya onggarkan lagi. Yang sudah longgar akan tetap dipertahankan longgar pada 2022. Bahkan, kemungkinan 2023 tetap akan longgar kebijakan makroprudensial, sampai kemudian kami melihat pertumbuhan kredit cukup tinggi,” bebernya.
Perry menyakini, tren penguatan ekonomi domestik maupun global bakal berlanjut tahun ini. Proyeksinya, ekonomi global akan tumbuh 5,7 persen sepanjang tahun dan mencapai 4,4 persen. Sedangkan ekonomi nasional berada di kisaran 3,2 hingga 4 persen sepanjang 2021 dan akan meningkat sekitar 4,7 sampai 5,5 persen pada 2022. (jpg/ko)