PALANGKA RAYA– Pengacara senior Palangka Raya, Wikarya F. Dirun, SH, MH, menyatakan kekecewaannya terhadap kebijakan Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIA Palangka Raya terkait aturan kunjungan. Ia merasa haknya sebagai penasihat hukum kliennya telah dihalangi oleh petugas rutan.
Wikarya mengaku dirinya ditolak untuk bertemu dengan klien yang sedang ditahan di Rutan Palangka Raya pada Jumat (11/4). Penolakan dilakukan karena ia datang di luar jam kunjungan yang telah ditetapkan pihak rutan.
“Padahal saya datang masih siang, sekitar pukul 13.20 WIB, dan itu masih jam kerja. Saya datang bukan untuk kunjungan biasa, tapi sebagai penasihat hukum yang hendak menyerahkan berkas untuk keperluan sidang,” ungkapnya kepada Kalteng Pos dengan nada kecewa.
Menurut Wikarya, tindakan petugas yang menolak pertemuan tersebut merupakan pelanggaran hukum dan bertentangan dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), khususnya Pasal 70.
“Tindakan petugas rutan menghalangi kami bertemu klien untuk kepentingan sidang sudah bertentangan dengan aturan hukum dan konstitusi, terutama yang termuat dalam Pasal 70 KUHAP,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa kunjungannya ke rutan adalah untuk menyerahkan berkas eksepsi kepada kliennya yang sedang menjalani proses hukum. Namun petugas menolak dengan alasan jam kunjungan hanya berlaku hingga pukul 12.00 WIB.
“Saya datang bersama rekan saya, Andik Eko Pribadi. Kami kecewa dengan perlakuan petugas yang tidak mengizinkan pertemuan, padahal jelas kami menjalankan tugas sebagai penasihat hukum,” tambah Wikarya.
Ia menegaskan bahwa Pasal 70 KUHAP secara eksplisit menyebutkan bahwa penasihat hukum berhak bertemu tersangka atau terdakwa “setiap waktu” untuk kepentingan pembelaan.
“Makna ‘setiap waktu’ dalam konteks hukum harus dimaknai secara wajar, yaitu selama jam kerja. Dan faktanya, kami datang masih dalam jam kerja,” jelasnya.
Wikarya juga mengutip Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI Nomor 92/PUU-XV/2017 yang memperkuat hak penasihat hukum untuk menemui kliennya tanpa dibatasi aturan internal lembaga pemasyarakatan jika demi kepentingan hukum klien.
“Dengan adanya putusan MK tersebut, tindakan petugas yang menolak kami bertemu klien adalah bentuk pelanggaran terhadap hak konstitusional klien kami,” ujarnya.
Ia pun mendesak Kepala Rutan Palangka Raya agar meninjau ulang kebijakan jam kunjungan, terutama untuk penasihat hukum. Jika tidak ada perubahan, pihaknya tidak segan melaporkan permasalahan ini kepada instansi berwenang.
“Peraturan ini harus ditinjau ulang agar tidak melanggar hak orang lain,” tutupnya.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Rutan Kelas IIA Palangka Raya, Sugiyanto, belum memberikan keterangan. Upaya konfirmasi melalui sambungan telepon dan pesan WhatsApp belum mendapat respons. (sja/ala)